All Chapters of Retrocognition (Melihat Masa Lalu): Chapter 71 - Chapter 80
98 Chapters
Mak, Tolong, Mak!
Wanita paruh baya itu memang seharusnya sudah duduk nyaman menimang cucu. Bukan bertarung melawan bahaya malam-malam begini. Niat hati ingin menyembunyikan Mamak dan memancing para pengejar, justru Mamak memanggilnya. Dan sudah bisa ditebak, ketiga pria itu segera menghampiri Mamak. Bagi mereka mendapatkan Mamak berarti pula mendapatkan Wira.Wira buru-buru menghambur mendahului ketiga pria berbadan besar yang dua orang diantaranya luka ringan. Sebuah terjangan terpaksa Wira layangkan pada pria terdepan demi mencegahnya merengkuh Mamak. Pria itu terpental ke arah dua rekan yang menyusul di belakang.“Ayo, Mak!” seru Wira sembari menarik begitu saja lengan ibunya.Tak ada pilihan lain bagi Wira dan Mamak selain lari dan memasuki pemukiman padat penduduk. Di kawasan industri dekat pelabuhan amat jamak ditemukan pemukiman dengan gang sempit yang hanya bisa dilalui sepeda motor. Itu pun tak jarang harus menemui jalan buntu. Namun itu lebih baik karena akan ada potensi bersembunyi yang bes
Read more
Menyelamatkan Diri
Wira dihempaskan ke atas sebuah kasur spring bed dengan sprei merah muda. Perempuan itu tersenyum dengan tatapan sayu penuh gairah. Ia kibaskan rambut keemasan ke arah berlawanan dengan lekuk tubuhnya. Jari jemarinya meraba seluruh tubuh berbalut kain ketat yang tak sepenuhnya menutup aurat.“Mau ngapain Lu?” Wira panik. Berada dalam situasi seperti ini tak pernah terpikir olehnya. Ia takut keteguhannya lambat laun akan roboh. Sedang Mamak tak juga kunjung muncul.“Oh, gitu ya? Kayanya harus aku yang mulai deh. Kamu suka cewek yang gimana? Aktif? Hmm?” cecar perempuan itu manja. Ia mulai menurunkan tali tanktop yang tak sepenuhnya mampu menutupi aset berharganya itu.“Eit, mau ngapain? Nggak, nggak, tutup lagi!” tolak Wira. Ia cemas mengapa Mamak belum juga muncul. Padahal perempuan itu sudah mulai menelanjangi dirinya sendiri.“Nggak usah malu, Ganteng. Mendingan diem, terus nikmatin aja deh!” protes perempuan itu setelah menurunkan pakaiannya.Wira cepat-cepat menutup kedua mata den
Read more
Melarikan Diri
Sebuah sorot lampu mobil yang datang menyita perhatian Wira dan Mamak. Ibu dan anak itu segera bangkit dari teras kantor yang terasa begitu nyaman lima belas menit terakhir. Wira tersenyum setelah mengenali mobil itu.“Itu Aisya, Mak,” ucap Wira singkat. Dalam hati ia bersyukur akhirnya orang yang ditunggu-tunggu tiba juga.“Alhamdulillah,” sambung Mamak bersiap menyongsong calon menantunya.Wira segera menghambur mendekat, membantu Aisya untuk membuka pagar kantornya. Senyumnya terus mengembang demi menyembunyikan peristiwa yang mengancam keselamatannya di hadapan Aisya. Namun noda darah di kausnya tak bisa berbohong.“Kamu nggak apa, Wir?” tanya Aisya dengan wajah paniknya. “Aku nyariin kamu dan Mamak seharian.”“Aku nggak apa, Sya. Maaf apa boleh Mamak tinggal di sini untuk sementara?” tanya Wira mencoba mengalihkan kekhawatiran Aisya pada dirinya. Sedang menurutnya keselamatan dan kenyamanan Mamak jauh lebih penting.“Ya boleh lah, Wir. Kamu ngomong apa sih?” protes Aisya. Pandang
Read more
Marbot Masjid
