Semua Bab Bukan Pernikahan Impian : Bab 31 - Bab 40
69 Bab
Bab 31
"Marahkah kamu padaku, Fara?" Itu kata-kata pertama yang Ivan ucapkan ketika bangun dari tidurnya. Fara tak menjawab atau pun menoleh. Dia tetap terpaku menatap langit pagi yang cerah. Rasa kecewa dan sakit yang teramat sangat membuatnya memilih diam. Selintas ada umpatan bodoh untuk dirinya sendiri yang bergema dalam hati. Ya, Fara memang merasa bodoh karena berpikir kalau Ivan telah berubah. Naif sekali karena berharap Ivan mulai mau membuka hati untuknya. Mestinya dia tahu kalau suaminya itu tak kan pernah bisa menerima dia untuk jadi teman hidupnya. Bukankah selama ini Ivan hanya sekadar menuruti keinginan orangtuanya saja? Bahkan pernikahan ini adalah mimpi buruk baginya! "Kenapa harus Lusy, mas?" Pertanyaan itu meluncur getir dari bibir Fara. Ivan pun tertegun beberapa saat. "Entahlah. Pertemuan tak sengaja di malam itu yang telah mendekatkan aku dengannya," jawab Ivan kemudian. "Tapi dia sahabatku," kata Fara bergetar. Sementara itu ked
Baca selengkapnya
Bab 32
Fara melangkah tergesa memasuki pekarangan rumah Lusy yang tampak sepi. Tapi Fara bisa menebak jika sahabatnya itu pasti berada di rumah karena jendela rumahnya terbuka lebar meskipun pintunya tertutup rapat. Lusy tinggal sendirian selama ini. Jadi dia pasti akan menutup jendela dan pintu rumahnya jika dia pergi keluar rumah. Sampai di teras, Fara terdiam sejenak. Dia seolah sedang berusaha menenangkan dirinya agar tak meledak di depan sahabatnya itu. Sahabat? Pantaskah jika masih disebut sahabat? Sebab dia telah menikam dari belakang. Dia seolah membunuh, tapi tanpa diakhiri dengan sebuah kematian. Hanya hancur, remuk berkeping-keping tak berbentuk. Fara menghela napas panjang, lalu mengetuk pintu rumah Lusy dengan perasaan tak menentu. Ditunggunya beberapa saat hingga terdengar suara Lusy yang menyahuti dari dalam. Fara pun menegakkan tubuhnya seolah ingin menunjukkan betapa tegarnya dia. Wajahnya serius dan tatapan matanya tajam menatap wajah Lusy yang menyemb
Baca selengkapnya
Bab 33
Fara menghambur ke dalam pelukan Riska dan melepaskan tangisnya di sana. Fara merasa Riska-lah satu-satunya orang yang bisa dia jadikan teman bercerita. Dada Fara telah terlalu sesak. Rasanya dia sudah tak mampu untuk menyimpan kesedihannya ini sendirian. Fara butuh teman bicara. Fara butuh pundak untuk menumpahkan tangisnya. "Fara, ada apa ini?" tanya Riska terkejut. Fara tak bisa menjawab. Untuk beberapa saat lamanya dia cuma bisa menangis di pelukan Riska. Biarlah berkurang dulu rasa sesak di hatinya. Biarkanlah dilepaskannya dulu lewat tangisnya. "Fara Sayang, tenangkan dirimu. Coba ceritakan padaku kenapa kamu menangis seperti ini?" Riska membujuk lembut. Fara pun melepaskan pelukannya pada Riska dan mencoba menenangkan hatinya yang kacau tak menentu. Perlahan tangisnya mereda. Dihapusnya air mata yang membanjiri matanya. Lalu dia mengumpulkan kekuatan untuk mulai bercerita pada Riska tentang apa yang telah terjadi padanya. "Dud
Baca selengkapnya
Bab 34
