All Chapters of Tante, mau kan jadi Mamaku?: Chapter 31 - Chapter 40
53 Chapters
Bab 31
“Intan!” Astagfirullahaladzim ... Aku pun langsung berlonjak kaget, dengan napas yang memburu dan jantung bertalu cepat sekali. Saat kesadaranku kembali menyapa. Astaga! Tadi itu apa? Kenapa rasanya sesak sekali? “Hey, Intan. Kamu kenapa?” Aku langsung melirik sumber suara itu, kemudian menghela napas lega diam-diam. Saat menemukan keberadaan Pak Dika di sebelahku. Alhamdulilah ... kayaknya tadi cuma mimpi aja. “Kamu mimpi buruk, ya?” Pak Dika menepikan mobilnya dan langsung meraih sebuah botol air mineral di samping pintu. “Minum dul
Read more
Bab 32
“Kamu ... apa?” tanya Pak Dika, menatapku horor saat aku terpaksa memberitau keadaanku saat ini. Soalnya ... Ya, mau gimana lagi? Masa aku nyender mobil Pak Dika terus kayak gini. Emang aku satpam! Sekalipun aku nggak bilang, pasti Pak Dika lama-lama curiga ‘kan? Makanya, ya ... mending aku kasih tahu aja sekalian, kadung malu. “Saya tembus, Mas. Ih, musti aja di ulang.” Aku gemas, karena Pak Dika malah terlihat shock seperti itu. Padahal dia udah pernah nikah, masa yang begini aja nggak tahu, sih? “Mas jangan diem aja dong. Ini gimana? Saya nggak bisa ke mana-mana kalau kayak gini. Mana ... kayaknya banyak lagi. Aduh, becek banget tahu. Nggak enak rasanya.”
Read more
Bab 33
“Heh, calon penganten! Lo ngapa ngelamun mulu? Kesumbat lagi lo?” “Kesambet Nur, bukan kesumbat. Lo kira WC di kosan lo. Kerjaannya mampet mulu.” “Ih, biarin, sih. Mulut-mulut gue, ngapa elo yang ribet coba?” “Ya, tapi ‘kan nggak enak dengarnya.” “Ya nggak usah dengar. Tutup kuping. Kalau perlu minggat! Gitu aja musti diajarin, heran gue.” Aku pun akhirnya hanya bisa mendesah dalam, saat bukannya membantu mengurangi kegalauanku, dua Nur itu malah semakin membuatku pusing dengan debatan mereka. Asli! Aku mumet banget lihatnya. “Gue duluan!” Daripada semakin mumet bin pusing, aku pun
Read more
Bab 34
“Intan! Keluar lo pelakor!” Uhuk! Aku pun langsung tersedak minumanku sendiri. Saat mendengar teriakan lantang itu di halaman rumahku. Apa lagi ya, Tuhan? Baru saja memulai hari. Ada saja yang udah bikin mood ancur kayak gini. Nyebelin banget sumpah! “Intan! Keluar lo, Perek! Beraninya lo nikung gue ya? Nggak laku lo sampai ngerebut inceran gue?!” Allahhurobbi .... Nggak bisa dibiarin kalau kaya gini! “Tan!” Baru saja aku berdiri dari kursi makanku.