Beberapa orang segera mengangkat tubuh tak berdaya Wira untuk ditepikan. Luka yang diderita pemuda itu cukup parah. Banyak darah yang keluar dari kepalanya. Orang-orang yang mengangkatnya tadi tak berani berbuat banyak sebelum pihak berwenang datang.Beberapa orang lagi berkerumun mencoba untuk membuka mobil yang menabrak Wira tadi. Pengemudinya tak sadarkan diri, terluka di kepala dan terus menerus menekan klakson akibat kepalanya yang mengimpit kemudi. Sejauh ini tak ada yang berhasil.Para pengejar tak tahu harus berbuat apa. Tak ada yang sanggup melakukan berpura-pura menjadi keluarga Wira dan histeris meminta pertolongan. Lagi pula pemuda itu tengah dikelilingi banyak orang. Amat riskan berbuat suatu hal yang begitu mencolok.“Hah!” Seketika Wira tersentak, seolah napasnya baru bisa ia kendalikan. Ia bahkan segera bangkit dan duduk dengan tatapan mata aneh mengelilinginya.“Mas? Mas nggak papa?” tanya seorang pria sambil memegang tengkuk Wira.“Nggak papa, Pak,” jawab Wira sekena
Read more
Mengelabui Pengejar
Wira naik di atas sepeda motor dengan tangan, mulut dan mata terikat. Ia diapit oleh para pengejar di depan dan belakang. Praktis pemuda itu tak bisa kemana-mana. Tak ada celah untuk melakukan gerakan kecil. Entah akan dibawa kemana ia kini.“Bang, bang,” panggil Wira sembari terus menggerakkan tubuhnya.“Diem, Lu!” hardik pria yang mengemudikan sepeda motor. Pria yang dibelakang Wira segera memukul kepala Wira agar pemuda itu diam.“Gue mau pipis!” kilah Wira. Entah mengapa ide itu datang tiba-tiba.“Tahan! Sebentar lagi kita sampe!” sahut pria di belakang.“Udah nggak tahan! Ntar pipis di sini lho!” Wira terus berupaya meyakinkan bahwa ia tidak berbohong dengan terus menggerak-gerakkan tubuhnya.“Ye, nih bocah!” gerutu pria pengendara dan segera menepikan sepeda motornya. “Sono, pipis!”Wira terburu-buru untuk turun dari sepeda motor dan terus saja bergerak seolah ia tak bisa lagi menahan rasa untuk buang air kecil. Namun setelah turun pemuda itu hanya diam di tempatnya. Dan terus m
Read more
Satu Lumpuh
Tak ada pilihan lain bagi Wira selain bersembunyi di balik rimbunnya semak dan pohon di kebun kosong itu. Tepiannya tumbuh subur pohon jarak dan tanaman rimpang. Pemuda itu tak peduli lagi akan ancaman dari binatang berbisa atau yang lain. Baginya ancaman dari orang-orang Suryo ini begitu merepotkan.Menyatu dengan kepekatan malam adalah pilihan terbaik sekarang. Sambil terus berdoa agar selamat dan paling tidak tak ditemukan para pengejar itu. sorot lampu senter lalu lalang di atas kepala Wira. Dari sumber gerakannya, lebih dari tiga orang yang menggunakan senter. Sebisa mungkin Wira tak bergerak, diam terpaku pada bumi.“Ya Allah, kalau pun harus melawan, tolong pisahkan mereka,” gumam Wira dalam hati. Pengalamannya mengalahkan sembilan orang saat mengantar Nadya pulang kampung bisa jadi rujukan. Namun kali ini pasti para pengejar akan lebih berhati-hati.Suara langkah kaki menginjak rerumputan terdengar tak jauh dari tempat Wira telungkup, tiarap memeluk bumi. Perkiraan Wira mungki
Read more
Orang-orang Bodoh
“Mau kemana Lu? Daerah situ udah gue cari!”Wira mendadak menghentikan langkahnya. Ia merutuki diri sendiri karena tak menyadari kehadiran orang lain di dekatnya. Pemuda itu segera menurunkan topi dan menunduk, menyamarkan wajahnya sendiri. Semoga saja orang itu tak mengenali bahwa rekannya sudah berbeda.“Kencing!” sahut Wira singkat.“Oh!” jawab pria itu singkat.Lelaki sebaya dengan orang yang sudah Wira lumpuhkan itu segera berlalu meninggalkan Wira yang berakting seolah-olah ingin buang air kecil. Setelah pria itu menghilang dalam gelap, Wira segera meninggalkan tepian sungai itu dan berjalan ke arah sebaliknya menyusuri aliran sungai.Beberapa belas meter kemudian Wira menemukan deretan pohon karet yang berjajar begitu rapi. Tempat yang bagus untuk melarikan diri, tapi tak bagus untuk bersembunyi. Karena biasanya kebun karet selalu terawat. Memang ada rumput namun tak akan menjadi semak belukar.Sorot-sorot lampu senter sudah cukup jauh berada di belakang Wira. Dari jauh gerakan
