Lahat ng Kabanata ng Pesona Duda Manja: Kabanata 51 - Kabanata 60
124 Kabanata
Rasa Yang Terselubung
Langkahnya terasa berat ketika sang tuan hanya memberikan jawaban singkat, namun karena seperti inilah yang ia harapkan Raya pun menikmati proses penyesuaian hati dan perasaan yang harus ia lalui. ’Kok dia gak maksa nganter aku? kok dia cuek?’ 'Raya, kamu ’kan mau begini! Ini kan udah baik-baik aja. Kamu mau dia ngertiin kamu ’kan? Terus kenapa sekarang gak terima?' Dalam tiap langkah bisikan hatinya mengeluarkan pertanyaan. Rizal pun merasakan hal yang sama, ingin mencegah gadis itu melangkah, namun kali ini ia berusaha menahan diri. Berusaha tak memaksakan kehendak dan berusaha melakukan apa pun yang Raya inginkan. Pintu lift tertutup sempurna, dan tatapan mereka yang saling mengunci secara otomatis berakhir. "Raya? Kamu belum pulang?" Sapa Nisa yang baru saja keluar dari lift lain. "Eh, mba Nisa! Iya nih, Mba, saya diminta membereskan penthouse pak Rizal. Mba Nisa mau pulang?" "Iyalah pulang, masa nginep!" Mendengar perkataan wanita itu Raya langsung mengarahkan pandangan pad
Magbasa pa
Toilet Wanita
“RAYA!” panggil Andika keluar lift, ketika melihat gadis yang dipanggilnya siap memutar langkah. Suara keras Andika secara langsung merubah konsentrasi semua orang, termasuk wanita bernama Rosa. ’Raya! Ngapain dia ke sini?’ gumam Rosa hentikan langkah. ”Hai, Dik! Ngapain di_ “Sorry, Sa, gue buru-buru. Ada urusan penting sama Raya,” balas Andika berjalan dengan langkah lebar diikuti dua wanita cantik. ”Kamu juga gak penting!” Merasa dicuekin, Rosa kembali melanjutkan langkah menuju ruang kerja pria pujaannya. ”Kenapa balik?” tanya Andika ketika tiba di hadapan Raya. ”Saya gak enak Mas, ada nona Rosa juga. Takut jadi masalah.” “Udah loe tenang aja, tuh cewek gak akan lama di ruangan Rizal. Pasti dicuekin dan akhirnya dia pulang.” ”Tapi, tetep gak en_ ”Udah. Loe tunggu di lobi, ngupi-ngupi cantik sambil baca-baca majalah fashion, pasti bikin loe nyaman! Nanti kalo tuh cewek rese udah pergi, baru loe ke atas." "Yuk, ke lobi!" Ajak Andika jalan duluan. Mendapati gadis itu masih
Magbasa pa
CCTV
Raya menyandarkan tubuh di sudut dinding berlapis marmer. Mengatur nafas sambil pejamkan kedua mata, menikmati rasa nyeri yang kian hebat menyakiti fisiknya. ‘Sakit. Sakit. Sakit.’ Dalam lirih ungkapan atas rasa nyerinya tergambar melalui butiran air mata yang kini deras membelah permukan pipinya. Ketiga wanita itu sama sekali tidak peduli dengan apa yang dialami Raya. kedua wanita malah sibuk menghadang Raya sambil memperhatikan Meta yang mulai mengeluarkan benda-benda dalam tas ransel. Gadis itu tak mampu lagi melakukan apa-apa. Ia paham, sekali lagi ia melakukan banyak gerakan akibatnyakan akan lebih fatal. ”Buku kedokteran? Loe calon dokter? Gak ada panters-pantesnya” ucap Meta sambil membuang asal buku-buku Raya ke lantai. “Mba, saya mohon, jangan gini.” Raya mencoba mengeluarkan suara demi privasinya terjaga, namun ucapannya sama sekali tidak dihiraukan. ”Apaan nih, uang cuman ada dua puluh rebu! Cukup buat apa!? Miskin papa loe, ya?” la
Magbasa pa
Darurat
