Semua Bab Ksatria Pengembara Season 1: Bab 21 - Bab 30
1822 Bab
1. Bagian 21
“Racun apa yang kalian tebarkan tadi.....?”. ucap Patih Setyo Pinangan. “Ha.....ha.....ha......itu bukan racun mematikan Gusti Patih, tapi itu adalah racun pelemas tenaga milikku.....”. ucap lelaki yang memegang senjata tombak bermata ganda itu lagi. “Dan kini kau harus segera mati........”. ucap yang wanita lagi seraya mengangkat tangannya, dan ; “Settt....settt..........”. dengan sekali kibas saja, dua belati sudah melesat dengan cepat bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya kearah sosok Gusti Patih Setyo Pinangan yang tidak berdaya ditempatnya, tapi disaat yang kritis itulah ; “Telapak Bayangan heaaa......wusshhh......”. sebuah suara disusul dengan satu bayangan bergerak dimenghalangi serangan kedua belati tersebut dan kejap berikutnya segelombang angin yang cukup dasyat mementalkan kedua belati yang tengah melesat diudara tersebut. “Bintangg.......”. ucap Gusti Patih Setyo Pinangan mengenali sosok yang kini berdiri membela
Baca selengkapnya
1. Bagian 22
“Hiyyaatt.....huppp........”. dengan cepat Bintang bergerak menghindar, tapi keempat lawannya terus memburunya seakan tak memberikan kesempatan sedikit saja kepada Bintang untuk bernafas lega. Serangan-serangan keempat lawannya itu kian gencar dan saling berlomba-lomba, kalau saja gerakan Bintang tidak cepat dan lincah, tentu sudah sejak tadi Bintang terkena pukulan dari salah seorang penyerangnya. “Hyattt.......Telapak Bayangan heaa.....wusshh......” “Kora....awasss...!!!!” “Dessss......akkkhhh.......”. terlambat bagi Kora untuk mendengar peringatan dari temannya, saat serangan maut Bintang datang menghampirinya dan terpentallah sosok Kora dengan derasnya kebelakang hingga menghantam sebatang pohon yang berada tak jauh dari tempat pertarungan itu, dan sesaat terlihat sosok Kora tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya tersungkur. “Desss.....dess......”.tapi malang bagi Bintang, walau berhasil menyarangkan serangannya, dua serangan de
Baca selengkapnya
1. Bagian 23
“Aku tidak tahu, sepertinya tidak mungkin kita dapat membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya itu sekarang......belum lagi orang sakti yang tak terlihat wujudnya yang harus kita hadapi kali ini, tapi lelaki yang ada dihadapan kita itupun belum tentu orang sembarangan....... bisa-bisa kita sendiri yang akan jadi korban....” “Aku setuju dengan pendapatmu nyi, sebaiknya kita kembali ke Gusti patih Ranang dan kita katakan saja kita telah berhasil membunuh Gusti patih Setyo Pinangan beserta keluarganya......”. maka tanpa diperintah lagi, kedua-duanya segera melesat pergi meninggalkan tempat itu. Melihat kedua lawannya pergi meninggalkan tempat itu, lelaki yang berwajah tenang dan dingin ini segera tampak berbalik dan berjalan menuju kearah sosok seorang pemuda yang tidak lain adalah Bintang yang tampak sudah tidak sadarkan diri. Lelaki tua ini tampak sejenak memeriksa keadaannya. “Bagaimana keadaannya kakang......?”. terdengar ucapan Gusti patih Set
Baca selengkapnya
2. Rahasia Sang Pendekar
