All Chapters of Bercinta Denganmu: Chapter 61 - Chapter 70
111 Chapters
61. Waspada
Pandu duduk si sofa ruang tengah apartemen Anggi, dia menunggu Anggi dan Wulan pulang dari swalayan siang itu. Tiga hari sudah lelaki itu berada di Singapura, berbagai macam ide bersemayam di benaknya jika dia pulang nanti ke Indonesia. Mulai dari menemui kedua orang tuanya hingga acara lamaran resmi yang akan dia lakukan di Pulau Bali nanti. Tiga kali bel berbunyi, namun lamunan Pandu sepertinya masih merajai benaknya. Hingga ketukan di pintu bertubi-tubi menyadarkan lelaki itu akan lamunannya. "Mas, kemana aja?" tanya Anggi saat Pandu membuka pintu apartemen itu. "Lagi di kamar mandi, sini aku bawain ... Pandu bantu, Tante," ujar Pandu meraih paper bag berisi sayuran, roti dan barang belanjaan lainnya. "Malam ini, kita makan malam di rumah aja ya, Tabte masakin kalian masakan spesial, nanti Anggi telpon Kak Shesa suruh mereka kesini," ujar Wulan. Pukul tujuh malam, Shesa dan Alvin sudah berada di apartemen Anggi. Hidangan yang di buat oleh W
Read more
62. Fly Me To The Moon
"Mama dimana?" tanya Pandu pada Anggi yang sedang membereskan piring-piring bersih untuk di letakkan kembali pada rak.   "Ikut Kak Shesa sama Mas Alvin, mau liat Singapura di waktu malam," jawab Anggi.   "Berarti ada kesempatan buat kita berdua," ujar Pandu memeluk Anggi dari belakang.   "Mending bantuin aku naruh piring-piring ini ke sana," ujar Anggi menunjuk sudut meja dapur agar Pandu membantunya.   "Kalo aku nggak mau gimana?" tanya Pandu mengeratkan pelukannya.   Tangan lelaki itu sudah dengan mudahnya menyelusup masuk ke dalam pakaian Anggi. Gadis yang hanya memakai summer dress sebatas dengkul itu kita sedang menikmati cumbuan kekasihnya yang menelusuri leher jenjang miliknya.   "Lusa aku pulang, kamu nggak mau kita melakukan sesuatu?" lirih Pandu memutar tubuh Anggi menghadap padanya.   Berkali-kali Anggi menciumi bibir kekasihny
Read more
63. Kembalinya Soraya
"Fly me too the moon, Mas," desah Anggi saat keintiman mereka mulai merajai satu dengan yang lainnya. "Aku bakal pelan-pelan," ujar Pandu menatap lembut netra Anggi lalu melumat kembali bibir gadis itu. Pandu menyusuri leher jenjang milik Anggi, mengecupinya tanpa ada sela. Anggi bergerak semakin tak beraturan, tubuhnya meremang kala pijatan tangan Pandu berada di atas dadanya. Mata mereka sama-sama sendu, sama-sama mendambakan rasa ingin saling memiliki. Pandu menciumi setiap lekuk tubuh gadis itu, turun ke bawah mendaratkan ciuman tepat di atas perut gadis itu. Pandu menghentikan sejenak kegiatannya, kembali dia pandangi wajah kekasihnya yang sudah memerah, merona. Tangan Anggi mencengkeram lengan kokoh milik Pandu itu perlahan semakin erat. Matanya terpejam dengan bibir bawah yang Anggi gigit seakan menahan pertahanan inti tubuhnya. Perasaan takut tapi ingin bercampur menjadi satu. Lirih halus suara gadis itu seperti alunan musik yang terde
Read more
64. Lebih Keras Lagi
