Hening menemani perjalanan mereka malam itu. Jalanan lengang, lampu kota memantul di kaca mobil, dan suara hujan tipis menambah dingin yang tidak hanya terasa di udara, tapi juga di hati Nora. Ia bersandar diam, matanya kosong menatap jendela. Bayangan Dewa masih terlintas, suara marahnya, genggamannya yang terlalu kuat, dan luka yang tersisa bukan hanya di lututnya, tapi juga di pikirannya.“Mas Dirga…” suaranya pelan, “Kalau bukan karena saya, Dewa nggak akan seperti itu.” Sementara Dirga tak langsung menjawab. Tangannya yang menggenggam kemudi sempat mengendur.Hanya satu kalimat yang keluar setelah beberapa detik, tenang namun tegas, “Jangan salahkan diri kamu atas pilihan orang lain.”Ia melirik Nora sejenak lalu mengusap kepalanya lembut, seolah ingin meredakan kegelisahan yang tak bisa dijelaskan. Mobil sempat berhenti di depan apotek. Dirga turun tanpa berkata, membeli perban, kapas, dan obat merah, lalu kembali dengan wajah serius.Perjalanan dilanjutkan. Kali ini tak ada pe
Last Updated : 2025-10-16 Read more