Semua Bab Cinta Berengseklicious: Bab 11 - Bab 20
45 Bab
Chapter 11
1 Februari 2020 Lalu lalang kendaraan Jakarta membuat macet jalanan. Asap knalpot motor dan mobil beradu brutal di udara. Suara bajaj merah dan biru memekakkan telinga. Terkadang Abang Bajaj menggiling tepi batas antara jalan umum dan jalan khusus busway. Ia giling kembali ketika jauh di depan sana ada busway yang akan melintas datang. Biasanya Abang Bajaj itu berebut jalan dengan pengendara lainnya agar mengalah pada bajaj yang merasa akan terlindas busway. Pengendara lainnya diminta memaklumi bajaj agar selamat, daripada dilindas busway yang tetap melaju kencang dan hanya berhenti di halte-halte. Pemandangan ini sudah biasa bagi Richi yang sudah tujuh tahun menjadi mahasiswa di Jakarta. Terkadang bila bernasib buruk, polisi akan menghukum bajaj yang nakal dengan memintai denda ratusan ribu agar kapok. Pagi itu Richi ke kampus Rissa di Jakarta. Ia sempatkan perjalanan terbang dari Padang ke Jakarta kembali. Dimasukinya kantor Fakultas Kedokteran itu. Ia ingin tahu k
Baca selengkapnya
Chapter 12
"Hari ini dokter jaga siapa ya, Mas?" Tanya Mitha yang berdiri di depan pintu ruang loket radiologi klinik itu kepada perawat Poli Umum yang mengantar pasien.  "Dokter Richi, Mbak." Jawab Alexander si perawat bertubuh tinggi langsing bagai bambu kuning karena kulitnya kuning langsat seperti artis iklan Citra. Mitha mengangguk. Lalu ia bersuara lagi. "Mohon maaf, Mas Alex, ini amprah permintaan dokternya belum diconteng mau rontgen apa ya?" Tanya Mitha lagi pada rekan kerjanya yang dipanggil Mas Alex itu. Alexander pun memeriksa kertas amprah yang berisi daftar pemeriksaan radiologi yang sudah tertulis sebagaimana format yang sudah ditetapkan. Tapi kotak-kotak itu kosong. Seharusnya seorang dokter yang menyontengnya. "Oia, belum diconteng ya, Mbak?"  Mitha mengangguk. Pasien yang tampak sehat itu hanya pasrah duduk di kursi tunggu tepat di depan Mitha berdiri itu diam saja karena tidak mengerti. Dipikirnya dia berobat ke klini
Baca selengkapnya
Chapter 13
 Rissa yang masih memakai gaun tidur itu kebingungan karena ketika baru saja hendak membisikkan sesuatu ke telinga Cecep sambil menginjitkan kakinya, lelaki tinggi gagah itu langsung pingsan. Cecep tergeletak di lantai depan tivi. "Duh Cecep. Gimana nih Rissa bisa angkat Cecep?" Tanya Rissa pada dirinya sendiri yang melihat betapa besar dan tingginya lelaki yang ada di hadapannya itu.Karena tidak bisa memindahkan lelaki itu ke atas ranjang, Rissa segera memeriksa nadinya."Masih berdenyut." kata Rissa setelah menempelkan kedua jarinya pada leher Cecep.Rissa berjalan cepat mencari tasnya di atas ranjang, menggeledahnya untuk menemukan stetoskop hitamnya. Wanita itu melepaskan hijabnya karena ujungnya terkulai-kulai di atas muka Cecep. Itu agak mengganggu Rissa yang akan memeriksa Cecep dengan stetoskopnya. Dibukanya kancing baju Cecep satu per satu untuk meletakkan stetoskop itu di atas dadanya. Lalu Rissa terpaksa melepas masker Cecep
Baca selengkapnya
Chapter 14
