All Chapters of The Tales of Deer's Princess: Chapter 11 - Chapter 20
57 Chapters
Bab 10: Ritual Kekuatan Magis
Pukul lima sore, latihan telah usai. Ditambah dua jam latihan menciptakan rasa kantuk dan capek yang luar biasa. Namun, Hans tetap harus melakukan ritual untuk mendapatkan kekuatannya.Disanalah, tepatnya di gua selatan. Ia segera memacukan kudanya, berangsek pergi ke arah selatan. Entah apa yang menarik dirinya untuk harus segera kesana, walau sepatutnya ritual tersebut terjadi saat mendekati tengah malam.Satu jam berlalu. Ia tiba di sebuah gua selatan Kerajaan Theligonia. Gua itu terlindungi rimbunan pohon yang rindang. Hutan buatan. Hutan yang sengaja dibuat oleh klan manusia untuk melindungi apa yang di dalam gua. Bahkan gua juga merupakan buatan tangan manusia dari batu pertambangan.Langit berubah menjadi warna menjadi abu-abu. Perlahan rintik hujan mulai menghujam tanah saat kuda telah diikatkan pada sebatang pohon dekat dengan mulut gua.“Semoga saja Steve segera menemukan jalan yang paling aman ke hutan terlarang.”Hans segera
Read more
Bab 11: Menuju Hutan Terlarang
“Apakah kau benar mengenai ini? Ini seperti jalan jebakan. Tak ada yang mau lewat sini,”ujar Steve pada Sylas. “Tentu saja para peri tidak bodoh. Tak mungkin mereka akan memasang sebuah gerbang emas supaya manusia bisa masuk ke dalamnya dengan gampang, yang menampakkan jalan setapak di dalamnya.” “Yah memang tidak mungkin juga.” “Apa kau tahu? Hutan terlarang dibuat seperti labirin rumit. Konon, katanya tidak ada seorang pun yang bisa keluar hidup-hidup dari sana, kecuali jika ia memiliki hati yang baik dan tidak bermaksud jahat.” “Apa? Astaga. Bagaimana kalau kita terjebak di dalam sana dan tak akan pernah kembali? Aku tidak mau mati muda, Sylas.” “Aku sudah menunjukkan jalannya padamu. Sekarang pergilah, beritahu Pangeran Hans apa yang kau temukan. Jangan bilang kalau aku yang membantumu.” “Kau tidak ikut dalam misi kan? Karena Pangeran melarangmu.” “Memangnya aku akan gentar dengan pernyataan tolakan dari Pangeran. Tentu saja tidak. Tapi aku akan mengawasi kalian dari jauh. K
Read more
Bab 12: Masuk Hutan Terlarang
Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.Putri Rhea tumbuh besar menjadi seorang Putri Rusa yang anggun dan cantik. Berita tentang kecantikannya menyebar luas ke seluruh penjuru Kerajaan Peri. Ia memiliki kulit seputih salju, bibir semerah buah delima, dan rambut abu-abu yang terurai panjang sepinggang. Ialah Rhea Liseira Mhenta, cucu kelima dari putri ketiga Raja Perseus.Siang hari yang terik menyinari Kerajaan Aphrodite, Kerajaan Peri. Hanya hutan belantara yang terasa sejuk bagi Putri Rhea. Sejuk untuk bisa merasakan nikmatnya siang hari dan lebih tepatnya bersandar pada dahan pohon tertinggi, pohon favoritnya. Dari sana ia bisa mengamati kegiatan manusia yang sedang berada di hutan manusia tentunya. Terlihat beberapa penebang kayu sibuk menebang kayu. “Manusia tidak bisa melakukan apapun tanpa alat. Sama sekali lemah dan tidak memiliki kekuatan. Bagaimana mereka bisa menjadi seorang pengkhianat di Kerajaan Peri?” gumam Rhea.“Put
Read more
Bab 13: Biarkan Saya Membantu?
