Lahat ng Kabanata ng Jade : The Mighty Amethys: Kabanata 41 - Kabanata 50
126 Kabanata
Bagian 41 : Catastrophe
“Katakan padaku apa yang terjadi malam itu!” Permintaan yang lebih terdengar layaknya sebuah perintah itu tak dapat di cegah Samantha dan keluar begitu saja dari mulut sahabatnya. Gadis itu masih belum juga menyerah mencerca Ervin dnegan berbagai pertanyaan terkait penyerangan Abendbrise. Meski Samantha akui dirinya juga penasaran tapi Elise benar-benar tidak bisa menahan diri, seperti biasa. “Kenapa kau begitu ingin mengetahui segalanya?” tanya Ervin. “Karena kakakku ada disana malam itu, aku ingin tahu apa yang terjadi,” tegas Elise sekali lagi. Samantha dan George hanya bisa diam melihat ketegangan di antara dua orang itu. Samantha yakin semua orang juga ingin tahu kebenarannya, namun siapapun bisa melihat baik para penduduk Abendbrise ataupun para anggota klan Thalassa seakan enggan membahas peristiwa itu. Seperti ada sesuatu yang enggan untuk mereka ucapkan. Sesuatu yang mungkin ingin mereka rahasiakan. “Baiklah,” Ervin menatap Elise data
Magbasa pa
Bagian 42 : Restlessness
George dan Elise memutuskan kembali ke kastil Irdawn malam itu. Mereka tidak bermalam di Sungai Hyeti bersama Samantha karena harus segera kmebali menemui Putri Florian. Sepanjang perjalanan menuju kastil Irdawn Elise terus terdiam. Gadis itu bahkan terlihat bungkam sejak Ervin menyelesaikan ceritanya tentang penyerangan Abendbrise tadi. George yang menyadari hal itu sedikit khawatir. “Kau baik-baik saja?” tanya George saat mereka tiba di gerbang kastil. Sesuai dugaan George, Elise melamun. Karena gadis itu tersentak saat mendengar pertanyaannya. “Ya, aku baik-baik saja,” jawab Elise singkat. Namun detik berikutnya menunjukkan hal yang sebaliknya. Ketika Elise dengan tidak sengaja menggores lengannya sendiri dengan senjatanya. Gadis itu meringis ketika rasa perih menderanya karena lengannya yang mengeluarkan darah. George hanya menggeleng dan segera menarik sapu tangan miliknya lalu membalut lengan Elise. Mengabaikan Elise yang merintih karena
Magbasa pa
Bagian 43 : The Mist of Eastern Ocean
Suara camar terdengar riang ketika awan mendung perlahan memudar. Setelah selama sehari penuh menciptakan badai, akhirnya Nerwin dan pasukan mermaidnya berhasil tiba di tujuan. Kenneth segera berlari keluar dari ruang nahkoda saat Nerwin kmebali ke atas kapal. Wajah letih pemuda itu dan pasukan mermaid terlihat jelas setelah mereka mengerahkan tenaga mereka. “Ini adalah batas kemampuan yang bisa mereka keluarkan, selebihnya serahkan pada alam untuk membantu kita.” Nerwin menepuk pelan bahu Kenneth lalu kembali ke dalam untuk beristirahat. Dalam hati pemuda itu kini hanya berharap bahwa alam juga masih mengijinkannya untuk menyelamatkan gadis itu. Pemuda itu berbalik dan bergegas ke ruangan Rachel untuk memeriksa keadaan gadis itu. Wajahnya masih pucat dengan bibir yang kian membiru. Rambut hitamnya terlihat kusam dan berantakan. Kenneth menempatkan dirinya di kursi kecil yang ada di samping ranjang Rachel. Merapikan beberapa anak rambut gadis itu lalumengambi
Magbasa pa
Bagian 44 : The Sea Monster