"Pagi Ma, Pa," sapa Pandu yang masih mengenakan setelan celana pendek dan kaos oblongnyo.  Lelaki berumur 30 tahun itu masih berdiri di satu anak tangga saat mendapati kedua orangtuanya sedang berbincang di ruang makan pagi itu. "Papa nggak dengar kamu pulang," ujar Budiman. "Sampe jam 10 tadi malam, aku langsung masuk ke kamar. Mama sehat?" tanyanya mencium pucuk kepala ibu sambungnya itu. "Sehat," ujar Paula memberikan satu sendok nasi goreng pada piring di hadapan Pandu. "Pake telur?" tanyanya pada anak tiri kesayangannya. Pandu hanya mengangguk, mendapatkan perlakuan yang adil sedari kecil dari Paula membuatnya sangat menyayangi wanita itu. Paula selalu memberikan yang terbaik untuk kedua anaknya, termasuk jodoh. Sayangnya, jodoh yang Paula berikan saat itu malah membuat Pandu sempat pergi meninggalkan mereka. "Gimana usaha kamu?" tanya Budiman. "So far so good, Pa ... masih tiga cabang, itu juga aku masih butuh banyak
Read more
65. Mertua Idaman
"Ma, sop iga nya udah selesai," ujar Shesa sore itu di dapur. Paula yang baru saja kembali dari kamarnya segera menghampiri Shesa. "Ya udah nanti biar si bibik yang menghidangkan di meja makan," kata Paula pada menantunya itu. "Shesa bangunin Alvin dulu ya, Ma," ujar Shesa dijawab dengan anggukan Paula. Semenjak pulang dari Singapura empat hari yang lalu, Paula meminta mereka sementara tinggal di rumahnya. Kebetulan saja Budiman sedang mengadakan perjalanan keluar negeri, jadi Paula ada alasan meminta Alvin dan istrinya untuk menemaninya. Pintu kamar itu Shesa buka perlahan, Alvin masih terbaring di ranjang dengan selimut yang membalut tubuhnya. Pelan Shesa menaiki tempat tidur itu, memainkan anak-anak rambut suaminya. "Sayang, bangun yuk," bisik Shesa di telinga Alvin, lalu dia memberikan kecupan di pipi suaminya. Alvin menggeliat, meregangkan otot-otot tubuhnya lalu memeluk Shesa yang berada di sampingnya. "Kenapa bar
Read more
66. Kamu Seksi
"Mertua idaman," sahut suara yang datang dari belakang tubuh Paula. "Oh hai ... mantan calon mantu," balas Paula santai. "Terimakasih sudah datang ke acara ini," ujarnya lagi sambil tersenyum. "Tante, apa kabar? sepertinya sedang bahagia-bahagianya ya," sindir Soraya. "Ya seperti ini lah, kalo melihat keluarga bahagia sudah pasti Tante ikut bahagia. Kamu lihat ... ini," tunjuk Paula pada sisi ekor matanya, "sudah gak ada kerutan, ternyata perawatan mahal bisa kita kalahkan dengan hati yang bahagia," ujar Paula lagi-lagi membalas sindiran Soraya diikuti tawa dari teman-teman sosialita Paula. "Semoga secepatnya dapat momongan ya, Jeng ... biar bahagianya tambah lengkap." Mimik wajah Soraya jelas sekali terlihat kesal, dan dia yakin semua orang tahu isi hatinya saat ini.  Musik mengalun dengan tempo cepat, beberapa peragawati melangkah gemulai di atas catwalk. Satu per satu dari mereka membawakan rancangan desainer terkenal yang di t
Read more
67. Sensasi Yang Berbeda
"Pa ...," sapa Alvin setelah mengetuk pintu ruang kerja Budiman siang itu. "Masuk, Vin," jawab Budiman. "Kita masih menunggu satu orang lagi," ujar Budiman lagi. "Siapa?" tanya Alvin bingung. "Ada apa, Pa?" Ketukan di pintu membuat keduanya menoleh ke asal suara. Windu, sang mantan pengacara melangkah masuk ke dalam ruangan. "Apa kabar, Vin?" Alvin menerima uluran tangan Windu dengan alis mengerut. "Baik, Win ... ada angin apa?" tanya Alvin. "Duduk dulu kalian," ujar Budiman beranjak dari kursi kerjanya bergabung di sofa. "Ada apa, Pa?" Lagi-lagi pertanyaan itu muncul kembali. "Papa minta Windu datang kesini untuk membahas perkara tentang Soraya. Entah kenapa sejak Pandu cerita dia mengunjungi Pandu beberapa waktu lalu, Papa menaruh curiga dengan dia," tutur Budiman. "Sebenarnya Alvin juga menaruh curiga pada Soraya, dan anehnya lagi kenapa saat acara kemarin Papa mengundangnya?"   "Sengaja,
