Semua Bab Jiwaku di Tubuh Istrinya: Bab 101 - Bab 110
113 Bab
Bab 101 : Aku Harus Menemukan Mereka
Polisi akhirnya berhasil membawaku ke apartemen. Aku duduk sambil menangis di atas kasur. Sekarang aku tak tahu lagi harus bagaimana. Akhirnya aku teringat kakek. Mungkin cara satu-satunya adalah menemui kakek dan meminta solusi darinya. Aku pun kembali meraga sukma menemui kakek. Aku tiba di pinggir sungai. Seperti biasa, aku duduk di atas batu. Tak lama kemudian kakek itu muncul lalu duduk di hadapanku. “Ada apa memanggilku?” tanya kakek heran. “Ilyas membawa Mas Bimo, Kek. Aku nggak bisa meraga sukma ke Ilyas, tiap kali aku ke sana selalu terpental, tapi saat aku mencoba meraga sukma ke tempat lainnya, aku bisa. Apa yang harus aku lakukan sekarang, kek? Ilyas memintaku mengembalikan batu biangnya itu. Apa aku boleh meminjam batu biang itu sebentar buat mengelabui Ilyas, lalu setelah Mas Bimo berhasil aku selamatkan, aku janji akan mengembalikan lagi batu biang itu pada kakek!” pintaku.&
Baca selengkapnya
Bab 102 : Jangan Mau Menjadi Budak
“Tolong cari tempat untuk mengikat tubuhku, aku akan keluar dari tubuhku dan memasuki tubuh Lastri. Ketika aku sudah berada di tubuh Lastri, maka di tubuhku ini akan ada jiwa Lastri,” ucapku. “Berarti yang diceritakan si Bimo itu benar kalau kamu bisa bertukar jiwa?” tanya polisi itu memastikan. Aku mengangguk. Polisi itu akhirnya berpikir. Dia akhirnya membawaku ke apartemen. Di sana dia dan dua orang polisi bawahannya mengikuti permintaanku. Aku tak tahu mereka benar-benar percaya atau hanya ingin membuktikannya saja. Entahlah, yang penting mereka mau mengikutiku itu sudah membuatku lega. Akhirnya aku diikat di dalam kamar. Tanganku di borgol dan dua polisi itu menjagaku. Aku pun memejamkan mata. Tak lama kemudian kubayangkan wajah Lastri. Dan benar saja kini aku sudah berada di dalam sebuah rumah dan sudah merasuki tubuh Lastri. Aku tak tahu itu di mana. Aku sedang memegang secangkir teh yang akan kubawa ke sebuah
Baca selengkapnya
Bab 103 : Isabel Kembali Datang Padaku
Ilyas malah tertawa. “Kamu pikir kamu siapa sekarang?! Kamu pikir kakek itu malaikat?! Dia iblis yang menjelma seorang kakek! Dan kakek itu memiliki Tuan. Tuannya adalah orang yang sama sepertiku! Yang mau kekayaan! Dia sengaja memanfaatkanmu untuk merebut batu-batu sumber ilmu meraga sukma itu untuk tujuan mereka!” ucap Ilyas dengan kesal padaku. Aku tak percaya mendengarnya. “Kalau kau tau kakek itu ada yang menyuruh! Kenapa tidak langsung kau hadapi saja orang itu!” ucapku padanya. “Aku malas untuk bertarung! Makanya aku memanfaatkanmu dengan menyandera si Bimo! Tapi sekarang karena semuanya sudah terlanjur kacau. Aku terpaksa harus menggunakan semua ilmuku untuk merebut kembali batu-batu itu!” ucap Ilyas. Tak lama kemudian, Ilyas mengerakkan tangannya. Lalu tiba-tiba datang makhluk-makhluk seram berbaris di belakangnya. Jumlahnya ratusan. T
Baca selengkapnya
Bab 104 : Makan Malam Bersama
“Kamu harus berhenti menggunakan ilmu itu, Indah,” pinta Mas Bimo. Aku mengangguk. “Iya, Mas,” ucapku. “Kita harus hidup normal sekarang. Aku nggak mau jiwamu tertukar lagi,” ucap Mas Bimo. Aku kembali mengangguk. “Iya, nanti kalo Mas sudah sembuh, aku akan menemui kakek dan memintanya untuk mengeluarkan ilmu yang diberikannya padaku,” ucapku pada Mas Bimo. Tak berapa lama kemudian kedua orang tua Mas Bimo datang membawa makanan dan buah-buahan. Mereka tampak senang melihat Mas Bimo sudah sadar. “Kamu sudah baikkan sekarang?” tanya ibu Mas Bimo. Mas Bimo mengangguk padanya. “Jangan dulu banyak bergerak, tunggu sampai bekas operasinya sembuh total,” pinta ayah Mas Bimo. Mas Bimo pun kembali mengangguk. Tak
Baca selengkapnya
Bab 105 : Kedatangan Bibi Sarinah
“Kenapa?” tanyanya. Tiba-tiba kudengar suara arwah pengantin perempuan itu. “Jangan khawatir! Aku tak akan melihat kalian bermesraan. Itu malah akan membuatku sial jika melihatnya,” ucap arwah pengantin perempuan itu. Entah sekarang dia berada di mana. Aku lega mendengarnya. Akhirnya kutarik tangan Mas Bimo ke dalam kamar. Sesampainya kami di dalam kamar. Mas Bimo hendak menciumku. Aku menghindar. “Nanti aja, Mas,” ucapku. Mas Bimo heran, “Kenapa?” “Aku harus menemui kakek lagi. Aku harus mengakhiri semua ini,” ucapku. “Yaudah,” ucap Mas Bimo sedikit kecewa. Akhirnya aku duduk di atas kasur. Seperti biasa aku meminta Mas Bimo menjagaku. Akupun memejamkan mata. Akhirnya aku kembali berada di pinggir sungai itu. Sekarang aku lega sudah melihat kakek
