Semua Bab Stuck With Mr. Devil: Bab 11 - Bab 20
99 Bab
| 10 |
  Nevano turun dari mobil sedan BMW hitamnya sambil mengembuskan asap rokok ke depan. Matanya tertuju pada bangunan megah bak istana yang menjulang dengan 2 paviliun mengapit sisi kiri-kanannya. Istana kediaman Rafianto Abraham. Jika bukan karena desakan pria tua itu yang terus-menerus menyuruhnya datang malam ini, Nevano takkan sudi menginjakkan kaki kemari. Ia sudah lama menyingkir semenjak dua makhluk sialan—Kinanti dan Levi—resmi menjadi penghuni di sana. Sambil mendesah, Nevano membuang puntung rokok ke tanah dan menginjaknya sampai padam. Ditatap arloji di pergelangan tangan tanpa bersemangat. Acara makan malam menyebalkan itu pasti sudah dimulai sejak tadi. Ini jelas kabar baik. Ia sama sekali tak berminat untuk berlama-lama di sana, lalu berbasa-basi pada orang-orang di dalamnya. Pemuda itu membetulkan jas yang membalut tubuh tegapnya sebelum melangkah menuju
Baca selengkapnya
| 11 |
 How do I live without the ones I love?Time still turns the pages of the book its burned.Place and time always on my mind.I have so much to say but you're so far away.(Avenged Sevenfold ~ So Far Away)❣Ombak biru itu bergulung-gulung memecah bibir pantai. Semilir angin bertiup beriringan dengan burung camar yang beterbangan, sesekali memutar dan menukik. Dari sini matahari senja yang kemerahan tampak bersiap turun dalam peraduan.Dingin dan berangin. Semua itu bagaikan keindahan yang menari dalam sudut benak berbalut duka serta kegetiran tak berujung di sekujur badan. Tanpa beralaskan kaki, seorang bocah terlihat berjalan menerjang ombak pa
Baca selengkapnya
| 12 |
  "Jadi, Nevano ngehubungin lo sampe 15 kali?" seru Mbak Alin dengan terbelalak. "Mau ngapain lagi sih dia?""Sssttt!" Zora langsung memberi isyarat dengan telunjuk di bibir. Matanya menatap sekitar, takut kalau-kalau perkataan mereka menarik perhatian orang di sekeliling. Mereka sedang istirahat makan siang di kafetaria."Terus lo jawab teleponnya?""Nggak lah! Ngapain? Nanti yang ada gue bakal kena masalah. Lagian udah malem gitu tiba-tiba dia nelpon. Nggak ada angin, nggak ada ujan."Mbak Alin mengaduk-aduk nasi gulainya dengan raut gemas setengah mati. "Nevano tuh bener-bener deh. Pengen gue sentil ginjalnya biar tau rasa. Apa perlu gue samperin dia supaya nggak gangguin lo lagi?""Mbak, udahlah. Walau gimana pun dia itu atasan kita. Jangan sampe dia pecat Mbak gegara aku." Zora berusaha menenangkannya. "Tenang a
Baca selengkapnya
| 13 |
Mungkin bagi sebagian orang saat melihat Nevano untuk pertama kali adalah pemuda itu memiliki kesempurnaan fisik tanpa cela, kehidupan mewah yang menyenangkan dan segudang keberuntungan lainnya. Namun, tak banyak yang tahu kalau pemuda itu adalah iblis yang bersembunyi di balik raga manusia. Intimidatif, manipulatif, egois dan berbahaya. Setidaknya, itulah kesan yang Zora dapatkan sejak pertama kali ia mengenal pemuda itu dalam hidupnya."Zora ... Kaureen ...." Suara baritone itu menarik perhatian Zora yang baru saja hendak menaiki tangga menuju kelasnya di lantai dua.Gadis itu mendongak, mendapati seorang cowok bertubuh jangkung, mengenakan seragam yang tak dimasukan, tindikan di salah satu telinga, handband di tangan kanan dan dasi yang dilonggarkan. Cowok itu berdiri dua tangga di atasnya, bersedekap. Menatapnya dari ujung kaki sampai ujung kepala.Ah, Zora mengenaliny
Baca selengkapnya
| 14 |
Zora setengah berlari menuju toilet terdekat yang bisa dicapai karena tak sanggup lagi menahan perasaannya. Orang-orang di sekitar sempat memerhatikan dirinya keluar dari ruangan Nevano dalam keadaan berantakan dan begitu tergesa-gesa.Kenapa Nevano begitu kejam padanya? Apa kesalahan yang ia perbuat sampai pantas diperlakukan seperti ini? Zora betul-betul tak habis pikir.Ia nyaris menabrak seseorang di pintu toilet dan langsung mendapat kernyitan sinis. Zora diam saja, tak menghiraukan. Gadis itu bergegas masuk, menuju wastafel. Tangannya memutar keran dan membasuh wajah seiring dengan air mata yang mulai mengalir. Sekujur tubuh Zora gemetaran. Sakit, sedih, terluka, hancur—semua perasaan itu berkumpul jadi satu dalam rongga dada. Untung saja tak ada siapa-siapa selain dirinya di sini, jadi tangisan gadis itu tak mengganggu siapapun.Kejadian tadi betul-betul melukai Zora. Nevano memang bajingan. Apa pemuda itu mas
Baca selengkapnya
| 15 |
