All Chapters of Pembohong yang Sempurna: Chapter 1 - Chapter 10
85 Chapters
Pot. 1
“Semua berbaris! Tiga berbanjar di belakang papan nama masing-masing jurusan! Barisan tersusun rapi! Semakin ke belakang semakin tinggi! Perhatikan jarak kalian! Satu rentang tangan!” Parta berbicara lantang di depan pengeras suara yang selalu ia pegang dengan tangan kanannya. Geraknya mondar-mandir di depan semua barisan. Ia mengamati pergerakan ratusan mahasiswa baru yang hari itu akan dilantik secara resmi. Dengan tinggi tidak kurang dari seratus delapan puluh sentimeter, ia bisa menjangkau pandangan hingga baris paling belakang. Tatapan matanya kadang menyipit, menghalau cahaya yang pagi itu bersinar cerah. Cuaca yang semakin memanas memunculkan titik-titik keringat di dahi pemuda berusia dua puluh tahun itu. Sesekali ia mengusapnya dengan punggung tangan. “Hei, kamu! Mundur ke belakang! Kalau tinggi baris di belakang!” Parta menunjuk seorang mahasiswa baru berambut lurus sebahu dengan poni rata di atas alis mata. Gadis itu hanya diam, tatapannya terpaku pada Par
Read more
Pot. 2
Seharian duduk di dalam ruang kelas membuat Nyla merasakan kantuk. Beberapa kali ia menguap dan berusaha melebarkan pandangan matanya. Permen kopi yang ia beli di kantin tidak sempat ia nikmati. Kakak-kakak panitia tidak akan mentoleransi jika ada mahasiswa baru yang berani makan di ruang kelas saat mereka sedang presentasi. Ia melihat ke kanan dan kiri, semua terlihat sama dengan dirinya, menahan kantuk dan memaksa diri mengikuti penjelasan para panitia. Materi hari itu adalah pengenalan kegiatan mahasiswa. Berbagai unit kegiatan dipresentasikan dengan sangat apik. Hanya satu yang menjadi perhatian Nyla, Badan Eksekutif. Ia sangat ingin bergabung di dalamnya. Pengalamannya menjadi ketua OSIS baginya merupakan bekal yang cukup. “Kak, kapan kami boleh daftar kegiatan?” tanya Nyla saat sesi tanya-jawab dibuka. Ia merasa kantuknya sudah hilang seiring selesainya presentasi yang ditampilkan panitia. “Pertanyaan yang bagus. Jadi, setelah kegiatan ini nanti akan ad
Read more
Pot. 3
Sudah hampir tiga puluh menit Parta mondar-mandir di parkiran motor. Ia menunggu Yoga yang tidak ada kabarnya meskipun sudah dihubungi beberapa kali. Karena tidak kunjung datang, Parta pun memainkan game di handphone-nya dengan naik di atas motor Yoga. Langkah kaki mulai terdengar jelas dan Parta menghentikan gerak tangannya lalu mengarahkan pandangannya pada sosok yang semakin mendekat. Yoga sudah tiba dengan langkah yang tenang seolah tidak peduli dengan tatapan Parta. Dia tahu bahwa Parta akan mencarinya karena sedari tadi handphone-nya bergetar dan memperlihatkan nama pemuda itu. Kali ini orang itu sudah berada di depannya dan tak bisa diabaikan lagi. “Ada apa?” Yoga pura-pura tidak mengetahui maksud kedatangan Parta yang saat itu tetap duduk bergeming di atas motor. “Ke mana saja? Dihubungi susah sekali. Punya hobby baru?” Pertanyaan dengan nada tinggi keluar dari mulut Parta. Dia tipe orang yang tidak mau diabaikan. “
Read more
Pot. 4
