All Chapters of Kamu Akan Miskin, Mas!: Chapter 31 - Chapter 40
105 Chapters
Balasan Untuk Kalian!
"Oalah, jadi yang mau dinikahin itu istri kedua?"  "Astaga, Nina berani banget. Salut sama kehebatan dia." "Pasti malu itu. Kasih dulu karung atau apa, biar bisa nugupin malu." Beberapa tertawa sambil menggelengkan kepala melihat semua yang terjadi. Aku melipat kedua tangan di depan dada. Seolah menantang Mas Reno untuk semua ini.  Tayangan video kembali terputar. Masa-masa kamu berdua dan ada foto bayiku juga. Sekarang, Mas Reno malah ingin menikah dengan wanita lain.  "Sebenarnya, dia itu pria miskin yang gak pernah sama sekali kasih nafkah ke saya. Sekarang, sok-sokan mau nikah sama wanita lain?"  Aku menatap wajah Delia yang memerah. Namun, tatapannya juga terhenti ke Bang Tirta. Aku tahu, dia memang mencintai Bang Tirta.  Sejak dulu. Pasti Delia menunggu Bang Tirta sejak dulu, tapi tidak kunjung datang. Akhir
Read more
Kabar Baik Sekaligus Kabar Buruk!
"Surat perjanjian ini, kan, Delia?" teriak Bang Tirta dari jauh.  Aku dan Kafka saling berpandangan, kami kemudian berlari menyusul Bang Tirta. Sementara aku sesekali memperhatikan Mas Reno.  Wajah Mas Reno juga ikutan terkejut.  Ah, ternyata isinya hampir sama dengan surat perjanjianku dulu. Mas Reno sepertinya ingin mempermainkan kami. Aku tersenyum tipis.  Bukan Delia yang salah sebenarnya. Mas Reno. Sudah aku bilang sejak awal kalau dia itu rakus dan tamak.  Terbukti sekarang. Aku menggelengkan kepala. Delia ikut berlari pelan. Dia membaca sebentar surat itu. Kemudian menganggukkan kepala. Benar suratnya dan asli.  Aku tersenyum tipis. Bang Tirta merobeknya. Terdengar seruan Mas Reno.  "Aku membatalkan pernikahan ini!" teriak Delia kencang. Sudah bisa dilihat, kalau dia mencintai Bang Tirta sekali. M
Read more
Sebuah Kejanggalan
"Hah?!"  Ponselku terlepas dari tangan. Aku gemetar menoleh ke Bang Tirta, kemudian ke Kafka. Jantungku berdetak kencang sekali.  Aku menelan ludah, berusaha mencerna kembali. Bang Tirta gemetar mengambil ponsel dari tanganku. Dia kembali berbicara dengan saudara kami.  "Iya. Serius. Kalian kesini sekarang, ya." "Bang, jangan." Kafka langsung menahan Bang Tirta yang hampir saja melempar ponselku.  Kalau tidak ada ponsel itu, kami tidak akan bisa mengetahui info selanjutnya. Aku menutup mulut, masih tidak percaya dengan semua kabar yang aku dengar.  "Ra—Raja." Aku menutupi wajah. Terisak.  "Abang bisa bawa mobil? Biar Kafka aja kalo gak bisa." Bang Tirta mengangguk. Dia tidak tahan mendengar semuanya. Dadaku naik turun, berusaha menahan isak tangis, tapi tidak bisa juga. Akhirnya pec
Read more
Siapa Pelakunya
"Serius?" tanya Bang Tirta dengan kemarahannya.  Aku memilih kening. Dari mana juga Kafka bisa menebak itu semua? Sedikit tidak masuk akal kalau kataku.  "Oke. Mbak gak percaya? Mama sama Papa percaya atau enggak?" tanya Kafka yakin.  Mama dan Papa saling berpandangan, tapi tidak menjawab apa pun. Mereka menunggu penjelasan dari Kafka.  "Bisa Mbak lihat sendiri. Ini masih siang. Sementara Raja sudah mandi tadi pagi. Mandi ala apa seperti ini? Bayi lagi."  "Eh?" Bang Tirta terdengar tidak percaya.  "Masuk akal." Papa menyahut.  "Kita lihat seluruhnya. Meskipun memang bisa dibilang tidak ada keterlibatan sama sekali, tapi ini mengganjal." Kafka membenarkan posisi duduknya. Dia memegang tanganku, menatapku lembut. Adikku itu tersenyum, dia tidka terlihat sedih, tapi dari matanya dia ben
Read more
Reaksi Mas Reno
"Mbak tidur duluan aja," kata Kafka sambil melirikku. Kami sedang mencari berbagai bukti.  "Mau ikut nyari juga." "Nanti sakit." Bang Tirta juga ikut membujukku.  Sementara ini, kami tinggal di rumah Mama dan Papa. Kalau di rumah lama, bisa-bisa kenangan itu kembali terputar. Kenangan bersama Raja.  Aku terdiam. Menatap pakaian bayi yang biasanya dipakai oleh Raja. Maafkan Mama, Nak. Mama gagal menjagamu. Aku menghela napas pelan, menatap Bang Tirta dan Kafka yang sedang sibuk dengan laptop mereka.  Terdengar pintu kamar diketuk. Kami bertiga menoleh, kemudian saling bertatapan.  "Siapa yang ngetik pintu?" tanya Bang Tirta pelan.  "Ini Mama sama Papa. Bukain pintunya!" Kafka mendengkus pelan, dia membuka pintu, mempersilakan Mama dan Papa masuk.  "Kenapa gak dari
Read more
Bukti Pertama
"Gimana, gimana? Drama tadi? Lucu? Maksudnya gimana, Kaf?" tanya Bang Tirta penasaran.  Adikku itu mengangkat bahu. Dia belum memberitahukan lebih lanjut. Orang suruhan Bang Tirta datang, memberikan ponsel.  "Makasih, ya." "Sama-sama, Bang. Saya pergi dulu," katanya sambil menyalami kami bertiga. "Ayo cerita. Kayaknya dari kemarin kamu yang paling cermat di antara kita, Kaf." "Kebawa sama drama tadi? Drama murahan. Bisa kelihatan. Dia gak pintar sebenarnya." "Iya. Jelasin dulu coba. Mbak sama Abang pengen tau." Meskipun Kafka yang paling muda, memang dia yang paling pintar. Aku menatapnya yang terlihat serius, tapi juga terlihat bodo amat.  "Sini ponselnya." Bang Tirta memberikan ponsel untuk merekam tadi pada Kafka. Dia menunjukkan beberapa bagian yang menurutnya aneh. Apalagi pas
Read more
Aku Tidak Akan Pernah Mengampunimu, Mas!