Plak! Satu tamparan keras mendarat di pipi Lusy. Sesaat perempuan cantik itu tergagap. Dia terkejut, tak menyangka jika Riska akan melakukan hal itu padanya. "Cukup, Lusy! Hentikan kegilaanmu ini! Tinggalkan Mas Ivan dan jauhi dia!" seru Riska marah. Saat itu mereka sedang bicara berdua di rumah Lusy. Riska tadi menelepon dan berkata kalau ada sesuatu hal penting yang ingin dia bicarakan. Lusy pun langsung menyuruh Riska untuk datang ke rumahnya sore itu karena kebetulan dia sedang bersantai dan tidak ada rencana keluar rumah. Mulanya Lusy bingung mendengar suara Riska yang terdengar begitu serius. Dia tak bisa menebak persoalan penting apa yang sekiranya ingin Riska bicarakan dengannya. Barulah ketika Riska sampai dan memulai percakapan, Lusy tahu hal penting apa yang dimaksud oleh sahabatnya itu. Dan Lusy tak menyangka jika Riska akan memberikan sebuah tamparan di pipinya ketika pembicaraan mereka mulai memanas. "Apa aku tidak boleh bahagia, Ris? Apa
Baca selengkapnya
Bab 35
Hari-hari yang berlalu meninggalkan jejak luka bagi Fara. Luka yang semakin lama semakin menganga lebar. Fara pun mencoba membalut luka itu sendirian. Sedangkan Ivan semakin asyik menikmati hubungannya dengan Lusy. Dia kini berani tidak pulang jika malam minggu pamit berkumpul dengan teman-temannya. Fara tahu kemana suaminya itu pergi dan dimana dia menginap. Tapi Fara tak pernah menyinggungnya. Dibiarkannya Ivan pergi menemui Lusy sesuka hatinya. Sebab Fara tahu, jika melarang Ivan menemui Lusy, itu sama saja dia menggores sendiri hatinya. Jadi Fara memilih diam. Toh, Ivan pun seakan menjaga hatinya dengan selalu berpamitan ingin menemui teman. Dia tak pernah mengucap ingin menemui Lusy meskipun sesungguhnya dia pergi untuk menemui perempuan itu. Sikap Ivan pun lebih lembut kini. Dia tak pernah lagi bicara ketus pada Fara. Walaupun masih sering menyebalkan dan membuat Fara cemberut, tapi setidaknya kata-katanya tak ketus lagi seperti dulu. Mungkin dia iba. Atau dia mengha
Baca selengkapnya
Bab 36
Minggu pagi itu Ivan di rumah. Bahkan sejak malam harinya dia tak keluar rumah sama sekali. Ivan tampak seperti seorang suami yang manis. Dia minta dikuatkan kopi dan camilan dengan kata-kata yang lembut. Mengajak Fara ngobrol sambil nonton tv di ruang tengah. Juga melingkarkan tangannya dengan mesra di pinggang Fara tiap kali mereka sedang berada di dekat orangtuanya. Kedua orangtuanya pun tersenyum senang melihat keromantisan yang Ivan ciptakan itu. Selalu, Ivan pandai bersandiwara dan menjadikan dirinya sebagai sosok yang sempurna di depan orang lain. Fara membiarkan Ivan melakukan itu. Dia tak peduli. Agaknya dia sudah terbiasa dengan sandiwara yang Ivan ciptakan. Ivan tak pernah berhenti untuk tampil sebagai seorang yang sempurna. Sebagai suami tanpa cela untuk Fara. Sandiwara Ivan terus berjalan di sepanjang hari itu. Dengan sabar Fara terus memakluminya. Dia duduk manis di samping Ivan. Bersikap seolah semuanya baik-baik saja. "Hebat sekali sandi
Baca selengkapnya
Bab 37
Pagi itu Fara mengemasi beberapa bajunya. Dia menyusunnya rapi ke dalam tas koper kecil miliknya. Ivan yang memperhatikan tampak mengerutkan kening. Suaminya itu bingung melihat Fara berkemas. Sementara Fara sendiri tampak acuh seolah tak menyadari tatapan bingung dari suaminya. "Kenapa berkemas? Memangnya kamu mau kemana?" Akhirnya Ivan bertanya. "Ke rumah bapak," sahut Fara acuh. "Tapi kenapa membawa banyak baju? Apa kamu mau menginap di sana?" "Ya. Apa tidak boleh?" Fara mengangkat wajahnya dan menatap Ivan. "Tentu saja boleh. Tapi kenapa mendadak seperti ini? Kenapa tidak minta izin sebelumnya padaku?" "Aku pikir Mas Ivan akan senang dengan kepergianku ini. Jadi mas pasti mengizinkan." "Apa kamu akan lama menginap di sana?" "Entahlah. Mungkin," sahut Fara tak pasti. "Lalu siapa yang akan melayani semua kebutuhanku?" "Ada bibik, kan?" "Bibik?" "Ya. Apa bedanya a
