Semua Bab RENATA DAN SAMUDERA BIRU: Bab 11 - Bab 20
111 Bab
11. Takdir Dan Penawaran
Bulan membulat sempurna. Sinarnya terlihat berkali lipat lebih terang. Bintang-bintang rasi tak mau kalah, mereka berpijaran, mengerlip pada wanita luar biasa cantik yang bersila di atas daun lotus raksasa, tepat di tengah kolam berair sejernih kaca.Cahaya putih kebiruan keluar dari tubuh wanita itu. Membumbung ke angkasa, berputar sebentar lalu melesat ke arah seorang anak perempuan yang tertidur dalam gendongan lelaki gagah yang berdiri di tepi kolam.Semua yang hadir terhenyak. Kuncup bunga mendadak bermekaran, kupu-kupu warna warni berdatangan dan bau harum semerbak dilarikan angin ke berbagai penjuru.Wanita di atas daun lotus menghentak lembut ujung kaki, melayang indah menuju tepi kolam. Semua orang menjura, memberi jalan. Dengan anggun wanita itu mendekati anak perempuan yang dilingkupi cahaya. Menyentuh lembut ruang di antara kedua alisnya.Secara perlahan cahaya itu masuk ke dalam tubuh si anak seiring bau harum yang juga menghilan
Baca selengkapnya
12. Keris Wasthu Chandraka
Renata merasakan tubuhnya gemetar. Meski diucapkan dengan nada santai tapi kalimat Samudera Biru sarat akan ancaman. Gadis itu menarik napas dalam sebelum akhirnya menatap tajam lelaki di depannya. “Kau sangat mengagumkan, Pangeran.” Samudera Biru mengedikkan bahu, balas menatap mata Renata yang berkilat sinis. “Jadi?” “Aku setuju.” “Gadis pintar.” Lelaki itu mengacak rambut Renata “Aku bukan anak kecil,” tepis gadis itu, menyingkirkan lengan Samudera Biru. “Ah, aku lupa kau sudah tumbuh menjadi gadis yang seksi.” “Memangnya kau tahu masa kecilku?” dengus Renata. Samudera Biru mengangguk, membuat mata Renata menyipit serius. “Benarkah? Apa kita pernah bertemu?” “Menurutmu?” “Aku harap tidak.” “Kenapa?” “Karena kau itu rubah jantan yang licik.” “Rubah? Aku peri.” “Terserah, bagiku kau itu rubah licik.” Samudera Biru tertawa lalu menjentikan jari, men
Baca selengkapnya
13. Iblis Kali Maya
Harapan menyala di mata  Renata. Bertemu dengan orang, bukan, peri yang mengenal ayahnya adalah sebuah kemajuan besar dalam pencariannya yang terasa mustahil.“A ... anda tahu di mana ayah saya?”“Tidak, kami terakhir bertemu sekitar sembilan belas tahun lalu, di tempat ini.”Nyala itu memudar menjadi muram. Mengusik hati lelaki berparas indah di depannya.“Jangan khawatir, dalam waktu dekat aku akan mencari tahu, hem?”Renata mengangkat wajah, menemukan manik mata Samudera Biru yang setenang telaga. Sesaat ia tenggelam di sana seperti musafir tersesat.“Terima kasih,” hanya itu yang mampu diucapkan Renata. Ia menunduk, mengundang secuil senyum makhluk di depannya.“Pangeran, apa yang akan Anda lakukan pada iblis Kali Maya?” tanya Panglima Kuning.“Aku akan menghancurkannya.”“Bukankah itu akan sulit karena dia pernah mencuri sedikit darah
Baca selengkapnya
14. Ikut Aku Atau Mati
“Rena ... Renaa ... Renataa.” Mata gadis cantik itu terbuka perlahan. Sayup-sayup seseorang memanggil namanya. Semakin lama semakin jelas dan ia mengenali sebagai suara Singgih Wirayudha, ayahnya. “Ayah?” gadis itu berdiri, mendatangi sumber suara. “Ya, Rena. Kemarilah, Nak.” Renata berjalan menuju lantai bawah dengan perlahan. “Ayah di mana?” “Ayah di sini. Kemarilah,” suara itu kembali terdengar. Renata membuka pintu dan menggeser rolling door. Selangkah lagi kakinya akan melewati pintu tiba-tiba suara Samudera Biru bergaung di kepalanya. “Jangan pernah keluar, Renata!” Ia tertegun, menarik kakinya kembali. Namun, sosok Singgih Wirayudha menjelma. Ia tersenyum dan melambai. Membuat Renata terpaku oleh ribuan rasa yang berdatangan tanpa diminta, mereka berkomplot mengabaikan suara Samudera Biru. “Aa ... Ayah,” ucapnya terbata, tanpa sadar melewati dinding pelindung. Singgih Wirayudha kembali ter
Baca selengkapnya
15. Racun Phoenix Api
Samudera Biru menempatkan Renata di atas meja pipih terbuat dari batu giok hijau muda yang dingin. “Pukk!! Pukk!! Pukk!!" Hei, bangun!!!”   Renata mengerang, tubuhnya terasa kosong, seolah seluruh energinya terhisap oleh sesuatu yang tak terlihat. “Apa?” tanya gadis itu nyaris tak terdengar. “Buka matamu.” “Hem.” Kinara mengangkat sedikit kelopak, mati-matian bertahan agar tidak jatuh dan menutup kembali. “Tahan sebentar, ini cukup menyakitkan.”  Samudera Biru memegang ujung jarum,  lalu menarik dalam satu gerakan kuat. “Arrghh!!” Jeritan Renata dipantulkan dinding-dinding batu. Nyeri teramat hebat mendera, seperti sesuatu yang berakar dicabut paksa dari bahunya. Bagaimana tidak, ujung jarum itu ternyata terpecah menjadi enam bilah sangat tipis dengan ujung menekuk  seperti jangkar. Daya cengkeramnya tidak main-main, sejumput daging ikut tercabut keluar. Darah mengalir
