All Chapters of SIMBIOSIS: Chapter 71 - Chapter 80
94 Chapters
71. Kehidupan baru
Pernikahan.Untuk kedua kalinya Eva di hadapkan pada satu kata itu. Sebenarnya hatinya masih belum siap untuk menjalin hubungan seperti itu lagi. Selain karena ia masih trauma, ia juga masih belum bisa sepenuhnya melupakan perasaannya pada Andra. Walaupun ia sudah bisa mulai menyukai Robi, bukan berarti perasaannya pada Andra sudah sirna. Ia memutar otaknya dengan susah payah, memikirkan kalimat yang tepat untuk sedikit mengulur waktu. Jika harus menjawabnya sekarang, ia bisa memilih pilihan yang salah.Eva menggigit bibir bawahnya dengan panik. Berulang kali ia menatap Robi dan ibunya secara bergantian. Ia melihat sorot mata penuh harap dari pria tersebut. Sedangkan ibunya menatapnya dengan penuh cemas. Namun baru saja ia ingin membuka mulutnya, Robi langsung mendeham pelan."Saya tahu Eva pasti masih belum siap," kata Robi sambil tersenyum manis.Eva mengangkat kedua alisnya dengan terkejut, lalu mengangguk pelan. "I-iya, benar. Saya masih belum siap."
Read more
72. Suasana hati yang buruk
Andra menyandarkan kepalanya di sebuah sofa bekas yang ada di rooftop bangunan tempat tinggalnya ini. Sebenarnya ini tidak bisa disebut dengan kost, lebih tepat di bilang rumah susun. Tapi tempat ini lebih bersih hingga membuatnya sangat nyaman berada di sini. Penghuninya juga tidak mengganggu, ia bisa tidur dengan nyaman. Selain itu, ia juga bisa terbebas dari hidupnya yang berat.Andra menghela napasnya pelan, menengadahkan kepalanya ke langit yang biru. Ia meringis saat cahaya matahari langsung merobos masuk ke dalam matanya. Ia memejamkan matanya erat, membiarkan panas matahari membakar tubuhnya. Terdengar suara langkah kaki dari tangga. Nampaknya akan ada penghuni lain yang naik. Ia segera bangun dari sofa, lalu mengambil gelas dan teko yang ia bawa. Ia berlari kecil menuju tangga, lalu ia berpapasan dengan Udin yang tengah merengut. Andra yang semula hanya berlari kecil itu langsung mempercepat langkahnya. Suasana sekitar yang sepi, memudahkannya menjadi mangsa bagi seo
Read more
73. Waktu sendiri
Eva tidak tahu lagi apa yang dipikirannya. Ia benar-benar mendatangi tempat Andra bekerja. Ia melihat Erfan yang tengah menelusui koridor dengan tatapan kosongnya. Eva langsung berlari kecil menghampiri pria itu. Namun nampaknya pria itu sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Ia tetap berjalan melewati Eva yang tengah menatapnya dengan bingung. Eva yang mulai kesal langsung menendang kaki Erfan, hingga membuat pria itu meringis dan pincang. Eva tersenyum puas melihat korbannya yang kesakitan.Erfan menoleh, keadaannya sangat memperihatinkan. Eva sangat terkejut melihat apa yang terjadi dengannya. Terutama saat melihat lingkaran hitam di matanya. Eva tidak bisa lagi membedakannya dengan tuyul yang ada di film. Tanpa pikir panjang, Eva langsung menarik tubuh Erfan ke kamar mandi. Pria itu mengikutinya tanpa memberontak sedikit pun.Sesampainya di depan kamar mandi, Eva langsung mendorongnya ke dalam ruangan yang gelap tersebut. Kemudian ia menutupnya dengan keras. Mem
Read more
74. Pertemuan baik
Erfan mendecak sebal saat melirik Eva dari spion motornya. Padahal ia sudah membayangkan pergi bersama Vira. Jika dipikir-pikir, benar juga. Kalau naik motor tentu saja hanya berdua, kalau pun bertiga, bisa saja tapi sama karung beras. Erfan mendesis pelan, merutuki betapa bodoh dirinya. Menjadi guru ternyata tidak serta merta membuat seseorang menjadi secerdas kelihatannya. Buktinya Erfan masih saja bisa dibodohi dengan hal remeh seperti ini."Fan, kita mau cari ke mana?" tanya Eva sambil menoleh ke kanan dan kiri."Ke toilet umum aja, Va!" celetuk Erfan dengan ketus.Eva mencebikkan bibirnya. "Judes banget lo!""Lagian lo bohongin gue!" kata Erfan dengan suara meninggi.Eva mendecak pelan, ia menepuk bahu Erfan dengan keras. "Diam lo! Orang yang lihat bisa salah paham ngira kita pengantin yang lagi berantem.""Eh ma—""Sssttt!!"Erfan hanya bisa mendecak sebal, ia belum sempat membantah tapi Eva sudah menyuruhnya diam.