Kuning keemasan memancar diufuk fajar, seakan-akan menandakan kalau sebentar lagi sang mentari akan segera menampakkan dirinya di ufuk timur sebagai pertanda dimulainya kehidupan diatas muka bumi ini. Satu demi satu terdengar suara cicit burung yang saling bersahut-sahutan dari dahan ke dahan semakin menambah indahnya pagi itu. Di sebuah bukit yang tampak berdiri dengan tegarnya dari kejauhan, sepanjang mata memandang bukit itu tampak begitu dipenuhi oleh pepohonan yang tumbuh menjulang tinggi seakan ingin mencakar langit, hingga kalau pada siang hari, kerimbunan dan ketinggian pohon tersebut mampu memberikan bayangan keteduhan pada bukit itu, hingga tak heran banyak orang-orang awam maupun orang-orang persilatan yang memberikan nama sebagai Bukit Bayangan terhadap bukit itu. “Hyattthiyattt”. tiba-tiba terdengar suara teriakan keras dari atas puncak Bukit Bayangan, kian lama kian semakin terdengar jelas suara tersebut dan bila kita melihat lebih dekat, ternyata diata
Baca selengkapnya
2. Bagian 2
Keesokan harinya, seperti yang telah direncanakan, Dewa Tanpa Bayanganpun segera berangkat menuju ke Lembah Obat, tempat kediaman sahabatnya Peramal 5 Benua. Dengan mengandalkan aji Mambang Bayunya, Dewa Tanpa Bayangan mampu mencapai Lembah Obat hanya dalam dua hari saja, padahal bila menunggangi seekor kudapun paling tidak baru 4 hari baru bisa sampai ke Lembah Obat. Sosok kakek Dewa Tanpa Bayangan melesat dengan kecepatan tinggi menaiki Lembah Obat, dari wajahnya jelas terlihat kalau kakek itu sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan sahabatnya itu. Tak seberapa lama kemudian, diapun tiba dipuncak Lembah Obat. Dipuncak Lembah Obat, berdiri sebuah gubuk tua yang terlihat begitu amat sederhana, seorang kakek tampak tengah asyik menjemur dedaunan kering yang sepertinya akan diramunya menjadi obat, tapi pendengarannya yang tajam membuat sikakek tiba-tiba saja menghentikan pekerjaannya, tubuhnya segera berpaling kearah jalan setapak yang menuju langsu
Baca selengkapnya
2. Bagian 3
Dua sosok bayangan terlihat berkelebat dengan cepat menaiki sebuah bukit, keduanya tampak berkelebat beriringan satu sama lain, bila menilik sosok penampilan keduanya, mereka berdua tak lain adalah Benua alias Peramal 5 Benua dan Baruna alias Dewa Tanpa Bayangan. “Kenapa tempatmu ini kau beri pagar bayang-bayang Baruna”. ucap Benua diantara kelebatan mereka. “Untuk jaga-jaga saja Benua, saat ini muridku yang menjadi patih kerajaan Karang Sewu itu telah menjadi incaran orang-orang yang ingin membunuhnya”. ucap Baruna lagi. “Yah, begitu kehidupan disebuah kerajaan Baruna, siapa yang lebih suka menjilat, dialah yang akan memangku jabatan tinggi”. ucap Peramal 5 Benua lagi, keduanya terus berkelebat menaiki bukit yang ada dihadapan mereka. Tak lama kemudian, keduanya segera tiba dipuncak Bukit Bayangan, dimana terdapat sebuah bangunan tua yang cukup besar. “Bintang... Bintang”. ucap kakek yang berlengan tunggal terlihat memanggil-manggil nama tersebut ser
Baca selengkapnya
2. Bagian 4
“Berhasil!!”. ucap kakek Benua dan kakek Baruna hampir saja berteriak girang melihat keberhasilan Bintang menyeberangi sungai tersebut. Dan tanpa menunggu lagi kedua-duanya segera keluar dari persembunyian mereka, diseberang sungai Bintang tentu saja terkejut melihat kehadiran kedua kakek tersebut. “Kakek”. ucap Bintang dengan wajah gembira. “Ayo Bintang menyeberanglah gunakan aji Mambang Bayumu itu”. ucap kakek Baruna lagi dan Bintang terlihat menganggukkan wajahnya dan ; “Serrrrr...”. kini dengan mulus Bintang berhasil berkelebat diatas air sungai tersebut dan berhasil tiba ditepian sungai tersebut dengan sempurna. “Kakek”. Bintang langsung menjura hormat pada sosok kakek Baruna yang kini sudah berada dihadapannya. “Bangunlah cucuku”. ucap kakek Baruna lagi mengangkat tubuh Bintang, lalu kemudian pandangan Bintang beralih kearah sesosok kakek yang berada disebelah kakeknya. “Oh ya Bintang, perkenalkan ini adalah sahabat kake