Rizal mengaktifkan seluruh tombol mikrofon masih dengan ponsel menempel di telinganya. “AYA … angkat!” ucapnya kesal, mendapati gadis yang kerap ia hubungi lagi-lagi tidak mengangkat panggilannya. Kedua resepsionis dan kepala pengelola gedung memperhatikan ucapan dan bahasa tubuhnya, dalam hati mereka kompak menyuarakan. ‘Begini ya kalo duda lagi jatuh cinta!’ “TES, TES.” Memastikan bahwa mikrofon yang ia gunakan dalam keadaan baik dan ketika ia berbicara sama sekali tidak ada gangguan. Merasa mikrofon itu tidak ada masalah dan suaranya terdengar jelas, Rizal pun mulai angkat suara. ”Perhatian! Dengarkan saya baik-baik. Seluruh karyawan Z&T Corporation segera berkumpul di aula meeting Room. Semua! Tinggalkan pekerjaan kalian! Dalam waktu lima belas menit ,saya mau kalian semua sudah berada di aula! Seluruh manajer, bertanggung jawab atas semua anak buahnya! Security, pengelola gedung, tanpa terkecuali!" Suara tegas dan intimidasinya seolah menghipnotis seluruh karyawan. Dengan terg
Magbasa pa
Curhat
“Mas Dika janji ya, gak bilang tuan Rizal tentang insiden tadi! Awas aja kalo bilang, saya gak mau lagi ikutin kemauan mas Dika.” Omelan gadis itu masih tak digubris Andika, ia masih membayangkan wanita cantik yang berbaring di ranjang pasien memberi senyuman indah pada dirinya. ”Mas Dika! orang ngomong dicuekin! Aku pulang nih!” “E-e-eh, enak aja pulang! Ketemu dulu sama si duda, baru pulang. Btw, Ya, kakak loe udah sembuh yak? Masa tadi senyum manis banget sama gue, kaya orang nyapa gitu.” ”Masa sih, Mas? Kapan? Di mana? Kok saya gak tau?” “Ya … tadi, pas loe ke kamar mandi ngompres memar. Em … kayanya gue suka deh sama kakak loe!” “Mas, aku mau pulang. Aku mau liat ka Nara!” seru Raya sambil melepas seatbelt. ”Eh … tar dulu.” Tahan Andika. ”Tunggu Rizal, bisa ngomel tuh anak kalo loe gak ada!” ”Biarin! saya mau liat ka Nara,” ucap Raya siap menuruni mobil Andika. ”Saya mau ketemu ka Nara! Mas Dika gak usah anter, mas Dika di sini aja, tunggu tuan Rizal. Saya balik!” Cepat da
Magbasa pa
Seminggu
Tiba di sebuah klub malam ibu kota, Rizal langsung turun dari mobil, menuju lantai dasar sebuah gedung perkantoran dan siap membooking salah satu ruang VIP yang ada di sana. Rizal mengedarkan pandangan. Tampak para wanita minim busana berjoget ria dengan beberapa pria. Alunan musik kencang dipimpin seorang DJ internasional membuat semua orang di sana menikmati hentakan musik yang terdengar. ”Loe yakin betah di sini?” tanya Andika, berbisik dengan suara dikeraskan. ”Di sini bukan loe banget!” lagi-lagi Andika berbisik, masih dengan cara yang sama. ”Nyoba doang, orang bilang ke tempat ginian bisa ngurangin beban dan masalah hilang,” balas Rizal ikut berbisik kencang. “Orang dipercaya! Masalah mau ilang, ya diselesain! Dasar duda jomblo!” ledek Andika, kali ini tak perlu berbisik karena mereka siap masuk ke ruang VIP. “Rizal?” Panggil seorang wanita dan langsung menghampirinya. “Kamu suka kesini juga? Ya ampun, aku gak menyangka, loh. Aku kira keseharian kamu monoton, ke kantor, teru
Magbasa pa
Pengakuan
Rizal mengatur ritme nafasnya. “Tak banyak yang akan saya sampaikan, saya hanya ingin mengakui sesuatu pada anda. Oh ya, sorry. Saya belum memperkenalkan diri. Saya Rizaldi Takki, seorang duda yang telah menyebabkan adik anda sengsara dan karena saya juga anda menjadi seperti ini,” ucapnya cepat, berharap kata-kata yang ia ungkapkan tidak mengakibatkan keraguan. Ingin menghentikan apa yang selanjutnya akan ia ucapkan namun logika kebenarannya berlawanan. ”Sayalah yang mengirimkan video dan foto-foto perselingkuhan suami anda dengan anak buahnya. Saya yang telah menyebabkan aibnya tersebar dan wanita sialan di sana adalah Ardila, mantan istri saya.” Rizal menelan saliva sambil meremas kuat sisi ranjang besi, berusaha menahan malu. Nara yang menyimak pengakuan duda itu hanya mampu terdiam. Jiwanya sedikit terguncang mengingat kepahitan yang ia alami terlebih perjuangan sang adik yang menyedihkan. Namun demi mendengar kelanjutan cerita duda itu, Nara berusaha tenang, mengontrol emosi da