“Pangeran, apa yang harus kita lakukan? Aku tidak mau mati disini.” Steve telah bangun. Mendapati dirinya terikat di batang pohon saja bisa membuatnya histeris bukan kepalang.“Steve, janganlah cengeng. Bagaimana seorang pengawal bisa secengek ini? Aku juga sedang berpikir. Yang penting kau jangan bergerak atau ular itu akan menerkammu.”Ikatan akar pohon yang melilit mereka sangat kuat. Bahkan setiap kali mereka bergerak, akar itu akan semakin kuat melilit mereka, sedang mata ular terus menatap tajam ke mereka. Satu ular di Hans dan satu ular di Steve.“Ayolah! Kami tidak bermaksud jahat wahai pohon. Kami berjanji tidak akan mengganggu siapapun disini.”“Pangeran, Pangeran sedang mengobrol dengan pohon?” tanya Steve.Tanpa ada hasil, Hans memanggil Sylas.“Sylas, aku tahu kamu sedang bersembunyi. Keluarlah dari tempat persembunyianmu.”“Oho..Ternyata Pangeran tahu aku
Read more
Bab 14: Grasak Grusuk
Grasak grusuk grasakSepanjang perjalanan tak terhindar dari semak belukar. Semakin lama semak itu akan terus meninggi. Setiap kali diinjak. Lagi dan lagi. Hans terus berusaha jalan lurus-esok lusa untuk kemudian ia menyesalinya.“Shera, manusia itu bebal sekali. Teman-temannya saja sudah pulang. Mengapa ia malah cari mati?” Si kelinci dan si angsa memantau dari balik semak-semak. Mengawasi Hans dari jarak jauh.“Hmm. Sekarang itu bukan menjadi buah pikiranku. Yang sekarang aku pikirkan adalah tadi Putri Rhea melepas ikatan untuk para manusia itu. Lalu, ia bersedih kembali.”“Biasa lah. Kamu kayak nggak tahu Putri aja. Pasti Putri tak tega mereka diikat kayak gitu. Apalagi coba kamu lihat, mereka hampir saja mau memotong pohon. Bayangkan coba?”Hans menoleh sesaat.“Pearl, pelankan suaramu! Kamu mau kita ketahuan sama dia.”“Tenang. Tadi pagi saja ia pingsan karena melihat
Read more
Bab 15: Semerah Buah Delima
“Rhea, benarkah itu? Bisakah kamu jelaskan lebih detail?” Marsha bertanya penuh antusias. Peluh dingin telah membasahi bawah hidungnya.Aargh...Rhea mengeram. Dengan telapak tangan kirinya ia menekan tengah-tengah dadanya agak sedikit ke kiri. Jantungnya sakit kembali. Kali ini lebih parah, seperti jarum pentul sedang menusuk-nusuknya disana.“Putri Rhea? Putri Rhea kenapa? Putri sakit?” Shera bertanya cemas. Dengan sigap ia berlutut.“Putri, Putri. Janganlah meninggalkan kami. Apa yang sakit? Bisakah kita ke tabib sekarang?” Pearl ikut menimpali.“Ayo, aku temani ke tabib, Rhea!” Marsha menawari.Marsha hampir saja sudah akan mengangkat salah satu lengan Rhea sebelum Rhea mengatakan sesuatu.“Aku tidak apa-apa. Sakit ini hanya sementara. Mungkin hanya karena aku syok. Sekarang kita urus manusia itu. Shera dan Pearl temani aku.” Rhea berdiri. Kemudian menoleh pada M
Read more
Bab 16: Bibir Buah Delima
Cahaya rembulan menerpa ke sebuah kursi panjang kayu hitam. Terdapat dua orang dari klan berbeda sedang duduk terdiam membisu. Satunya di ujung kursi sebelah kiri, satunya di ujung kursi sebelah kanan.Sepuluh menit–lima belas menit mereka terdiam membisu. Membungkus rasa rindu di hati seorang, sedang yang lain rasa rindu itu telah terbawa angin sejak perpisahaan sepuluh tahun yang lalu.“Kamu mau kita diam terus kak Hans?” tegur salah satunya membuka pembicaraan.“Sungguh indah pemandangan Kerajaan Aphrodite dari atas bukit ini Rhea!”“Jika kamu bicara ngelantur terus, aku akan benar-benar meninggalkanmu disini.”“Ayolah Rhea, janganlah kaku padaku. Sepuluh tahun. Sudah sepuluh tahun sejak kita bertemu dulu. Tidakkah kau rindu padaku?” Hans memutarkan tubuhnya ke kiri. Memandang tiap lekuk wajah Rhea. Begitu putih dengan hidungnya yang mancung. Lekuk pinggang yang begitu indah dengan kaki berje