Baca selengkapnya
2. Bagian 5
“Apa maksud kakek, aku adalah Titisan Putra Bintang itu ?”. ucap Bintang lagi mencoba menyimpulkan apa yang telah didengarnya. Kakek Benua tidak menjawabnya, tapi kepalanya terlihat mengangguk. Bintang semakin terkejut dan tak percaya melihat hal itu, ditatapnya kakeknya kakek Baruna, lalu pamannya paman Randu, lalu kemudian romonya, Setyo Pinangan dan terakhir ibundanya yang terlihat hanya tertunduk. “Inilah rahasia besar yang ingin romo sampaikan padamu Bintang kau memang bukan putra kandung kami, aku menemukanmu saat aku menemani gusti prabu Karang Sewu berburu dihutan cadas putih dan sejak saat itulah aku dan istriku mengangkatmu sebagai anak kami.”. ucap Setyo Pinangan lagi akhirnya mengeluarkan ucapan itu, dan Bintang sendiri bagaikan mendengar suara petir yang amat keras dihadapannya. Dan Bintang semakin terkejut saat melihat tiba-tiba saja ibundanya berdiri dan berlari, dari kejauhan terdengar isak tangisnya. “Kau harus bisa menerima kenyataan ini Bin
Baca selengkapnya
2. Bagian 6
“Aa...apa.....apa yang kau rasakan Bintang?”. ucap paman Randu ikut cemas. “Paman...aku merasakan tubuhku panas, panas sekali”. ucap Bintang lagi terlihat mencoba bertahan walau dengan tubuh menggigil dan wajah Bintang terlihat berubah pucat sepucat mayat. Tapi walaupun begitu Bintang mencoba tetap bertahan agar kesadarannya tetap utuh, dan terlihat Bintang memejamkan kedua matanya untuk menghilangkan rasa pusing dikepalanya, tapi untunglah siksaan itu tidak terjadi begitu lama, perlahan tapi pasti Bintang dapat merasakan ada satu hawa dingin dan menyejukkan yang mengaliri sekujur tubuhnya dan rasa panas yang tadi begitu mendera sekujur tubuhnya kini secara perlahan mulai sirna tertindih hawa dingin tersebut. “Bagaimana sekarang Bintang.?”. ucap kakek Benua lagi. “Rasa panas itu mulai hilang kek”. Ucap Bintang lagi setelah membuka kembali kedua matanya. “Tidak salah lagi, kau memang Titisan Putra Bintang itu Bintang, tidak salah lagi”. ucap kakek Benu
Baca selengkapnya
2. Bagian 7
Semilir angin berhembus dengan lembut dipuncak Lembah Obat, dari puncak lembah dapat terlihat satu pemandangan hijau yang ada dikaki lembah, dimana terlihat jejeran pohon-pohon yang tumbuh dengan subur ditempat itu, berbagai macam ragam tumbuh-tumbuhan hidup dengan subur di Lembah itu. Sore itu didepan sebuah gubuk tua di puncak Lembah Obat terlihat Bintang tengah duduk berhadapan dengan kakek Benua, sosok seorang kakek bertubuh kurus renta dengan pakaian yang begitu sederhana sebuah tongkat usang terlihat dipangkuannya, dikepalanya tampak sebuah batok kelapa kering yang entah sudah seberapa lama berada diatas kepalanya, wajahnya tampak begitu lusuh, rambutnyapun sudah terlihat memutih semua. “Bintang, sebagaimana kau ketahui keberadaanku dikenal dirimba persilatan bukan karena tingginya kesaktian yang kumiliki, tapi orang-orang lebih mengenalku sebagai seorang peramal jitu dan seorang tabib pengobatan oleh karena itulah aku mungkin hanya akan menurunkan sedikit ilmu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
183
DMCA.com Protection Status