All Chapters of Bilang Ayahmu Aku Muslim (Extended Version): Chapter 11 - Chapter 20
48 Chapters
11. Di Mana Kamu, Maryam?
Pagi itu kota Washington sangat cerah, secerah hati David. Remaja itu masih mengayuh sepedanya dengan kencang, dia tak sabar untuk segera sampai ke kampusnya. Hatinya juga tak sabar ingin bertemu dengan Maryam. Di sepanjang perjalanan di jalur sepeda itu, dia memikirkan untuk mengajak Maryam kemana lagi hari itu. Hampir dari setiap sudut di kota itu sudah dia perkenalkan pada gadis itu.Setiba di kampus, David sangat senang saat melihat semua teman-temannya sudah berada di kelas untuk bersiap menerima materi kuliah lagi hari itu. Hatinya bertanya-tanya, siapa yang menggerakkan mereka untuk datang kembali ke kampusnya. Padahal dia sudah melakukan berbagai cara untuk membujuk dan meyakinkan mereka kalau Maryam bukan seorang teroris. Apa mereka sudah menerima Maryam dengan baik? Tanya David dalam hati. Lalu seketika mata yang biru itu mengitari seisi kelas. Dia heran karena tidak menemukan Maryam di sana.Jardon yang melihat David langsung menghampirinya. &nb
Read more
12. Dia Sudah Pergi, Pinokio
Sementara itu, Rusahel berdiri di depan pintu masuk asrama gereja. Dia heran sudah selarut itu anak angkat belum pulang juga. Pinokio–angjing kesayangan David datang menghampiri Rashel. Sepertinya anjing itu juga sedang menunggu sahabatnya datang. Pinokio tiba-tba berputar-putar dan menyalak-nyalak. Rushel menatap anjing itu dengan heran.            ”Kau juga khawatir terhadap David?” tanya Rushel panjingnya itu.            Pinokio menyalak-nyalak lagi.            ”Tenanglah, sebentar lagi juga David pasti pulang. Ayo tunggu saja di dalam,” pinta Rushel pada anjingnya itu.            Namun saat Rashel melangkah ke dalam gerbang asrama. Pinokio malah berlari keluar. Rushel pun heran lalu berteriak padanya.
Read more
13. Halte Tempat Kita Sering Bertemu
Hampir tiga hari David kembali diwarat di rumah sakit. Para biarawan bergantian menjenguknya di sana. Dan hari ketiga itu, Anggel datang menemuinya. Duduk di dekatnya sambil memandanginya dengan sedih.            ”Hai, Dave,” sapa Anggel.            David menoleh padanya.            “Mana Jardon?” tanya David pelan.            “Sepertinya dia masih kesal denganmu,” jawab Anggel.            David menghela napas.            “Maafkan aku kalau aku mengacaukan niat kalian, tapi percayalah padaku Anggel, dia bukan teroris,” ucap David yang kembali memberla Maryam walau
Read more
14. Ya Allah, Ampuni Aku
Sedari tadi Jardon memang tidak menyadari ada Maryam di sana. Dia menyangka yang mengajaknya bicara tadi adalah salah satu mahasiwi di kampusnya.“Kau?” ucap Jardon ketakutan lalu langsung mundur tiga langkah dari hadapan Maryam.My terorrist classmate!“Ya, ini aku,” kata Maryam,“dan aku bukan teroris. Percayalah,” Maryam mencoba menjelaskan. “Aku memang muslim. Dan keyakinanku tidak mengajarkan terorisme. Sebaliknya. Kami mencintai perdamaian dan sangat menghargai perbedaan.”Jardon tampak tak percaya mendengarnya.“Lalu bagaimana kau menjelaskan aksi teror oleh orang-orang muslim itu? Mereka ingin menghancurkan negara kami. Amerika kami,” ucap Jardon, masih tak bisa menerima argumentasi Maryam.Maryam menggeleng lemah sambil tersenyum,“Mereka keliru, tentu saja. Mereka memiliki pandangannya sendiri. Dan itu adalah sesuatu yang bisa dijelaskan dengan mengingat lagi
Read more
15. Aku Harus Kembali Ke Kampus Itu