Baca selengkapnya
16. Mulai Berlatih
Renata membuka mata perlahan. Merasakan dingin batu giok mencucuk hingga jauh ke dalam kulit, daging dan tulangnya.Tak ada lagi rasa panas membara, hanya tersisa rasa ringan yang aneh. Seolah seluruh tubuhnya hanya berisi partikel-partikel kecil yang melayang di udara.“Kau sudah bangun?”Satu suara mengalun membuat Renata seketika terjaga penuh. Di depannya Samudera Biru tampak sedang membaca buku tua dengan kaki terlipat.“Ini jam berapa?” tanya Renata sambil mengusap wajah.“Jam satu siang.”“Astaga, aku harus membuka toko,” ucapnya panik.Samudera Biru menurunkan buku. Memandang penuh geli.“Setelah melewati fase antara hidup dan mati hal pertama yang terlintas di kepalamu adalah membuka toko? Ck, kau luar biasa.”“Tentu saja, toko itu seperti penyambung nyawaku. Dari sana aku bisa bertahan hidup,” sahut Renata sambil beringsut. Namun kembali me
Baca selengkapnya
17. Semakin Manis, Semakin Harum
Renata berjalan tertatih sambil menepuk bagian dress yang kotor. Wajahnya menekuk, menatap frustasi pada lutut dan siku yang tergores cukup lebar. Bekasnya  pasti tidak sedap dipandang mata.Samudera Biru sangat keterlaluan. Ia baru saja selamat dari racun tapi sudah diserang secara brutal.“Latihan macam apa itu? Bilang saja mau menindasku, huh! Dasar rubah licik tak berperasaan!” umpat Renata sambil meniup luka di telapak tangannya.“Bugh! Aww!!”Karena terlalu fokus Renata menabrak sesuatu yang lebar, keras dan wangi.“Aish, sialnya,” keluh gadis itu sambil menyentuh kening yang berdenyut.Renata mengangkat kepala,  menemukan kaus putih dan jas kasual biru laut menggantung sempurna di satu dada kokoh. Ia menelusur, terhenti di paras rupawan dengan bibir semerah kelopak mawar dan mata sejernih kristal.Sungguh keindahan yang bisa meruntuhkan akal sehat, membuat bodoh dan linglung penatap
Baca selengkapnya
18. Hanya Akan Menikahimu
Renata menghambur, memeluk tubuh lemas Shiny. Menepuk-nepuk wajahnya yang sudah kembali ke wujud aslinya dengan panik. “Astaga, ada apa denganmu? Hei, bangun, jangan menakutiku, Shiny.” “Aroma lotusmu membuat dia kehilangan kontrol.” Renata menoleh, menatap Samudera Biru yang berjalan mendekat. “Apa separah itu efeknya?” Renata menyeka darah Shiny dengan ujung dress. “Untuk makhluk berkekuatan rendah seperti dia itu sangat menyiksa. Instingnya dengan mudah mengambil alih kesadarannya.” “Apa tidak ada cara untuk  menghilangkan aroma lotusku?” “Ada.” “Bagaimana caranya?” “Nanti kau akan tahu, sekarang kemasi barang-barangmu dulu.” “Tapi Shiny?” “Jangan khawatir, dia hanya mengalami luka dalam ringan.” Muntah darah dan tak sadarkan diri dianggap luka dalam ringan? Renata ingin memaki namun tatapan dingin Samudera Biru membuatnya terpaksa menelan kekesalannya dalam hati.
Baca selengkapnya
19. Pertempuran Pertama
Renata menyalakan senter ponsel gemetar. Keringatnya menetes dari setiap pori-pori, sangat kontras dengan udara dingin di bukit.Saat cahaya menyentuh gulita ia nyaris melompat, sekelilingnya penuh oleh berbagai makhluk mengerikan.Meski terbiasa melihat makhluk alam lain tetap saja kali ini terasa berbeda, terlalu banyak, terlalu menekan energinya.Makhluk-makhluk itu mengendus, membaui aroma lotus. Mata mereka persis seperti mata Shiny tadi, buas dan haus.“Ibu, apa perisaimu bisa menahan mereka semua
Baca selengkapnya
20. Hanya Milikku
Mata Renata membeliak. Dadanya teramat sakit dan pengap.Pandangannya perlahan menggelap dan pikirannya yang melemah menampilkan beberapa wajah secara samar-samar. Ibu, ayah, Shiny dan Samudera Biru.Ironis, bahkan disaat terakhir ia masih mengingat wajah keparat yang menyodorkannya pada kematian.Dasar hati sialan!“Crashh!!!”Suara daging terpotong terdengar seiring tubuh yang jatuh ke tanah. Pelan-pelan oksigen kembali mengisi paru-paru bersamaan dengan bau amis cairan hangat yang memerciki wajahnya.“Uhukk!! Uhukk!!”  Renata terbatuk. Pandangannya kembali menerang. Matanya terkunci kaku di punggung kokoh beraroma bebungaan langka.Ada lega yang mengaliri sudut-sudut hati dan ia membenci itu, sungguh.Sementara di depannya Nyai Sangsang Merah menatap nyalang pada wajah rupawan beraura luar biasa. Hatinya terpikat namun rasa sakit membuatnya meradang.“Kurang ajar! Beraninya kau memot
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status