Read more
Bab 35
“Pacarku memang dekat. Lima langkah dari rumah.” “Asek-asek, jos!” “Tak perlu kirim surat, sms juga nggak usah.” “E', e', e' ah!” “Kalau rindu bertemu. Tinggal nongol depan pintu.” “Icikiwir!” “‘kangen tinggal melambai. Sambil bilang, hallo sayang.” “Ae, ae, ae, ae. Tarik, Sist! Semongko! Ah, mantap!” “Jujur sa su bilang, kalo sa ni tara tau.” Aku hanya bisa mendesah berat, sambil memijat kepalaku yang mendadak migrain melihat tingkah ajaib duo Nur in
Read more
Bab 36
“Bell! Bella? Heh, tungguin elah! Bella?!” Aku pun hanya bisa berdecak kesal. Saat Bella mengindahkan panggilanku tersebut. Rese memang tuh anak, kalau ngambek nggak tahu tempat. Ngambek? Iya, benar! Bella memang lagi ngambek sama aku, karena gagal main ice keating seperti keinginan dia. Bukan karena aku menolak ajakan bapaknya OTW ke Mall. Tentu saja, karena kami sudah ada di Mall ini dan udah muter-muter ngejar Bella yang ngambek nggak ketulungan. Lalu karena apa? Semua karena pas kami datang, tempat yang Bella
Read more
Bab 37
Sebenarnya, kakiku ini nggak papahtahu. Cuma kram biasa dan hanya butuh dilempengin bentar. Yah, pakai koyo ajalah, kalaau masih nyut-nyutan dan greges dikit. Akan tetapi, entah karena merasa bersalah atau karena apa. Si Bella lebay banget jadi nggak mau jauh dari aku, bahkan nggak mau pulang sejak pulang dari Mall tadi itu. Nggak papah sebenarnya, sih. Aku santai aja selama dia nggak ngerusuhin kamarku. Namun, bukan Bella ‘kan namanya, kalau bisa anteng dan nggak banyak tingkah. Karena alih-alih mengungkapkan rasa bersalahnya dengan tindakan mulia, misalnya pijitin aku atau apa gitu. Si Bella malah mengacau tidurku dengan bacain semua buku yang ada di meja belajarku. Asli,
Read more
Bab 38
Pak Dika :Tan, saya ada kerjaan di luar kota tiga hari. Titip Bella ya? Aku langsung mendesah berat dan memijat kepalaku yang mendadak pening, saat melihat notif chat dari Pak Dika siang itu. Ya, gimana nggak mendadak pening coba? Kalau aku harus mengurusi Bella selama kepergian Pak Dika. Kalian tahu sendiri ‘kan bagaimana polah bocah kutil itu? Mana aku lagi UAS lagi. Ya ... pastinya bakal semakin puyeng kalau harus nyambi ngurusin si Bella. Me :Emang, orang tuanya Mas ke mana? Aku pun membalas chat itu, sambil berjalan mengekori duo Nur yang masih heboh membahas soal UAS. Biasalah, apa yang dihafalin, nggak ada yang nongol satu pun. Giliran yang nggak dihafalin nongol semua. Jadinya ya ... mereka pada kesel sendiri. Pak Dika :Ada. Lah kalau ada, kenapa harus aku, sih, yang dititipin? Kayak nggak tahu aja gimana hubungan aku sama Bella selama ini? Pak Dika sengaja mau bikin aku nggak konsen belajar? Me :
Read more
Bab 39
“Tan, lo yakin mau ngelakuin ini?” bisik Nurhayati di telinggaku, saat aku akhirnya menyetujui usul Guntur. “Iya, Tan. Nggak sebaiknya aja lo telepon Pak Dika atau tanya langsung dia aja. Lo tahu ‘kan, gimana Guntur?” Nurbaeti pun ikut berbisik. Aku memutar mata jengah, sebelum mengedikkan bahu agar kedua tangan mereka jatuh dari bahuku. Berat sekali! “Dan kalian tahu ‘kan, gimana misteriusnya Pak Dika selama ini? Dia nggak pernah mau cerita sama gue soal masa lalunya. Nah, mumpung sekarang lagi ada yang mau nunjukin semuanya dengan senang hati, kenapa enggak ya ‘kan?” tukasku yakin. Nggak terlalu yakin sebenarnya. Cuma ya ... mau bagaimana lagi? Tunggu Pak Dika ngomong sendiri, kayaknya butuh waktu ratusan tahun dan aku
Read more
Bab 40
Sepanjang perjalanan, aku nggak berani bersuara sama sekali. Aku memilih menutup mulut, sambil berdoa dalam hati agar tak sampai mati muda hari ini juga. Bagaimana nggak berdoa, jika Pak Dika menjalankan mobilnya seperti kesetanan. Aku auto dzikiran dalam hati agar bisa pulang dengan selamat, kepelukan Mama tercintaku. Mau protes juga nggak bisa lagi, soalnya belum protes aja, aku langsung menelan saliva kelat saat melihat rahang keras dan cengkraman kuat Pak Dika di kemudi setir. Ya, Allah. Umur Intan belum genap 22 tahun loh. Masih kuliah dan belum kawin juga. Jadi, jangan panggil Intan dulu ya, Allah? Intan masih mau lulus kuliah dan ngejar karier dulu. Biar bisa bikin Mama bangga di depan orang sekomplek.
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status