Read more
Bab 17: Malam Penuh Kabut
Langit malam penuh kabut. Sebentar lagi akan hujan.“Mengapa Rhea begitu lama?” Marsha berjalan di lapangan. Mondar-mandir. Mulutnya komat-kamit. “Aku harap tidak terjadi apa-apa, tetapi apakah aku perlu menyusulnya?”“Kamu ingin menyusul siapa?” sebuah suara pria terdengar begitu berat dari arah belakang telinganya. Marsha berdiri kaku sesaat. Sebelum ia memutuskan untuk memutarkan tubuhnya perlahan ke arah suara di belakangnya.“Apa kak? Tadi bilang apa ya?” jawabnya dengan senyum–dipaksakan.“Kamu ingin menyusul siapa?” Hans bertanya lagi.“Menyusul siapa? Aku tidak bilang itu.” Marsha berkelit dan kemudian berjalan ke arah kediamannya, “Aku bilang ... menyusui ... peri sapi ... apakah aku perlu menyaksikan peri sapi menyusui anak-anaknya besok?”“Itupun kamu khawatirkan. Tenang saja. Peri sapi pasti akan mempersiapkan semuanya. Oh ya,
Read more
Bab 18: Selamat Datang di Penginapan!
“Dua hari yang lalu, secara tidak sengaja aku melihat beberapa penebang pohon yang berperilaku aneh.”“Aneh bagaimana Marsha?” Rhea membetulkan posisi duduknya. Topik kali ini tentu saja lebih menarik perhatiannya dibandingkan dengan membahas Pangeran manusia itu.Langit malam gelap temaram. Hujan deras membumi.“Waktu itu aku iseng bermain ke dalam hutan selatan. Berlari-lari dalam wujud rubahku. Tentu saja tak seru jika aku tidak mengintip para pekerja manusia itu. Semuanya berjalan normal. Pohon-pohon ditebang dengan kapak. Namun, ada para pekerja yang menepuk-nepuk pohon. Lantas, di pohon itu tertempel suatu benda hitam dengan cahaya merah menyalak di dalam kaca benda hitam itu. Sebelumnya aku belum pernah melihatnya.”“Hmm, benda hitam, cahaya merah dan menempel di pohon.” Rhea mengusap jari telunjuknya dan jempol ke dagu. Ia berpikir keras. Lalu, terbesit pikiran bahwa benda itu sepertinya tid
Read more
Bab 19: Hans, Peri Kura-Kura
Penginapan peri gajah tidak terlalu besar. Bahkan bisa dibilang tak semewah gedung pencakar langit di Kerajaan Theligonia. Gedung dengan tiga lantai itu memiliki sekitar sepuluh kamar di tiap lantainya. Iya, memang dari depan penginapan ini lebih nampak seperti rumah susun. Namun, pada saat Hans tiba di kamarnya, lantai tiga, kamar nomor 21. Ornamen mewah menjamu matanya. Ini lebih dari sekedar rumah susun, melainkan apartemen mewah.Kedua bola matanya menyapu habis setiap ruang. Di sisi kanan ruangan terdapat ruang tamu kecil dengan sofa empuk serta TV berukuran sedang. Di belakangnya terdapat partisi yang memisahkan ruang tamu dan dapur. Dapurnya kecil namun sangat lengkap. Tidak seperti di Kerajaan Theligonia yang dimana perabotan rumah tangga terbuat dari emas. Disini, di penginapan ini menggunakan seperti gabungan dari ranting pohon dengan daun yang ditempa menjadi satu. Hampir semua perabotannya terbuat dengan bahan yang sama, kecuali busa untuk tempat tidur dan sofa. S
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status