All Chapters of Secret Romance: Chapter 11 - Chapter 20
37 Chapters
Part 11
Menyesal. Takut. Tentu saja Sandara didera oleh kedua perasaan tersebut. Bahkan, saat ini sangat berkecamuk di hati dan memenuhi pikirannya. Namun, sayangnya kedua perasaan tersebut kalah dengan rasa sakit hati yang menghantam harga diri dan martabatnya sebagai seorang perempuan. Walau berdosa karena telah melakukan perbuatan terlarang, tapi tetap saja Sandara masih memiliki harga diri. Betapa hina dan liciknya Sandara di mata Levin yang telah menuduhnya menjebak laki-laki tersebut dengan memasukkan obat ke dalam minuman hanya agar bisa menghabiskan malam bersama. Gara-gara tuduhan tersebut, hatinya tersayat sangat dalam sehingga menghadirkan rasa perih dan nyeri yang teramat menyakitkan. Kehilangan mahkotanya sebagai perempuan memang membuatnya sangat terpukul, karena hal tersebut menandakan bahwa ia telah lalai dalam menjaga dirinya sendiri. Pemikiran tersebut pun tidak patut dicontoh untuk membenarkan keadaan yang telah dialaminya. Namun jika kehilangan harga diri dan martabatnya, m
Read more
Part 12
Sandara dan Levin berjalan menuju vila dengan aksi saling diam. Lebih tepatnya Sandara yang kembali tidak menganggap keberadaan Levin. Kini tidak ada lagi rasa kagum yang menggebu dari perempuan tersebut kepada dosen idolanya itu. Malah kekaguman tersebut seketika telah berubah drastis menjadi sebuah kebencian. “Saya serius akan menikahimu,” Levin akhirnya lebih dulu membuka suara tanpa basa-basi. Berhubung jarak vila masih cukup jauh, jadi ia ingin menyelesaikan urusannya dengan Sandara terlebih dulu. Sandara dengan jelas mendengar perkataan Levin yang berjalan tidak jauh di belakangnya, tapi ia lebih memilih untuk menulikan telinganya. “Sandara!” panggil Levin dengan nada dalam dan penuh penekanan karena Sandara mengabaikan perkataannya. Sandara tetap menulikan telinganya dan melanjutkan langkah kakinya dengan santai. Sedikit pun ia tidak menghiraukan panggilan Levin, meski intonasi laki-laki tersebut sudah terdengar kurang bersahabat di telinganya. Levin berdecak kesal karena S
Read more
Part 13
Barry melupakan perkataan Levin yang sempat mengingatkannya agar tidak menyuruh seorang perempuan menggantikannya menyetir ketika tengah menempuh perjalanan jauh. Sebelum meninggalkan restoran tempat mereka menikmati makan siang, Barry meminta kepada Sandara untuk menggantikannya menyetir. Awalnya Sandara menolak karena ia sedikit mengantuk, tapi Barry mengatakan hanya sebentar saja, akhirnya perempuan tersebut pun menyanggupinya walau dengan setengah hati dan perasaan kesal. Sandara tidak mengada-ada ketika mengatakan mengantuk kepada Barry, apalagi ia tidak sempat tidur lagi setelah terbangun di kamar Levin dalam keadaan tanpa busana. Di dalam mobil lain, Levin berdecak kesal sambil menggeleng ketika melihat kuda besi milik Barry dikendarai oleh Sandara. Saat ini mobil Levin masih dikemudikan oleh Deni. Bukan Levin yang sengaja meminta, melainkan Deni sendiri yang menawarkan jasanya. Dengan bergabungnya Deni bersamanya, suasana di dalam mobilnya terasa lebih hidup. Ia menjadi mempun
Read more
Part 14
