All Chapters of RENATA DAN SAMUDERA BIRU: Chapter 31 - Chapter 40
111 Chapters
31. Satu Rasa
Beberapa hari kemudian, seusai sarapan, Samudera Biru memberi Renata setumpuk kitab.“Banyak sekali,” keluhnya cemberut.“Itu belum seberapa. Katanya ingin cepat sakti?”  Renata berdecak, membuka-buka kitab secara acak lalu menutup kembali tanpa minat.Belakangan ini ia tak bisa tidur nyenyak. Selalu memikirkan keadaan ayahnya.Seribu khawatir bersarang di hatinya seperti kutu. Mengganggu dan gatal. Membuatnya tidak sabar. Terus saja membahas masalah itu di setiap kesempatan, seperti saat ini.“Mm ... Pangeran.”“Hem,” jawab Samudera Biru tanpa mengalihkan fokus dari perkamen yang dibacanya.“Apa kau sudah menemukan cara untuk membebaskan ayahku?”Renata menggigit bibir. Sedikit malu sudah menanyakan hal yang sama berulang kali.Samudera Biru menaruh perkamen dan menatap wajah gelisahnya.“Belum.”“Apa kau tidak bisa
Read more
32. Kecupan Secepat Angin
Renata merasakan napas hangat dan harum menyentuh kulit wajahnya. Seperti Samudera Biru, darahnya pun berdesir dan jantungnya bertalu dengan hebat.  Ia tahu ini salah. Namun rasa mendamba yang kuat membuatnya menjadi linglung. Sejenak lupa jika berbeda alam.Hanya tinggal sedikit lagi bibir mereka akan bertaut tiba-tiba pintu diketuk dari luar.“Yang Mulia, hamba membawa informasi yang Anda minta.”Suara Ratansa dalam sekejap menyentak kesadaran Renata. Menghancurkan atmosfer intim yang tercipta di antara mereka berdua.Renata mendorong Samudera Biru. Sialnya karena terlalu gugup ia menggunakan sedikit energi lotus sehingga peri itu terjengkang menabrak walk in closet, menghasilkan suara berdebam kencang.“Astaga!” seru Renata panik.Meski pada dasarnya kamar itu kedap suara namun telinga sensitif Ratansa masih bisa mendengar keributan di dalam secara sayup-sayup.“Yang Mulia, Anda tidak apa-
Read more
33. Lintang Dan Kenzio Timoer
“Apakah Kenzio Timoer bekerja di sini?”Satu alis Renata terangkat. Menyadari sesuatu.Benar, wajah lelaki ini mirip dengan Ken.“Anda siapa?” tanya Renata dengan mata menyipit.Meski mereka mirip Renata tak ingin gegabah. Selama jam kerja maka Ken alias Kenzio Timoer adalah tanggung jawabnya.“Ah, maaf. Perkenalkan saya Lintang Timoer, Kakak Kenzio.” Lelaki itu mengulurkan lengan.Ken punya kakak sekaya ini?Rasanya Renata sedikit tidak percaya, mengingat anak itu selalu bersikap seperti anak kekurangan materi. Ia tak ragu membungkus pulang sisa makanan yang Renata beli dan tak pernah menolak uang jajan pemberiannya yang tak seberapa.Apa dia kabur dari rumah?Renata mengerjap. Menyimpan sementara pikirannya. Menyambut tangan yang terasa sangat lembut seperti tangan bayi.“Saya Renata,” balas Renata lalu buru-buru menarik kembali lengannya, sedikit malu oleh telapak
Read more
34. Rival
Hampir seminggu Lintang Timoer datang ke toko untuk membujuk Ken agar mau pulang ke rumahnya.Selama itu pula ia selalu membawakan makanan dan minuman kecil untuk Renata.Sang gadis sudah menolak sejak awal namun tak didengar sama sekali.Dan Lintang Timoer adalah lelaki  supel. Dalam waktu singkat  mampu membuat Renata merasa terbiasa dengan kehadirannya. Bahkan Shiny begitu memujanya sebagai si tampan yang low profile.Seandainya gadis dedemit itu tidak sedang sibuk belajar gerakan Lalisa Dance di atap, niscaya ia akan mengekori Lintang Timoer seperti anak ayam bertemu bapaknya.“Nona Renata, terima kasih sudah menjaga Kenzio,” ucap Lintang Timoer membuka percakapan disela menunggu kedatangan Ken.“Aku tidak melakukan apa-apa. Dia menjaga dirinya sendiri dengan baik, Tuan Lintang,” sahut Renata diplomatis, karena faktanya ia memang tak melakukan apa pun untuk Ken selain berusaha menjadi bos yang baik.