Menjadi seorang mahasiswa tidak jauh berbeda dengan siswa SMA. Yang membedakan hanya lah pakaian yang mereka kenakan. Pakaian yang bebas dari seragam sehingga memungkinkan adanya persaingan jati diri melalui fashion. Selebihnya sama. Tetap duduk di bangku kelas dan mendengarkan dosen mengajar di depan kelas. Belajar mulai pagi hingga siang hari –meskipun ada beberapa yang memilih jadwal khusus dari siang hingga malam. Begitulah kesan pertama Nyla sebagai mahasiswa. Semester pertama di bangku kuliah lebih banyak digunakan oleh mahasiswa baru seperti Nyla untuk mempelajari beberapa teori. Sebagian besar aktivitas selalu berjibaku dengan buku. Perpustakaan menjadi pilihan Nyla untuk memperdalam teori mengenai teknik pertanian. Tidak sulit bagi Nyla karena dia berasal dari daerah pedesaan yang acap dengan dunia pertanian. Air, tanah, dan tanaman sudah seperti saudara bagi Nyla. “Mengapa Kak Yoga memilih menekuni teknik informatika?” “Pertama karena buat
Read more
Pot. 5
Hari Minggu ini Nyla ditemani Yoga untuk membeli beberapa keperluan, khususnya keperluan untuk latihan kepemimpinan. Mereka lebih memilih pusat perbelanjaan alih-alih ke toko khusus. Selain karena harga yang bersaing –berkemungkinan mendapat yang lebih murah— barang yang ditawarkan pun jauh lebih beragam dan mereka juga tidak perlu berpindah-pindah ke tempat yang jauh. Yoga berkeliling di lorong tersendiri saat mereka berada di toko alat perkemahan. Ia berada di deretan topi yang dengan aneka jenis dan warnanya. Satu topi rimba berwarna hijau tua dengan jahitan berpola daun semanggi di bagian depannya menjadi pilihan Yoga. Diraihnya topi itu dan dibawanya ke kasir. Setelah melakukan pembayaran, segera ia memasukkan topi itu ke dalam kantong belanja yang sedari tadi ia bawa. Berharap Nyla tidak mengetahui. Ia akan memberikannya sebagai kejutan saat pulang mengantarnya. “Ada yang ingin dibeli?” Yoga mendekati Nyla yang sedang menunduk memperhatikan beberapa gantungan k
Read more
Pot. 6
Di depan basecamp unit kegiatan, sebelum mereka berangkat menuju tempat perkemahan Renata membagi scraf pada para peserta latihan kepemimpinan. Vika dan Parta sudah berada di depan sementara Alex berada di mobil, siap mengangkut segala perlengkapan dengan beberapa teman yang lain. “Lima belas menit lagi kita akan berangkat. Pastikan keperluan pribadi kalian tidak ada yang terlewatkan. Semua akan naik kendaraan yang sudah disediakan panitia. Perjalanan kurang lebih tiga jam dan sampai di sana kita akan langsung melakukan kegiatan. Jadi, manfaatkan waktu perjalanan dengan baik,” jelas Vika memberi instruksi pada peserta yang ada di depannya. Di depan barisan Nyla duduk dengan kaki bersila. Semua duduk di lantai. Di belakang Nyla berbisik beberapa anggota lain yang membicarakan ketampanan Parta. Sosok yang memesona kaum hawa itu terlihat berbeda dengan setelan kaos berwarna hijau tua berpadu celana pantalon dengan warna senada juga sepatu gunung yang s
Read more
Pot. 7
“Kamu tidak istirahat? Yakin mau masuk hari ini?” tanya Yoga di depan pintu pagar kos Nyla. Yoga sudah terbiasa menjemput Nyla saat mereka ada jam kuliah dengan waktu yang bersamaan. Seperti hari ini, sepulang dari latihan kepemimpinan Nyla memutuskan untuk mengikuti perkuliahan yang memang terjadwal di siang hari. “Aku tidak mau ketinggalan satu pertemuan pun,” kata Nyla sambil menerima helm yang disodorkan Yoga. “Gadis yang rajin,” Yoga mengelus puncak kepala Nyla dari atas motornya. Setelah menggunakan helm dengan baik, Nyla naik ke atas motor Ninja warna merah milik Yoga. Mereka meluncur ke kampus tercinta. “Aku langsung ke kelas ya, Kak,” kata Nyla seraya menyerahkan helmnya pada Yoga. “Tunggu,” Yoga memegang tangan Nyla. Ia menatap Nyla dengan lembut. “Semangat ya,” lanjutnya. “Pasti, Kak Yoga juga ya. Daaa.” Yoga membalas lambaian tangan Nyla dengan masih duduk di atas motornya. Yoga bisa melihat senyum dan kegir