Magbasa pa
Pemulihan
Mendapati gadisnya mulai menaiki sebuah mini bus, dengan tergesa Rizal langsung menekan tombol autopilot kendaraannya. Satelit pribadinya langsung mengarah pada posisinya, sensor, radar, GPS, kamera pengintai dan teknologi canggih di dalamnya langsung bekerja. Tanpa menunggu lama, mobil itu pun mengemudikan dirinya sendiri. Rizal kembali mengamati Raya dibalik binokularnya yang canggih. Alat pengganti kedua indra penglihat yang mampu menampakkan Raya secara detail meski keduanya berada dibalik kaca, berjauhan. Mengamati gadis itu duduk terdiam bersandarkan dinding bus yang berkarat. 'Apa yang sedang kau pikirkan, hm?' 'Cantik.' 'Jika nanti kau menjadi istriku, tak akan pernah kubiarkan kau menaiki benda buruk itu!' 'Seharusnya kamu bersandar di bahuku.' 'Apa kamu sedang mikirin aku?' Tanpa ia sadari, celotehan-celotehan ringan itu keluar begitu saja. ’Kenapa ke rumah sakit ini?’ tanya Rizal ketika mendapati gadis itu memberhentikan mini bus, kemudian memasuki sebuah rumah sakit
Magbasa pa
Pacaran
“Ini kenapa bisa begini sih? Gue udah pake high security, kenapa masih aja bocor!? Ilham, Reza, Teguh, pada bener gak sih kerjanya?” omel Rizal pada Andika yang duduk di sampingnya. “Untung data anak perusahaan, kalo sampe kantor pusat mereka! Perusahaan gue bisa di tuntut!” Andika yang diajak berbicara hanya bisa diam, tidak memberi jawaban dan tidak berkomentar. “Tuan, saya mau pulang.” Ditengah-tengah keseriusan Rizal, gadis itu mengungkapkan isi hatinya. “Kamu lupa apa yang dokter katakan? Berbaring!” Gadis itu langsung gelengkan kepala. “Tetap disana, ingin sesuatu bilang padaku.” Rizal kembali sibuk dengan laptopnya. Sesekali telepon genggamnya berdering dan tak jarang ia tampak menghubungi seseorang. Lima hari sudah Raya menjalani penyembuhan, selama itu pula Rizal selalu mendampingi. Apa yang duda itu jalani akhir-akhir ini begitu menyenangkan menurutnya, meski pekerjaan entah mengapa tak bisa diwakilkan. Berlawanan terbalik dengan apa yang Raya rasakan, enam tahun selur
Magbasa pa
Bertemu Musuh
Perguliran waktu kian berlalu dengan cepat, Raya yang menjalani pengobatan kini telah diizinkan pulang. Dengan syarat tetap menjaga pola makan sehat, minum susu dan jangan melakukan hal-hal berat. Komunikasi dua sejoli itu masih terjaga meski Rizal mulai jarang menghubunginya. Berharap pekerjaan cepat selesai hingga ia mengurangi komunikasi intensnya dengan sang kekasih. Setelah menjenguk sang kakak, Raya mengajak Fayed mendatangi tempat di mana dirinya pernah bekerja. Sekedar mengingat kenangannya di tempat itu sekaligus mengecek kebutuhan apa saja yang harus ia beli dan lengkapi. Paska menekan digit-digit angka yang ia hafal, pandangannya dikagetkan dengan kondisi hunian yang tampak berantakan tak karuan. Kamera CCTV langsung mengarak padanya ketika pintu terbuka, dan tak menunggu lama duda pemilik hunian langsung melakukan panggilan. [Cantik! Jangan kausentuh benda-benda itu!] Kalimat pertama yang keluar ketika panggilannya terangkat. [Aku gak ngapa-ngapain.] Balas Raya cuek.
Magbasa pa
PREV
1
...
45678
...
13
DMCA.com Protection Status