Papi Rissa menerima telepon dari sahabatnya di Padang. Pak Sutan Syahrial yang berhasil membangun sarana pendidikan dari TK hingga universitas swasta di ranah minang. Suatu hasil yang sangat membanggakan. Semua itu berawal dari nol.  Papi Rissa senang sekali berbincang-bincang dengan sahabatnya yang sudah sukses dan memiliki harta yang berlimpah itu. Begitu juga dengan Pak Sutan Syahrial yang bangga dan bahagia menelepon sahabatnya yang sudah menjadi pengusaha Pabrik Levis yang sukses di ibu kota Jakarta dan Bandung. Semua pencapaian ini sangatlah membahagiakan jika mengingat pahit getir kehidupan mereka dulu sebelum sekaya kini. "Assalamualaikum Pak Darmansyah sahabatku. Apa kabar sobat?" kata Pak Sutan Syahrial dari jauh. "Wah, Alhamdulillah baik sekali sahabat terbaikku." jawab Papi Rissa penuh suka cita dan semangat bicara yang membara. "Ba a kaba?" Apa kabarmu, tanya papi Rissa pada sahabatnya itu. "Alhamdulillah rancak-rancak se nyo, Pak Da
Baca selengkapnya
Chapter 15
"Apak, Apak, Apaaaak!" Mitha menangis di dalam parit kecil di bibir sawah. Bajunya kotor karena tanah sawah yang baru selesai ditanami padi sore kemarin. Semua anak-anak sepermainannya mengejeknya karena memakai kaca mata dan kawat gigi ala Betty Lafea, sinetron yang ditontonnya setiap sore itu. Satu dari lima kawannya mendorong Mitha ke bibir sawah, lalu ia tergelak diikuti dengan anak lelaki lainnya. Semuanya lelaki, hanya Mitha yang perempuan.Richi melewati setapak jalan menuju sawah itu bersama adiknya dengan sepeda tua milik Apak. Ia melihat Amak Mitha berjalan ke arah sawah. Menarik tangan anaknya berdiri dari parit itu dan memarahinya."Amak alah mengecek kalau anak gadih dilarang main jo anak laki-laki. Main boneka se lah nyo jo adik awak di rumah." Kata Amak Mitha yang mengomel di sepanjang jalan sambil memapah anak gadisnya.Mitha lebih dekat dengan Apaknya karena Apaknya seorang lelaki yang lembut dan pengertian. Apak adalah cinta pertam
Baca selengkapnya
Chapter 16
RSUD Gading Cempaka kembali normal. Semua hasil swab PCR belum dibaca, tetapi hanya karyawan yang hasil swab pcr-nya negatif saja yang bisa masuk kantor. Dan itu pun hanya melayani kedaruratan pasien yang datang ke IGD. Semua poli tutup karena ada dokter spesialis dan dokter umum yang terinfeksi covid-19. Ruang rawat inap mawar, melati, dan anggrek juga tutup sementara sebelum semua hasil sebab pcr keluar. Hanya beberapa pasien bangsal lama saja yang masih dirawat dengan sisa perawat yang bebas covid-19. Juga yang beroperasi hanya ruang isolasi covid yang penuh dengan 20 orang perawat dan dokter dari RSUD ini sendiri yang tertular covid-19. Masyarakat jadi takut ke RSUD karena berita penularan covid-19 pada perawat dan dokter RSUD ini terlanjur telah disiarkan berita di tivi.Dokter Rissa kembali ke IGD setelah mengikuti dokter senior untuk visit ke ruang isolasi covid-19 di belakang."Bukan Mitha radiologi kali yang positif." kata Nurse Vivi membuka pembi
Baca selengkapnya
Chapter 17
Rara menelepon Rissa sahabatnya lagi pagi ini. Rissa yang sedang menyeruput kopi susu hangat itu meletakkan gelas ke atas meja bulat kecil yang baru dibelinya sore kemarin. Bertambah lagi barang di kamarnya yang telah padat ini."Rissa!" kata Rara lewat jaringan telepon itu."Hai, Ra. Kapan nih tanggal asli nikahnya? Belum selesai juga didiskusikan?" ujar Rissa lagi."Yup. Itulah kenapa gue nelpon elu kali, Ris?!" kata Rara bersemangat. Nada suaranya menandakan bahwa hati Rara sedang berbunga-bunga. Rissa pun ikut senang."Wah, wah. Asyik nih." kata Rissa lagi."Ris, pokoknya lu harus datang. Mau lu dinas kek, pokoknya lu harus datang ke sini, terbang ke sini tanpa alesan apa pun!" seru Rara pada Rissa yang kini telah duduk di atas ranjang itu."Oke, oke. Seminggu lagi ya? Hmm." kata Rissa berpikir sambil tersenyum memikirkan ide konyolnya ingin mengajak Cecep."Oke. Janji ya Ris?!" ucap Rara lagi. Iya memperlakukan sahabatnya sama, b