Read more
68. Demam Pagi Hari
Untuk ke sekian kalinya Shesa keluar masuk kamar mandi. Sejak subuh rasa di perutnya tidak enak, entah karena salah makan semalam atau maagnya yang kembali kambuh. Alvin terbangun mendengar suara Shesa samar-samar dari kamar mandi. Lelaki itu beranjak menghampiri Shesa yang duduk lemas di sisi toilet. "Kenapa?" "Nggak tau, kayaknya salah makan atau kebanyakan makan," ujar Shesa memegangi perutnya. "Kan udah aku bilang, kamu makan kebanyakan," ujar Alvin membuka kotak obat di atas meja wastafel. "Sini, aku olesin minyak kayu putih," kata alvij dengan mata yang masih mengantuk. "Besok-besok kalo makan diingat-ingat ya, perut kamu itu nggak bisa langsung masuk makanan yang banyak." Alvin terus berceloteh namun tangannya juga tak berhenti membalurkan minyak itu ke perut dan dada Shesa. "Kamu kayak aki-aki, ngomel mulu," ujar Shesa memencet hidung suaminya itu. "Udah hangat belum?" "Udah ... minyaknya aku pegang aja, mau aku hirup b
Read more
69. Once More
Siang itu setelah dari butiknya, Paula dan Shesa mampir ke salon langganan mereka sekedar untuk memanjakan diri sejenak.  "Sha, udah bilang ke Alvin kalo kita ke salon dulu, kan?" tanya Paula memastikan. "Udah, Ma ... Alvin juga sepertinya pulang agak malam, ada lembur biasalah akhir bulan." "Kemarin demam, malam ini lembur ... kadang Mama heran dengan lelaki-lelaki di rumah, semua sama." "Nggak apa-apa, Ma ... yang pentingkan jelas mereka ada dimana, dan lagi ngapain," ujar Shesa tersenyum menggoda ibu mertuanya. "Kamu minggu depan jadi balik lagi ke rumah kalian?" "Iya, nggak apa-apa kan, Ma ... sudah sebulan di tinggal semenjak dari Singapura." "Ya sudah lah ... mau gimana lagi," kata Paula dengan wajah kecewa. "Ma, jaraknya nggak jauh ... cuma satu kilometer dari rumah rumah Mama," ujar Shesa sambil menikmati pijatan di kepalanya. "Oh ya, katanya Anggi mau pulang akhir bulan ini ke Indonesia? Mama kasih
Read more
70. Es Oyen dan Cilok
Soraya tertidur pulas di lengan Windu yang dia jadikan sebagai bantalan kepalanya, selimut tiis berwarna menutupi tubuh polosnya hingga dada. Bentuk buah dada yang sempurna tercetak dalam balutan selimut itu membuat Windu menggelengkan kepalanya. Hal gila yang harusnya terjadi hanya dalam khayalannya itu ternyata menjadi kenyataan. Setelah perpisahan mereka empat tahun lalu, ini lah untuk kali pertamanya mereka lakukan lagi hal seperti dulu. Windu mengeratkan pelukannya, tangannya yang menyusup ke dalam selimut seakan memberikan kehangatan penuh di tubuh Soraya. Soraya menggeliat ketika tangan Windu berada kembali di atas dadanya. Matanya terbuka perlahan, memandangi wajah Windu yang sudah tersenyum lebih dulu padanya. "Pagi," suara serak Windu membuyarkan lamunan Soraya yang masih terheran-heran mendapati dirinya berada di pelukan Windu. "Tadi malam—" "Iya, kamu yang minta," ujar Windu tersenyum mengusap bibir wanita itu. "Tapi—" "Ngg
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status