Dingin. Itulah kata pertama yang mereka semua ucapkan begitu kapal itu memasuki kabut. Setelahnya pandangan mereka kian mengabur seiring lamanya mereka mengarungi kabut itu. Sunyi, adalah hal berikutnya yang terjadi. Tak seorangpun di antara mereka yang berani bergerak ataupun berbicara. Bahkan koki di dapur pun dapat merasakan perbedaan suasana dari dalam ruangan tertutupnya. Kenneth menoleh pada Nerwin yang sedang mengedarkan pandangan ke sekitar kapal. Tidak ada apapun selain lautan luas dengan arus yang sangat tenang. Bahkan mungkin terlalu tenang. “Apa yang terjadi?” bisik Kenneth pelan. Nerwin menggeleng pada Kenneth memintanya diam. Pemuda itu perlahan mengepalkan tangannya dan sebuah pendar terlihat dari genggaman tangan pemuda itu, pertanda dia tengan memanggil senjatanya. Sontak Kenneth meraih Shadowfall yang ada di pinggangnya. Pedang panjang dengan warna keemasan di tengahnya dengan gagang berwarna coklat gelap. Kenneth melirik Kapten Mare
Magbasa pa
Bagian 45 : Araceli
Teriakan itu bergema di telinga siapapun yang mendengarnya malam itu. Di sela-sela gelegar petir yang menyambar kota yang telah hancur. Di antara tubuh-tubuh tak bernyawa. Ditengah-tengah badai yang tiada hentinya. Seruan itu terdengar layaknya sebuah keputusan akhir yang tidak akan bisa di ubah oleh siapapun disana. “KALIAN TIDAK BERHAK. SELAMANYA TIDAK,” serunya. Dengan tubuh yang terluka dan bersimbah darah, sosok itu berdiri tegak. Matanya menatap nyalang seluruh mayat yang ada di depannya. Orang-orang yang baru saja merelakan nyawa demi senjata itu. “JADE AMORA, SELAMANYA TIDAK AKAN PERNAH DIMILIKI OLEH CRATOR. SELAMANYA,” tegasnya lagi. Kini sosok itu berjalan mendekati pemuda yang tengah terbaring tak berdaya di atas tanah. Darah masih mengalir dari dadanya yang tengah terluka oleh belati kecil miliknya. Sosok itu dengan tenang menatap maa itu. Lalu tanpa suara mencabut belati itu dengan keras. Arghhh… Erangan itu terde
Magbasa pa
Bagian 46 : The Blood Moon
Kenneth memacu kudanya dengan cepat ke arah selatan. Melalui hutan-hutan luas dengan pohon besar yang mungkin berusia lebih tua dari hutan manapun di kerajaan Crator. Tidak tahu berapa lama dia harus berkuda untuk tiba di tujuannya, tapi Lord Zathriel berkata bahwa Kenneth harus berjalan lurus ke selatan hingga tiba di sebuah tebing merah.Hari mulai gelap dan fajar mulai menyingsing meninggalkan Kenneth ketika pemuda itu tiba di sebuah sungai. Aliran sungai besar itu terlihat tenang namun Kenneth yakin bahwa sungai itu sangat dalam. Terlebih kuda yang di tunggangi Kenneth menolak untuk masuk ke dalam sungai tersebut. Setelah mencoba berkali-kali dan hasilnya sama Kenneth memutuskan untuk turun dari kuda dan melanjutkan perjalanannya sendirian.Kenneth mengelus surai kuda yang mengantarnya tadi sebelum akhirnya melepaskan kuda itu dan membiarkannya pergi. Kini, hanya tersisa Kenneth seorang yang berdiri memandang aliran sungai di depannya. Dia harus menyeberangi sungai
Magbasa pa
Bagian 47 : His Persistence
Hutan itu terasa lebih gelap dan sunyi dari hutan sebelumnya. Tidak ada suara binatang malam atau serangga yang terdengar di sekitarnya. Kenneth melangkahkan kakinya dengan hati-hati di setiap pijakan yang dia lalui. Sesekali Kenneth harus melompati akar pohon yang tingginya hampir separuh badannya. Entah berapa lama Kenneth berjalan, namun dia tidak kunjung menemukan tempat yang dimaksud oleh Lord Zathriel. Hingga sebuah suara yang tidak asing terdengar di telinga Kenneth. Kenneth melihat sekeliling untuk memastikan bahwa dia tidak salah mendengar. Pemuda itu bersembunyi di balik semak belukar yang ada di sekitarnya. Matanya dengan waspada menatap apapun yang bergerak di depannya dan sosok itu benar terlihat oleh mata Kenneth. Unicorn itu berlari tak jauh di depan Kenneth. Melihat tuan rumahnya telah muncul Kenneth bergegas keluar dari dari persembunyian. Pe
Magbasa pa
Bagian 48 : Where is He?