Hari ini Sandara mengikuti kelas Levin seperti biasanya, seolah tidak pernah terjadi sesuatu yang sangat penting di antara mereka. Hanya saja kini ketika Levin sibuk menjelaskan tentang materi yang dibawakan, Sandara lebih memilih untuk mendengarkan sambil mencatat. Biasanya Sandara akan mendengarkan penjelasan Levin tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah laki-laki tersebut. Bahkan, setiap bahasa tubuh Levin akan ia perhatikan dengan intens. Sayangnya, kini semuanya sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Ketika Sandara merasa tatapan Levin tertuju padanya, dengan sengaja ia langsung mengabaikannya. Sebisa mungkin Sandara tidak ingin bertatap muka dengan Levin selama mengikuti mata kuliah yang diajar oleh laki-laki tersebut. Berhubung Ranty ingin menonton pertandingan futsal Barry dan Deni setelah perkuliahan mereka usai, Sandara pun akhirnya memutuskan ke indekosnya sendiri karena ia merasa cukup lelah setelah mengikuti tiga kelas berturut-turut dari pagi. Sandara sengaja membu
Read more
Part 15
Sebagai orang tua, terlebih seorang ibu, kekhawatiran yang dirasakan Dianti menggunung setelah Levin dengan berani dan jujur mengungkapkan perbuatannya yang sangat tidak pantas dicontoh. Karena rasa khawatirnya tersebut membuat Dianti kini tidak bisa memejamkan matanya walau ia sudah hampir satu jam membaringkan tubuhnya di samping sang suami. Dianti memang merasa sangat lega sekaligus bangga saat mendengar Levin tetap akan mempertanggungjawabkan perbuatan yang di luar keinginannya tersebut, tapi di sudut hatinya yang lain ia tidak menampik adanya suatu kekhawatiran terhadap Sandara. Terlebih ketika ia mendengar dari Levin bahwa Sandara menolak mentah-mentah keinginan anaknya tersebut. Terlepas dari terjadinya perbuatan terlarang yang tak diinginkan oleh Levin dan Sandara, Dianti juga mempunyai kekhawatiran lain terhadap hubungan antara Barry dengan perempuan tersebut. “Bagaimana jika Sandara hamil karena kejadian yang tidak pernah mereka inginkan tersebut? Apakah Sandara tetap bersik
Read more
Part 16
Kejadian Sandara dan Levin menghabiskan malam bersama yang tak diinginkan di vila sudah dua bulan berlalu. Hubungan antara Sandara dan Levin tidak lebih dari sekadar mahasiswi dengan dosennya. Sandara tidak mau repot-repot membeli alat tes kehamilan karena ia sudah kedatangan tamu bulanannya, walau tidak senormal biasanya. Sandara menganggapnya hal tersebut wajar, mengingat belakangan ini tugas kampusnya sangat menumpuk sehingga mau tidak mau membuatnya banyak pikiran dan berujung stres. Lagi pula sebelum-sebelumnya siklus menstruasi juga tergolong tidak teratur, makanya ia mempunyai anggapan bahwa dirinya tidak semudah itu untuk bisa hamil. “Ran, kamu masih punya pembalut?” Sandara bertanya setelah keluar dari kamar mandi. “Sepertinya masih ada. Coba saja cari di laci lemari, San,” jawab Ranty tanpa mengalihkan tatapannya dari layar laptopnya. “San, bukannya baru seminggu lalu kamu datang bulan?” tanyanya yang kini telah menoleh ke arah Sandara. “Masih ada satu. Aku pakai punyamu d
Read more
Part 17
Bukannya menjadi lebih segar setelah bangun tidur dan mandi, Sandara malah merasakan kepalanya semakin pusing. Bahkan, kini disertai berdenyut nyeri. Karena tidak ingin mengacaukan rencana yang sudah mereka sepakati sebelum ujian akhir semester dimulai, Sandara pun lebih memilih untuk tidak mengatakan keadaannya kepada Ranty. Kini Sandara dan Ranty sudah berada di dalam mobil Barry yang sedang menuju rumah Angga. Seperti ucapan Barry sebelumnya yang disampaikan kepada Ranty melalui pesan singkat, laki-laki tersebut tepat jam empat sore sudah tiba di indekos Sandara. Bukan hal yang baru atau mengagetkan bagi Sandara dan Ranty, mengingat Barry memang orangnya sangat tepat waktu. Oleh karena itu, Sandara dan Ranty pun wajib tahu diri untuk sudah siap ketika Barry tiba agar mereka bisa langsung berangkat. “Kamu kenapa, San?” Barry bertanya saat melihat Sandara yang duduk di bangku penumpang belakang tengah memijat pelipisnya sambil memejamkan mata dari spion. “Kamu sakit?” tanyanya kemba