Read more
Pot. 8
Dalam beberapa hari Nyla mencoba menghindari Yoga. Bayangan Vika yang menyukai Yoga membuatnya enggan untuk lebih dekat dengan Yoga hingga semuanya menjadi jelas. Ia merasa bersalah sudah menjalin hubungan akrab dengan Yoga dan akan menjadi rasa yang terus tidak nyaman jika ia lanjutkan.  Setelah mengetahui kenyataan Vika menyukai Yoga, seolah Nyla adalah orang yang tidak tahu diri, tidak tahu berterima kasih atas segala sikap baik yang diterima dari Vika. Trtrtrtrtrt….. Handphone Nyla di atas nakas bergetar. “Aku di depan kos kamu, Ny. Kamu di mana?” Tampilan pop up menunjukkan detail isi pesan yang dikirimkan oleh Yoga. Nyla melanjutkan menyisir rambutnya di depan kaca. Ia mengabaikan pesan itu. Trtrtrtrtrt….. Lagi. “Aku tunggu kamu ni, buruan ya, sudah mulai panas ini, nanti kita bisa telat.” “Maaf, Kak. Aku lupa memberitahu. Aku sudah di kampus, tadi berangkat buru-buru.” Nyla mengetik pesan balasan u
Read more
Pot. 9
Dua minggu sejak penolakan, Nyla merasakan sepi yang semakin menjadi. Di luar urusan perkuliahan, ia tidak memiliki teman. Pun juga ia tidak menghabiskan waktu lama di kampus. Seusai jam kuliah ia menyempatkan diri ke perpustakaan untuk meminjam buku kemudian pulang dan menghabiskan waktu di kos. Jika ada pertemuan di unit organisasi baru dia akan pulang sedikit lebih terlambat, itu pun seminggu sekali. Perasaan seperti itu bukan hal baru bagi Nyla. Waktu masih sekolah ia sering kesepian. Dulu dengan kesepian ia bisa menjadi dirinya sendiri dan bisa menjadi pribadi yang lebih produktif. Tapi, berbeda dengan saat ini. Kebiasaannya bersama dengan Yoga membuat dia mulai bergantung pada kenyamanan semu itu. Ingin rasanya Nyla bertanya tentang keadaan Yoga pada Vika. Dia pasti tahu tentang Yoga karena mereka teman sekelas. Namun itu bukan pilihan yang baik. Seperti kertas yang dilempar ke bara yang menganga tentu akan keluar api yang menghanguskannya. Ia tidak ingin menye
Read more
Pot. 10
“Jadi waktu itu kamu ajak dia keluar malam? Kamu tidak aneh-aneh kan sama dia? Kamu tidak perlakukan dia seperti kamu perlakukan wanita di luar sana kan?” cecar Vika pada Parta. Dari kejauhan Vika sesekali melirik Parta yang sedang berlaku seperti anak kecil dimarahi ibunya. Vika sebagai ketua unit organisasi menggandeng Parta sebagai wakilnya karena nilai akademis dan kecakapannya dalam menjalin komunikasi. Ia tahu bahwa di luar lingkungan kampus Parta akan menjadi orang yang berbeda, tapi ia memiliki profesionalitas yang bisa diandalkan. Kehidupan pribadinya sangat jarang ia bawa dalam urusan organisasi. Kedewasaan Vika dalam menilai seseorang itu juga lah yang membuat Parta nyaman berteman dengan Vika bahkan sesekali bercerita tentang kehidupannya. “Sudah?” Satu kata yang keluar dari mulut Parta terasa mengisyaratkan kalau dirinya ingin dipukul oleh Vika yang sudah berdiri dan berjalan ke arahnya. “Aku serius Parta! Nyla itu gadis baik-bai
Read more
PREV
123456
...
9
DMCA.com Protection Status