Baca selengkapnya
Chapter 18
"Cep, Rissa rindu Cecep. Datang ke kosan Rissa dong Cep. Ada yang mau Rissa katakan. Penting." ujar Rissa.Richi yang masih menangani pasien di Klinik Bunda tidak melihat pesan masuk di ponselnya. Sore ini ia bekerja dengan rekan bernama Mitha lagi, sedangkan perawat yang bertugas sedang sibuk dengan pasien yang kakinya terluka dan harus diobati dan dibalut dengan perban. Karena lukanya dalam, perawat tadi harus menjahitnya sedikit saja.Pasien yang berobat dengan dr. Richi mengeluhkan sakit pada pinggangnya. Lalu setelah dirontgen, tampak batu di ginjal kanannya. Hasil rontgen abdomen yang dikerjakan Mitha tidak menghitung berapa senti meter ukuran batu itu. Dokter Richi berjalan ke arah ruang radiologi Klinik Bunda. Ia berjalan di sepanjang lorong sempit itu. Tibalah ia di depan ruang radiologi. Ia mengetok pintu, lalu ia langsung masuk ke dalam tanpa ada yang membukakan pintu."saya dokter Poli Umum." kata Richi mengenalkan dirinya pada Mitha tan
Baca selengkapnya
Chapter 19
Dua minggu sepulang dari Jakarta, Rissa merasakan ada yang berbeda pada dirinya. Rasanya mungkin terlalu kecapekan. Badannya terasa sakit semua. Kadang buang angin setelah tidur di dalam selimut tebal. Badannya panas dingin, tetapi lebih terasa kedinginan. Kadang ia mual, lalu muntah sedikit. Dokter cantik ini pun menukar jadwal dinas internshipnya pada dokter iship lain dan meminta surat sakit. Ia pun diizinkan istirahat tiga hari.Tak terasa internship di RSUD Gading Cempaka sudah berlangsung selama 10 bulan. Itu artinya waktu yang tersisa bagi Rissa berada di Bengkulu ini hanya 2 bulan lagi. Setelah itu harus ikut ujian akhir dan bila lulus, jadilah ia "dokter" beneran. Jika belum lulus ujian tulis itu, ya bisa ikut lagi di lain waktu."Cep, bisa ke kosan Rissa?" tanya Rissa pada Cecep di telepon."Ada apa Neng Dokter?" tanya Cecep."Mulai kini jangan panggil Neng Dokter ya Cep. Panggil aja Rissa." kata Rissa lagi."Gak enak, Neng."ucap
Baca selengkapnya
Chapter 20
Richi memasuki kamarnya duluan dari pada Wendy. Ia pun mengganti baju dan tidur di kasur itu tanpa ba bi bu lagi.Rissa yang kehilangan hape, ingat kalau hapenya pernah dititipkannya di saku celana Cecep. "Pak Ujang, bisa balik lagi ke hotel?" tanya Rissa. "Hp Rissa tinggal sama Cecep, Pak." kata Rissa lagi. Padahal sudah hampir sampai rumah lima menit lagi. Tapi karena hotel itu tidak begitu jauh, dan dalam keadaan jalanan sepi begini, sudah jam 12 malam, Pak Ujang memutar balik mobil itu menuju hotel kembali.Rissa menuruni mobilnya. Lalu berjalan melewati mas-mas front liner yang sedang bertugas malam. Ia berlari ke arah lift, memasuki lift yang kosong, dan memencet tombol ke lantai 19, Rubby Gold. Tapi ia agak lupa nomor kamar Cecep. Semua data check-in-nya ada pada ponselnya.Rissa telah sampai ke lantai 19. Ia keluar dari lift. Sepi. Lorong Rubby gold sudah sepi. Ia kular kilir ke kanan dan kiri untuk menebak di antara 10 kamar di sini, yang m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status