Read more
Part 18
Merasa tubuh lelahnya kembali segar sehabis mandi, Levin pun memutuskan untuk turun ke lantai satu. Levin ingin mengobrol atau sekadar berbasa-basi dengan sang ibu yang selama beberapa hari terakhir tidak ditemuinya, apalagi tadi ia langsung menuju kamarnya setibanya di rumah. “Tumben Barry jam segini sudah tidur, Ma,” ucap Levin yang saat ini sudah bergabung di ruang keluarga bersama orang tuanya. Sejak tiba di rumah bersama sang papa, ia tidak melihat batang hidung adiknya tersebut. “Barry tidak ada di rumah, Vin. Adikmu itu sedang ada acara bersama teman-teman sekelasnya di rumah Angga. Paling sebentar lagi juga pulang,” beri tahu Dianti apa adanya. “Itu Barry pulang,” Gibran menimpali saat mendengar suara mobil Barry setelah ia menaruh cangkirnya yang berisi teh hangat di atas coffee table. “Panjang umur sekali anak itu,” Dianti menanggapi ucapan Gibran seraya terkekeh. “Mau ke mana, Vin?” tanyanya saat melihat Levin berdiri. “Dapur, Ma. Aku mau buat mi goreng,” jawab Levin ju
Read more
Part 19
Levin spontan membuka mata ketika ada sesuatu yang dingin menyentuh rahangnya. Levin kembali memejamkan mata sejenak saat melihat pelakunya adalah Barry. Ternyata adiknya tersebut tengah mengompres rahangnya menggunakan es batu yang dibalut dengan handuk kecil. Levin mengambil alih kegiatan tangan sang adik setelah ia mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk. “Aku juga membeli obat untuk luka di sudut bibir Kakak yang robek,” beri tahu Barry setelah berhenti mengompres rahang Levin yang bengkak. “Terima kasih,” Levin berkata singkat sambil menekan rahangnya dengan lembut menggunakan handuk dingin. Ia melihat di atas coffee table sudah ada sebuah salep, dompet, dan ponsel miliknya. “Kak, bisa ikut aku keluar sebentar? Ada yang ingin aku bicarakan,” ucap Barry seraya menatap Levin. Levin mengangguk dan langsung berdiri. Ia menoleh saat mendengar pintu kamar mandi terbuka dan memperlihatkan sosok Ranty. “Ran, gunakan saja ranjang khusus penunggu pasien itu untukmu tidur. Saya dan Ba
Read more
Part 20
Levin memasuki ruang perawatan Sandara setelah selesai mengurus administrasi kepulangan perempuan tersebut. Sesuai ucapannya tadi dengan Barry, Levin memang pulang untuk mandi sekaligus berganti pakaian, sehingga dalam waktu yang tergolong cepat ia bisa kembali ke rumah sakit. Levin juga sudah memberi tahu mengenai kepulangan Sandara hari ini kepada Dianti dan Gibran, tapi ia melarang orang tuanya tersebut untuk datang. Saat Gibran dan Dianti menanyakan tentang jawaban Sandara, dengan jujur Levin mengatakan bahwa perempuan tersebut belum mengambil keputusan yang pasti. Levin meminta kepada Dianti dan Gibran untuk tidak khawatir karena apa pun yang diputuskan Sandara adalah demi kebaikan bersama serta sudah dipikirkan dengan sangat matang oleh perempuan tersebut. Levin juga meminta kepada orang tuanya agar tidak menekan Sandara yang nantinya bisa membuat kandungannya bermasalah karena perempuan tersebut banyak pikiran. Levin sengaja tidak menyampaikan kepada orang tuanya tentang usul y
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status