"Oke. Kerja bagus. Kita keluar dari rumah ini sekarang. Kita tunggu hasilnya nanti." Langkah kami terhenti ketika mendengar suara pintu dibuka. Aku menelan ludah, memegangi lengan Kafka.  Bang Tirta buru-buru menarik kami ke dalam sebuah ruangan. Aku tidak mengerti ruangan apa itu.  "Lucu banget." Terdengar suara Rini.  Ini benar-benar masalah besar. Kami terjebak sepertinya di sini. Mana suara mereka terdengar jelas sekali. Kenapa kami tidak sadar kalau mereka sudah kembali? "Silent ponsel kalian," kata Kafka sambik mengeluarkan ponselnya dari saku.  Untung saja ponselku baterainya masih banyak. Aku menggigit jari, bagaimana caranya kami bisa keluar dari sini? "Sesek banget di sini. Gak ada udara masuk apa, ya?" gumam Bang Tirta kesal.  Aku memperhatikan sekitar. Sepertinya ventilasi hanya sa
Read more
Seseorang Tau Rahasia?
"Oke. Kerja bagus. Kita keluar dari rumah ini sekarang. Kita tunggu hasilnya nanti." Langkah kami terhenti ketika mendengar suara pintu dibuka. Aku menelan ludah, memegangi lengan Kafka.  Bang Tirta buru-buru menarik kami ke dalam sebuah ruangan. Aku tidak mengerti ruangan apa itu.  "Lucu banget." Terdengar suara Rini.  Ini benar-benar masalah besar. Kami terjebak sepertinya di sini. Mana suara mereka terdengar jelas sekali. Kenapa kami tidak sadar kalau mereka sudah kembali? "Silent ponsel kalian," kata Kafka sambik mengeluarkan ponselnya dari saku.  Untung saja ponselku baterainya masih banyak. Aku menggigit jari, bagaimana caranya kami bisa keluar dari sini? "Sesek banget di sini. Gak ada udara masuk apa, ya?" gumam Bang Tirta kesal.  Aku memperhatikan sekitar. Sepertinya ventilasi hanya sa
Read more
Rahasia yang Diketahui Rini!
"Hah?!" Aku cukup terkejut dengan perkataan Rini.  Apa dia bilang? Kenapa dia bisa tahu? Aku langsung mengedarkan pandangan. Jangan sampai Mas Reno dan Mamanya itu tau. Ah, tapi kalau Rini tau, mereka juga pasti tau. "Gak perlu khawatir," kata Rini menatap mataku, dia seolah tau apa yang sedang aku khawatirkan.  "Aku gak ngerti apa yang kamu bicarain," kataku sambil beranjak. Setidaknya jangan sampai aku mengatakan sesuatu yang bisa membocorkan rahasia kami.  "Mbak gak perlu takut gitu." Dia menahan lenganku. Membuat langkahku terhenti.  Apa, sih, mau dia? Apa dia mau menguras hartaku lagi agar menutup mulutnya itu? Sungguh, aku paling malas dengan manusia semacam Rini.  "Duduk lagi, Mbak. Atau aku telepon Kak Reno." Baiklah. Aku kembali duduk di kursi.  
Read more
Pria Misterius itu adalah ....
"Dari mana kamu dapat fotonya?" tanya Kafka penasaran. Dia tidak terlalu terkejut, tapi kelihatan sekali sedang penasaran. "Dari mana dapatnya gak perlu ditanya. Pasti kalian penasaran sama pria ini, kan?"Kami mengangguk. Menatap Rini. "Oke. Jangan curigain aku dulu. Karena seperti yang aku bilang ke Mbak Nina. Aku ada di pihak kalian. Jadi, tenang aja.""Semenjak kapan?" tanya Kafka penasaran. "Sejak aku disuruh bekerja di tempat ini. Mbak Nina tau aku hamil, yaudah. Aku udha di pihak Mbak Nina saat itu. Aku herusaha bantu tanpa diketahui oleh Mama dan Kak Reno. Tapi ternyata sulit." Dia tertawa, seolah sedang mentertawakan kehidupannya sendiri. "Oke. Percaya. Jadi, menurut kamu siapa pria itu?"Rini mengangkat bahu. "Yang pasti bukan Kak Reno atau Mama. Hanya saja, kalau ada keterlibatan mereka, aku gak tau sama sekali."Benar dugaan kami. Itu bukan Mas Reno. 
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status