Read more
75. Undangan
Andra melirik jam yang melingkar di tangannya. Entah ia yang datang terlalu cepat atau Eva yang terlambat. Ia mengetukkan telunjuknya di meja. Matanya sesekali melirik ke arah pintu masuk. Mereka sepakat bertemu di restoran tempat pertama mereka bertemu. Walau jaraknya sangat jauh dari tempat tinggal Andra yang sekarang, tapi ia tetap menyetujuinya. Jantungnya berdegup cepat, otaknya seakan terus berpikir mencari topik apa yang akan ia bahas saat sudah bertemu dengan wanita itu.Tak lama, lonceng di pintu restoran itu berbunyi. Andra menoleh cepat ke arah pintu. Nampak Eva yang tengah tersenyum ke arahnya. Wanita itu nampak sangat cantik dibalut dengan dress putih selutut. Rambutnya yang biasa terikat itu, ia biarkan tergerai bebas. Eva berjalan ke arahnya, entah mengapa ia merasa kalau wanita itu lebih cantik dari biasanya. Apakah karena selama ini Andra terlalu sibuk membohongi perasaannya sendiri?"Maaf saya telat," kata Eva sambil menarik kursi yang akan menjadi te
Read more
76. Gaun masa lalu
Setelah memantapkan hatinya, Eva berhasil menyingkirkan sedikit demi sedikit perasaannya pada Andra. Bahkan untuk melihat status pria itu di sosial media saja, ia sudah mulai terbiasa. Memang sudah seharusnya ia tegas pada perasaannya.  Walaupun ia masih menyukai Andra, namun kecil kemungkinan bagi mereka untuk kembali bersama.Terdengar ketukan pintu pelan dari luar ruangan. Eva menoleh sekilas lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Pintu itu langsung terbuka dan menampakkan sosok Vira dengan wajah lesunya. Ia memeluk Eva dari belakang. Terdengar helaan napas pelan lolos dari bibirnya. Eva melirik sahabatnya itu lewat ekor matanya."Ada apa lagi hari ini?" tanya Eva.Vira mengerucutkan bibirnya. Ia mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Nampaklah sebuah gantungan kunci yang rusak di telapak tangannya. Eva bisa mengenali dengan jelas gantungan kunci tersebut. Ia memberikan itu pada Vira saat pertama kali bertemu. Eva menatap sahabatnya itu, lalu tertawa cukup
Read more
77. Jaga jarak
Sesuai perjanjian, Robi menjemput Eva tepat pukul 5 sore. Setelah tiba di parkiran, Robi bisa melihat Eva yang sudah menunggu di depan pintu kantor. Eva melambaikan tangan ke arahnya dengan senyum lebar. Biasanya ia akan otomatis tersenyum. Tapi kali ini, bibirnya terasa kaku hingga sulit untuk menarik sudut bibirnya. Robi keluar dari mobilnya lalu berjalan menghampiri Eva. Sekuat tenaga ia berusaha untuk menarik kedua sudut bibirnya.Eva langsung menghambur ke arahnya sambil tersenyum lebar. Robi tersenyum samar, lalu menggandeng lengan Eva. Perlahan mereka melangkah ke mobil yang ada di parkiran. Eva menceritakan bagaimana pekerjaannya hari ini, namun entah mengapa Robi sama sekali tidak mendengarkannya. Pikirannya tengah sibuk berkeliaran di mana-mana. Otaknya seperti menanggung banyak beban pikiran saat ini. Ia melirik sekilas ke arah Eva. Wanita itu masih belum menyadari perubahannya tersebut."Bagaimana kalau nanti kita makan dulu?" kata Eva sambil tersenyum leba
Read more