Read more
35. Swiss
Rubicon putih yang dikendarai Samudera Biru melaju di jalan Raya dengan kecepatan sedang. Di sebelahnya Renata duduk sambil memainkan gawai.“Kau berdandan untuk siapa?”Renata menoleh, menatap wajah tampan yang melontarkan pertanyaan.“Untuk diriku sendiri.”“Bukan untuk lelaki bermarga Timoer itu?”“Tentu saja bukan, memangnya dia siapa sampai aku harus berdandan untuknya?”Samudera Biru mengulum senyum. Sangat puas dengan jawaban Renata yang terdengar sedikit ketus.“Apa untukku?”Mata Renata berputar. Sebal dengan kenarsisan peri itu.“Anggap saja begitu,” sahutnya malas berdebat.Samudera Biru terkekeh.“Kita akan ke mana?” tanya Renata setelah terjeda sepi sejenak.“Ke luar negeri.”“Kau serius?  Aku tidak bawa paspor.”“Itu tidak diperlukan.”“
Read more
36. Itu Aku
Hampir lima jam Renata bermeditasi. Saat ia diperintah membuka mata hari sudah beranjak gelap. Namun Sinar puluhan lampion yang digantung Samudera Biru di ranting pohon membuat keadaan menjadi terang dan  eksotis.Renata yang merasakan dirinya penuh energi berinisiatif mengangkat benda kecil di sekitarnya. Mengubah dan menggerakkan sesuka hati tanpa kesulitan.Samudera Biru tersenyum puas. Melontarkan batu dan bongkahan air untuk memecah konsentrasi, namun  sigap ditangkis Renata menggunakan media yang sama.“Kau berhasil, sayang.” Samudera Biru mengulurkan tangan, hendak memeluk. “Karena sudah berhasil maka Yang Mulia tolong jangan terus menguji,” pinta Renata kaku seraya mundur teratur.Samudera Biru menarik kembali lengannya, menatap wajah acuh tak acuh itu lekat.“Kau marah?” tanyanya lembut.Renata menggeleng. “Apa jalang sepertiku berhak marah pada seorang pangeran peri s
Read more
37. Lelaki Yang Seperti Sungai
 “Bekal?”Alis indah Renata bertaut.“Hem, aku akan pulang ke kerajaanku.”“Kapan?”“Sebentar lagi.”“Oh,” Renata menggumam, rasa tak rela yang terselip jelas membuat Samudera Biru mengelus kepalanya.“Ada beberapa informasi terkait ayahmu. Aku pulang untuk menyelidikinya.”“Bisakah aku ikut?”“Tidak sekarang. Tunggu sampai aku mengetahui situasinya dengan baik.”Renata mendesah kecewa. Samudera Biru tersenyum, ia mengeluarkan sebuah buku kecil berwarna emas dari dalam penyimpanan kasat matanya.“Buku ini adalah salah satu catatan ibuku. Berisi cara-cara dia bersinergi dengan jiwa lotus yang ada di dalam dirinya. Selama aku pergi pelajari ini.”Renata mengangguk. Menerima buku yang disodorkan Samudera Biru.“Baiklah, aku harus segera pergi, Rama sudah terlalu lama menunggu.&r
Read more
38. Para Begundal
Baru beberapa menit meninggalkan kafe, Bentley yang ditumpangi Renata mendadak oleng dan hampir menabrak pembatas jalan.“Ada apa pak?” tanya Renata pada sopir yang sudah turun lebih dulu.“Bannya pecah, Nona. Saya akan menelpon ke mansion  untuk meminta mobil baru.”“Tidak usah, saya tunggu sampai bapak selesai mengganti ban saja,” tolak Renata.“Itu akan membutuhkan waktu cukup lama, Nona.”“Saya pesan taksi online saja kalau begitu,” Renata kembali menolak sambil mengeluarkan ponsel.“Tapi Tuan Lucas meminta saya untuk tidak membiarkan Nona naik kendaraan umum.”“Tidak apa-apa, saya yang akan bertanggung jawab pada Tuan Lucas.”Sopir itu tampak keberatan namun Renata tersenyum meyakinkan.Tak lama taksi yang dipesan Renata datang. Sebelum pergi ia meminta maaf pada sopir karena meninggalkannya sendirian.Taksi melaju membel
Read more
39. Penjual Jiwa
Suara peluru mengoyak daging terdengar begitu jelas membuat semua orang terpaku.Sopir taksi berdiri menyeringai sambil memegang pistol. Dengan brutal kembali menembakkan peluru berulang kali.Kejadian itu terlalu cepat hingga Renata yang masih shock tak mampu berpikir kritis.Sesaat lagi timah panas akan kembali menembus tubuh Lintang Timoer tiba-tiba angin dingin menerpa. Seluruh peluru luruh ke tanah sementara sang sopir taksi terjungkal keras, muntah darah kemudian pingsan.Di depan Renata berdiri Ratansa dengan wujud perinya.“Anda tidak apa-apa, Nona?” tanyanya datar.“Aku tidak apa-apa. Dia tertembak, kita harus membawanya ke rumah sakit,” sahut Renata panik karena Lintang Timoer mulai kehilangan kesadaran.“Baik, Nona.” Rei, asisten Lintang Timoer menjawab. Berpikir jika Renata tengah berbicara padanya.Renata hanya mengangguk, tak ingin meluruskan dengan siapa ia bicara. Mereka berge
Read more
40. Serangan
Renata menyibak selimut ketika lapat-lapat telinganya mendengar suara perkelahian.Ia beringsut turun, meraih jubah tidur kemudian beranjak menuju balkon.Matanya terbelalak ketika melihat pertempuran  antara peri penjaga melawan puluhan penjual jiwa berpenampilan serupa dengan mata hitamnya yang mencolok.Dari sekian banyak penjual jiwa ada satu yang menarik perhatian Renata, yaitu sosok yang mengenakan coat panjang bertudung dengan topeng kayu tipis.Sosok itu tengah berhadapan dengan Ratansa. Mereka tampak bertarung dengan begitu sengit dan seimbang.“Jiwa lotus!” salah satu penjual jiwa yang menyadari kemunculan Renata berteriak membuat kawanannya kompak menoleh ke arah balkon.Bunyi geraman terdengar susul menyusul. Beberapa penjual jiwa melayang menuju balkon namun terpental karena menabrak dinding pelindung.Mereka kembali menggeram keras dengan geraman yang mirip binatang buas.“Nona Renata, menja
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status