Elise dan Samantha hanya bisa diam di tempat mereka saat melihat puluhan pemimpin klan berkumpul di istana Crator. Entah apa yang membuat mereka bersedia datang, tapi tentunya hal ini berkaitan dengan keberadaan Clan Redrock di sekitar mereka. Sudah tidak terhitung lagi nyawa yang melayang karena ulah mereka. Sudah tidak terhitung lagi darah yang tumpah karena mereka. Sudah tidak terhitung lagi, duka yang tercipta karena mereka.Elise hanya diam menatap Samantha. Tak mampu berkata ataupun sekedar bersuara. Ketika satu per satu perwakilan setiap klan menyampaikan keluhan mereka. Kini, kedua gadis itu hanya bisa menatap tercengang. Menyadari ketakutan sebenarnya yang tengah rakyat rasakan. Kini yang mereka takuti bukan lagi Redrock. Namun, sosok yang belum pernah mereka lihat namun selalu mereka dengar. Sosok yang puluhan tahun lalu telah diucapkan oleh sang Putri Emerald, pewaris terakhir klan Jade, the Mighty Amethyst.Elise kini melangkah meninggalkan Samatha yang mas
Magbasa pa
Bagian 49 : Back to Mithre
“Diantara jutaan bintang mereka adalah yang paling terang. Diantara ribuan permata merekalah yang paling berharga. Para terpilih yang terlahir sebagai penguasa. Kaum Jade menyebut mereka sebagai Tujuh Pewaris. Pemilik Tujuh Permata dan Tujuh Bintang. The Old, The True, The Brave, Velaryon.”“Setiap seratus tahun sekali, seorang Velaryon akan terlahir kembali. Namun, sejak empat ratus tahun yang lalu Sang Velaryon tidak pernah hadir di tanah Jade. Bahkan ketika sebuah bencana besar melanda klan Jade sepuluh tahun lalu, Velaryon tidak bangkit. Ada yang berkata bahwa klan jade tengah di hukum, ada juga yang berkata bahwa Velaryon telah meninggalkan mereka.”“Ketika, Jade terakhir menyampaikan ramalannya, satu-satunya yang terlintas di pikiran  para Elf adalah sang Velaryon. Dia akan kembali. Entah untuk membangkitkan klan Jade, a
Magbasa pa
Bagian 50 : Dream of Past
Lembah itu bukanlah sebuah padang rumput hijau yang ditumbuhi rumput segar, melainkan daratan luas dengan ilalang coklat kekuningan yang melambai di terba hembusan angin musim gugur. Rachel bangkit dari tidurnya dan menatap sekeliling, kosong. Tidak ada siapapun disana selain dirinya. Gadis itu bangkit dari tempatnya dan berjalan secara acak.Rachel mendengar suara aliran sungai tak jauh dari tempatnya jadi gadis itu menuruni lembah untuk mencari asal suara. Tak jauh dari tempatnya, terlihat seorang gadis tengah duduk seorang diri di atas sebuah batu di tepi sungai. Gadis itu menatap aliran sungai deras di depannya sambil sesekali melempar kerikil kecil ke tengah sungai. Wajah gadis itu terlihat sendu namun bukan memancarkan sorot kesedihan. Rachel tidak dapat mendeskripsikan ekspresi gadis itu, tapi Rachel merasakan sebuah emosi yang tidak dapat dipahami ketika menatap wajah gadis itu.Rachel masih diam di tempatnya ketika gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap ke
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status