Oh, look what you've doneYou've made a fool of everyoneOh, well, it seems like such funUntil you lose what you had won (Look what you've done ~ Jet) ❣Pantulan sinar kemerahan mewarnai senja yang membentang dari balik dinding kaca. Perlahan-lahan sinar kemerahan itu menjadi semburat samar, tergantikan oleh warna ungu hitam. Pertanda malam sedang beranjak menduduki singgasana. Dari sini, Nevano hanya menatap keindahan fenomena alam tersebut dalam pandangan nanar. Tanpa bergerak, tanpa bersuara layaknya patung yang dipahat dengan kesempurnaan. Tok-tok-tok.Suara ketukan di pintu akhirnya menyentakkan pikiran Nevano yang sedang tertuju ke tempat lain. Pemuda itu menghela
Baca selengkapnya
| 16 |
Life is like a piano. The white keys represent happiness and the black show sadness. But as you go through life's journey, remember that the black keys also create music.   - Anonymous -   ❣   Siang itu gerimis membasahi hampir seluruh jalanan ibukota. Levi membawa mobil Mercedes Benz putihnya membelah jalanan yang basah dengan kecepatan sedang. Ekor matanya sesekali melirik jam digital di atas dasbor. Ia memiliki janji temu dengan Evelina hari ini di sebuah restoran. Mereka ingin makan siang bersama.   Sebenarnya janji temu ini adalah ide dari Kinanti yang merasa gemas melihat putranya tak juga kunjung gencar dalam usaha pendekatan. Padahal mereka sudah dijodohkan selama 2 tahun, tapi tetap saja Levi bersikap dingin dan kaku terhadap calon tunangannya itu, seolah-olah mereka baru berkenalan kemarin sore.   Semula Levi hendak menolak ide janji temu ini lantaran i
Baca selengkapnya
| 17 |
 Dari balik pantulan cermin bulat yang terpajang di dinding, Zora memandangi wajahnya yang tampak pucat dan tak bersemangat. Hari ini adalah hari Senin. Hari di mana ia sedang membawa nasibnya di ujung tanduk. Bagaimana tidak? Keputusan Zora untuk resign benar-benar sudah tak bisa diganggu gugat.Nekat. Jelas itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keputusan Zora saat ini, mengingat ia belum memiliki pekerjaan lain setelah resign nanti. Sebagai tulang punggung keluarga, menjadi pengangguran adalah sesuatu yang buruk. Belum lagi, ia akan terkena pinalti atau denda karena berhenti di masa kontrak kerja.Namun, apa lagi yang bisa dilakukannya? Bagi Zora, bertahan di bawah bayang-bayang Nevano lebih mengerikan daripada harus membayar denda atau menjadi pengangguran. Setidaknya, ia ingin hidup tenang tanpa perlu menghadapi gangguan Nevano lagi.Bunyi ketukan di pintu kamar menyentakkan pikiran gadi
Baca selengkapnya
| 18 |
"Sudah sampai, Tuan." Suara lirih Pak Septian membuat Nevano yang sedang menatap layar ponsel, menoleh.Pemuda itu menyimpan kembali ponsel ke dalam saku jas, lalu bergegas turun dari dalam mobil sedan hitamnya setelah Pak Septian membukakan pintu. Ia berdiri tegak, memandangi gedung Asafood Company yang menjulang di hadapan sambil mendesah. Kantor masih tampak sepi hari ini. Di pelataran parkir hanya diisi oleh beberapa kendaraan beroda empat saja.Apakah ia berangkat terlalu pagi? Pemuda itu menatap arloji di pergelangan tangan. Hampir pukul setengah delapan. Ya, memang ini adalah rekor tercepat ia datang selama bekerja di sini.Entah mengapa, ada sesuatu yang memacu diri Nevano untuk bergegas lebih cepat dari biasanya. Padahal ia selalu malas bila teringat betapa padat jadwal yang harus dilaluinya di kantor. Mungkin saja ini berkaitan dengan jadwal rapat bersama para staf dan karyawan perencanaan tentang pembahasan ide
Baca selengkapnya
| 19 |
Ting! Suara lift yang berdenting sama sekali tak membuyarkan Zora dari lamunan. Pikiran gadis itu masih melayang ke tempat lain. Memikirkan surat pengunduran dirinya yang kini berada di tangan Nevano membuat perutnya mulas. Kenapa semua yang ia rencanakan selalu saja tidak berjalan mulus? Nevano pasti akan mencari cara agar ia tidak bisa melepaskan diri dari sini. Memikirkan hal itu membuat Zora semakin cemas. Tidak. Tidak. Gadis itu menggeleng kuat-kuat, mencoba menghalau segala pemikiran buruk di otaknya. Ia harus bisa resign dari perusahaan ini apapun yang terjadi. Zora terus bergeming dengan pandangan kosong. Ia tersentak ketika seseorang tak sengaja menginjak ujung sepatunya dan membuat gadis itu baru tersadar bahwa ia sudah sampai di lantai tujuannya. Gadis itu pun buru-buru menerobos keluar "Auww!" Zora melenguh sewaktu bahunya tak sengaja menabrak keras sisi pintu lift yang hendak menutup k
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status