Read more
Bertemu Pak Kamis
“Halo, Wir? Ini beneran Wira?” tanya Aisya setelah menyentuh icon loudspeaker di layar gawainya.“Iya, Sya, ini Wira. Aku nggak papa, ini pake hape orang yang ngejar aku. Kamu sama Mamak jangan kemana-mana dulu ya?” ucap Wira dari seberang dengan suara bergetar dan napas tersengal-sengal.“Iya, Wir. Ini ada Jaka sama Ario juga di sini. Mereka perlu gimana ini biar bantuin kamu?” tanya Aisya turut panik karena mendengar suara kekasihnya yang tampak tengah berlari.“Mmm, gini aja sampein ke mereka, besok ketemuan di rumah Niken aja. Kayanya aku ada di area sungai tempo hari itu, Sya. Aku pengen minta tolong sama Pak Kamis. Dia udah nggak mau nolongin Bapak, masa iya nggak mau nolongin aku, kan?” terang Wira dari seberang.Darah Aisya sebenarnya menghangat. Namun tak ada pilihan baginya untuk menyelisihi keputusan Wira. Kekasihnya itu memang terdengar baik-baik saja. Tapi tak ada yang bisa memastikan selain Wira sendiri. Apa lagi menurut cerita Mamak, Wira sempat babak belur dengan darah
Read more
Cahaya
“Maaf, Pak, apa memang harus begini?” tanya Jaka setelah saling pandang dengan Ario di kegelapan. Pak Kamis tak segera menjawab. Ia justru memperhatikan dengan seksama wajah dua pemuda itu.“Kalian benar-benar temannya Wira?” bisik Pak Kamis dengan penekanan nada pada kalimatnya.“Iya dong, Pak,” jawab Ario tegas.“Kok Bapak tanya begitu? Ada apa?” tanya Jaka yang mencium ada hal yang lebih besar dari yang mereka bayangkan selama ini tentang hal yang tengah dialami sahabatnya.“Kalau kalian teman Wira, sampai datang ke tempat ini, tapi nggak tahu seperti apa masalah temanmu, apa itu bisa dibilang teman?” ucap Pak Kamis begitu menyudutkan.Jaka dan Ario kembali saling pandang. Ada senggurat emosi yang meninggi di wajah Ario. Namun segera ia tepis manakala melihat bilah tajam parang di kedua tangan Pak Kamis. Keduanya serempak mengangkat bahu, tanda tak memiliki ide dan pembelaan apa pun.“Maaf, Pak, Wira memang cerita soal masalahnya dikejar-kejar oleh anak buah Pak Suryo, tapi kami ng
Read more
Hutang Budi
“Berhenti!” seru pria itu setengah berbisik.Wira berhenti mendadak namun tak mampu untuk menahan rasa terkejutnya. Seketika ia masuk lagi ke dalam air setelah hanya beberapa detik keluar. Suara masuknya Wira dalam air itu lah yang dikhawatirkan pria pengejar itu dan segera meletakkan telunjuknya di ujung hidung.“Keluar Lu dari air!” titahnya.Wira mengangkat kedua tangannya tanda ia tak akan melawan. Sesekali ia melirik ke sekitar. Tak ada siapa pun. Artinya pria ini bisa ia lumpuhkan tanpa menarik perhatian para pengejar yang mungkin masih bersembunyi dan mengawasi. Namun Wira tak tahu bagaimana caranya.Perlahan Wira keluar dari air. Pria berpakaian serba hitam itu terus menodongkan senjata apinya dengan tangan gemetar. Wajahnya terlihat panik dan terus menjaga jarak. Mungkin kemampuan spesial Wira sudah ia ketahui, atau mungkin juga ini kali pertama ia menggunakan senjata api.“Cepetan!” ucapnya setengah menghardik.“Nggak liat ini licin? Mana tangan gue ke atas, mana bisa gue pe
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status