Baca selengkapnya
Bab 38
Hari-hari pun berlalu. Ivan menghabiskan waktunya bersama Lusy. Dan dia sangat menikmati itu. Pada kedua orangtuanya dia beralasan menemui teman-temannya karena Fara sedang tidak ada di rumah. Jadi sebagai pengisi waktu kosong saja, agar tak bosan dan kesepian di rumah tanpa istrinya. Alasan yang masuk akal hingga kedua orangtuanya pun membebaskannya untuk menghabiskan waktu di luar rumah. Ivan merasa jalannya terbuka. Dia bisa menemui Lusy di setiap waktu luangnya. Bahkan hampir setiap malam dia menginap bersama Lusy di apartemennya. Mereka seperti sedang berbulan madu. Menikmati malam-malam hangat yang menggebu. Dan sama seperti Ivan, Lusy pun merasa begitu bahagia. Tak ada lagi penghalang baginya. Fara telah pergi dan menyerah kalah. Kini Ivan menjadi miliknya. Dan selangkah lagi, dia akan menjadi Nyonya Ivander Camilio Gusman. Oh, betapa indahnya! "Aku senang akhirnya dia pergi darimu, mas," kata Lusy sambil merebahkan kepalanya di dada telanjang Ivan.
Baca selengkapnya
Bab 39
Ivan melangkah pelan memasuki ruang tamu rumahnya yang sepi. Sore ini, tidak seperti biasanya sepulang dari bekerja dia langsung menuju ke rumahnya. Padahal kemarin-kemarin dia pasti akan mampir dulu ke apartemennya untuk berjumpa dengan Lusy. Bahkan kadang  dia tetap berada di sana sampai pagi. Tapi kali ini Ivan ingin pulang. Entah apa sebabnya dia menolak ajakkan Lusy untuk bertemu tadi. Dia memberi alasan kalau badannya sedang tidak enak. Jadi dia ingin beristirahat di rumah saja malam ini. Meski tahu kalau Lusy kecewa, tapi Ivan tetap mengikuti kata hatinya untuk pulang. Baru saja beberapa langkah dia berjalan masuk, sebuah suara terdengar menyapanya. Ivan pun menoleh dan mendapati ibunya yang sedang berdiri di pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang tengah. "Tumben sekali kamu pulang sore, Van? Biasanya malam baru sampai," kata ibunya menyambut kedatangan Ivan. "Lagi malas kumpul dengan teman, ma. Badan rasanya lemas," sahut Ivan menghamp
Baca selengkapnya
Bab 40
Fara berdiri, menatap Ivan dengan wajah yang cemberut. Sementara Ivan tersenyum senang melihat kehadiran Fara di ruangan itu. Sikapnya sama sekali tak menunjukkan kalau sedang ada masalah besar yang mereka hadapi. Wajah Ivan tampak polos seperti orang yang tak bersalah. "Sayang," panggil Ivan dengan sebuah senyuman manis. "Masih ngambek?" tanyanya melanjutkan. Fara tak menjawab. Dia terus berdiri diam dengan tatapan mata yang menyiratkan betapa dia kesal dengan sandiwara suaminya itu. "Fara," panggil Pak Surya karena dilihatnya Fara yang cuma berdiri diam. Fara pun melangkah maju dan duduk di samping ayahnya. "Mas Ivan ngapain kemari?" tanyanya segera. "Loh, kamu kok bertanya seperti itu? Ivan kan suamimu, Fara. Jadi wajar saja kalau dia datang kemari menemuimu. Dia kangen sama kamu." Pak Surya menyela dengan nada bicara yang lembut. "Iya, Fara. Aku kangen sama kamu," kata Ivan, juga dengan nada suara yang lembut.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status