78. Profesi baru Andra
Keesokan harinya, Eva datang ke tempat bekerjanya dengan wajah murung. Baru datang beberapa menit, ia langsung merebahkan kepalanya di meja. Ia tidak bersemangat sama sekali menjalani harinya. Vira dan Ina belum datang, padahal ia ingin bercerita tentang apa yang terjadi kemarin. Ia tidak tahu apa-apa, tapi Robi tiba-tiba mengacuhkannya. Eva melipat kedua tangan di meja untuk menjadikannya sebagai bantal.Setengah jam kemudian, pintu ruangan itu terbuka. Terdengar helaan napas pelan dari arah pintu. Eva mengangkat kepalanya, lalu menoleh ke belakang. Rupanya Vira terlebih dahulu datang dibandingkan Ina. Rekan kerjanya itu terlihat masih mengantuk, ia menguap beberapa kali tanpa menutup mulutnya. Eva yang ingin bercerita, langsung mengurungkan niatnya. Percuma jika cerita pada Vira yang masih mengantuk, tidak akan nyambung. Ia akan menunggu sampai Ina datang.Lebih dari 1 jam, Ina belum juga datang. Eva menoleh ke arah jam dinding yang ada di belakangnya. Kurang 5 menit
Read more
79. Retaknya hubungan
Andra tidak tahu harus mengatakan apa saat. Hendri yang duduk di sampingnya membuat suasana menjadi sangat canggung. Selain karena mereka yang jarang berkomunikasi, mereka juga memiliki kisah yang tidak terlalu baik sejak perceraiannya dengan Eva. Andra menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya untuk menghilangkan rasa canggung. Hendri menoleh sekilas, ia bisa tahu apa yang ada dipikiran Andra. Ia mendeham pelan, lalu menepuk bahu Andra."Kamu sudah makan?" tanya Hendri.Andra menaikkan kedua alisnya dengan panik. "I-iya, sudah."Hendri tertawa pelan menyadari betapa canggungnya mereka saat ini. Ia mencoba untuk memikirkan cara agar mereka tidak terjebak dalam kondisi seperti ini. Walaupun mereka tidak terikat hubungan apa pun, namun setidaknya mereka bisa berbincang santai, tidak seperti ini."Bagaimana kabarmu, Ndra?" tanya Hendri sambil tersenyum tipis. Ia menengadahkan kepalanya, kedua matanya menerawang ke langit.Andra menoleh, kali ini ia t
Read more
80. Memecahkan masalah
Lebih dari 5 hari Andra dan Hendri menjadi sangat dekat. Bahkan beberapa kali Hendri menawarkan diri untuk mengantar Andra ke tempat tinggalnya saat ini. Walaupun Andra seringkali menolak, Hendri tetap memaksanya. Nampaknya ia cukup penasaran di mana saat ini Andra tinggal. Maka dari itu ia terus bersikeras ingin mengantar Andra dan Wawan pulang ke rumah.Andra tersenyum lebar saat melihat Hendri mengeluarkan sebuah plastik dari dalam mobilnya. Bos sekaligus mantan mertuanya itu memang menjanjikan akan membelikan mereka makanan. Wawan nampak sangat antusias menantikan apa yang ada di dalam plastik tersebut. Lalu Hendri meletakkan plastik itu di meja."Buka sendiri, deh. Saya engga enak cuma bisa kasih ini," kata Hendri.Wawan mengangguk cepat, lalu menyambar plastik yang ada di atas meja tersebut. Matanya berbinar begitu melihat ayam yang begitu besar. Wawan mengeluarkan isi dari plastik itu dengan senyum yang tak kunjung luntur."Ayam, Mas!" kata Wawan,
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status