Baca selengkapnya
Bab 106 : Tak Ada yang Bisa Melakukannya
“Nggak apa-apa, biar aku aja,” ucapku lalu berjalan ke arah dapur. Bibi Sarinah mengikutiku. Saat aku sudah memasukkan makanan itu ke dalam kulkas, aku menoleh pada bibi Sarinah yang berdiri di dekatku. “Bi,” panggilku. Bibi Sarinah menatapku dengan heran. “Kenapa?” tanyanya. “Aku minta maaf,” ucapku. Bibi Sarinah semakin heran. “Minta maaf kenapa?” “Ternyata ucapan bibi bener,” “Ucapan yang mana?” Aku menangis. Bibi Sarinah semakin penasaran padaku. “Ada apa, Non. Cerita ke bibi,” pintanya. “Kakek yang aku temuin itu ternyata iblis,” ucapku. Bibi Sarinah tercengang mendengarnya. “A
Baca selengkapnya
Bab 107 : Kembali ke Sana
Kami pun tiba di rumah sakit. Mas bimo menggotong bibi Sarinah. Beberapa perawat langsung mengurus bibi Sarinah dan membawanya ke ruang ICU. Aku dan Mas Bimo duduk menunggu di depan ruang ICU. Mas Bimo menoleh padaku lalu memegangi tanganku. “Sabar, ya. Mas yakin bibi nggak akan kenapa-napa,” ucap Mas Bimo menenangkanku. Aku mengangguk. Mas Bimo memelukku. “Kamu tenang, aku yakin pasti ada jalannya untuk mengeluarkan ilmu di dalam tubuhmu,” ucap Mas Bimo. “Iya, Mas,” jawabku mencoba untuk tenang. Tak lama kemudian, dokter keluar dari ruang ICU. Aku dan Mas Bimo langsung menghampiri dokter itu. “Gimana keadaan bibi Sarinah, dok?” tanyaku sedikit khawatir. Dokter itu tersenyum padaku. “Dia sudah sadar, sekarang kalian sudah boleh kalau mau menjenguknya,” jawab
Baca selengkapnya
Bab 108 : Bangsa yang Suka Berperang
Aku pun terpaksa bersimpuh di hadapannya. “Tolong aku! Aku janji akan membantumu asal kembalikan aku ke tubuhku!” pintaku lagi. Makhluk seram itu tidak menggubrisku. Dia melihat ke dua lelaki seram yang berdiri di belakangku. “Kurung dia sekarang juga!” pintanya pada mereka. Akupun di tarik oleh dua lelaki yang menyeramkan itu. “Tolong! Aku janji akan menuruti kemauanmu! Aku janji tak akan berniat lagi untuk mengeluarkan ilmuku! Jangan kurung aku!” isakku. Makhluk menyeramkan dan memiliki dua tanduk itu tak menggubris permohanku. Dua lelaki itu terus saja menyeretku, lalu aku dimasukkan ke dalam gua yang sempit dan berpintu. “Keluarkan aku! Aku mau kembali ke tubuhku! Jangan kurung aku!” teriakku sambil terisak. Aku pun teruduk menyandar di dinding gua. Aku tak menyangka kalau akhirnya nasib
Baca selengkapnya
Bab 109 : Rumah Sakit Jiwa
Aku mengangguk. Ya, aku tak tahu sudah berapa lama aku di sana. Setipa kali pintu sering terbuka dan dua lelaki seram datang menyuruh kami kerja paksa untuk membangun istana mereka. Entah sudah berapa bulan lamanya hingga tubuhku sangat kurus dan rambutku terlihat acak-acakan. Tapi suatu hari, keajaiban datang. Kudengar di luar sana seperti terjadi peperangan. Lelaki itu berdiri dengan senang. “Mereka sudah datang!” ucapnya. Aku pun berdiri. Kami menempelkan telinga ke arah pintu gua yang tertutup. Sekarang terdengar jelas suara pedang yang beradu dan suara teriakan kesakitan. Tak lama kemudian, pintu gua terbuka. Benar saja, makhluk berjubah putih yang bercahaya terang itu masuk ke dalam gua dan menyuruh kami keluar dari sana. Aku dan lelaki itu pun keluar. Di depan gua, kulihat banyak sekali makhluk-makhluk yang menyeramkan terkapar di atas tanah dengan bersimbah darah. Burung-burung besar dan bersayap itu berdatangan. Mereka m
Baca selengkapnya
Bab 110 : Suara Teriakan Itu
Bus yang aku naiki tiba di sebuah halte dekat apartemenku. Aku turun dari sana. Tak ada satupun manusia yang bisa melihatku. Aku pun memasuki lobby apartemen dan berdiri di depan lift, menunggu mereka yang naik ke lantai yang sama dengan apartemenku. Saat ada dua sepasang kekasih memencet lantai yang sama dengan apartemenku, aku buru-buru masuk ke dalam. Dua sepasang kekasih itu saling melihat. “Kok aku merinding ya, yang?” tanya perempuan itu pada lelakinya. “Aku juga sama, kayaknya emang angker apartemen ini,” jawabnya. Aku diam saja. Aku tak peduli obrolan mereka. Saat pintu lift itu terbuka. Aku ikut keluar dan segera menembus pintu apartemenku. Aku mencari-cari Mas Bimo di dalam sana. Di dua kamar yang aku masuki aku tak menemukan Mas Bimo. Tiba-tiba aku mendengar kucuran air di dalam kamar mandi. Aku masuk ke dalam sana. Aku menangis saat mendapati Mas Bimo sedang telanjang menyandar di dind
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status