Maryam pun berpikir. Dia harus melakukan sesuatu untuk melawan ayahnya itu. Bukan sesuatu yang durhaka, tapi dia ingin agar ayahnya mengerti bahwa dia juga perlu kebebasan untuk memilih dan menentukan sesuatu selama itu tidak melanggar ajaran agama yang dia anut. Maryam benar-benar ingin kembali pada kampus lamanya. Dia tidak sudah di kampus yang barunya. Maryam pun mengurung diri di kamarnya seharian. Dia bolos kuliah dan melewatkan makan siang dan makan malam. Ayah dan Ibunya heran. Ayahnya langsung mengetuk pintu kamar anak gadisnya itu.“Maryam, buka pintunya, kau akan sakit jika terus-terusan mengurung diri di kamar!” teriak ayahnya. Ibunya menangis di dekat ayanya.“Keluar lah, Maryam? Ada apa denganmu?” tanya ibunya sambil teriak.“Aku ingin pindah ke kampus lamaku, ayah!” teriak Maryam di dalam kamar, “aku tak mau kuliah di kampus yang baru. Aku tak akan keluar kamar jika ayah tak mau mengembalikan aku ke kampus
Read more
16. Akhirnya Kita Bertemu Kembali
David bangkit dari kursinya, melirik ke Maryam dengan gugup. Memastikan bahwa di dekatnya ada tempat kosong untuk dia duduki. Namun secepat kilat bangku-bangku yang kosong sudah terisi di dekat gadis itu. Ia pun kembali duduk di tempatnya semula. Dia seperti mendapatkan seteguk air setelah dahaga berkepanjangan saat melihat gadis berkerudung itu datang lagi ke kampusnya. Seteguk air dingin yang segar yang mengobati rasa rindunya pada perempuan berkerudung itu. Rasa senang yang menjalari tubuhnya kembali membuatnya semangat untuk belajar di kampusnya itu.Di bangkunya, Maryam tak bisa lagi meredam gejolak di dalam hatinya. Ia ingin sekali langsung bertegur sapa dengan lelaki yang dirinduinya itu. Namun dia mencoba menahannya. Ia sadar akan tatapan benci di sekelilingnya. Tapi keberadaan David segera membuatnya tenang. Ia melirik sekilas ke sisi kirinya dan segera mendapati wajah David yang membalas tatapannya. Maryam segera mengalihkan pandangannya dan berpura-pura sibuk denga
Read more
17. Dia Mencintaiku
David mendekat ke Maryam yang masih tersenyum itu. Awalnya hanya seulas senyuman tipis. Lalu melabar, menampakkan giginya yang putih dan berderet rapi. Lesung pipi yang dalam tercipta di kedua pipinya. Membuat David salah tingkah.“Kau cantik sekali,” gumam David.Maryam terkejut, tapi berpura-pura tidak mendengar itu.“Aku mengkhawatirkanmu,” David berkata lagi,“teman-temanku, kau tahu?”Maryam mengangguk-anggukkan kepala. Tiba-tiba saja ia melihat gelagat David yang seperti ingin memeluknya. Maryam mundur selangkah.“Jika kau memelukku, maka butuh waktu empat puluh tahun bagi Tuhanku untuk mengampuniku,” Maryam berkata panik, “biarkan kita hanya sedekat ini. Hanya sebatas ini,” ucap Maryam gelagapan.“Jangan khawatir. Aku hanya ingin berbicara padamu,” David mencoba menenangkan Maryam.Maryam terdiam.”Aku… aku merindukanmu.” Agak gugup
Read more
18. Sepeda Itu Akan Menjadi Saksi
"Kau mau kuantar pulang?" tawar David pada Maryam.Maryam terdiam, menunduk lalu mengangkat wajahnya, “Kamu adalah kali pertamanya yang membuat aku mau berdiri berdekatan dengan anak laki-laki,” ucapnya. “Dan sebenarnya aku tidak terbiasa dengan interaksi yang seperti itu. Tapi kau berbeda, David. Kau sangat berbeda dengan teman-teman Amerika-mu.”David menatap Maryam, tak mengerti sepenuhnya apa yang ingin dikatakan Maryam padanya.Maryam tersenyum lembut. “Baiklah, aku mau duduk di belakangmu, tapi jangan kencang-kencang, ya!"David membalas senyum Maryam. Ia mengayuh sepedanya pelan. Tak ada yang lebih membahagiakan dari waktu yang telah ia lewatkan sore itu bersama Maryam."Kau tidak ingin bercerita tentang Dubai padaku? " tanya David sambil mengayuh. “Bagaimana remaja-remaja di sana? Apa mereka semua seperti kau?” David memberi penekanan pada kalimatnya saat mengucapkan “seperti kau”.
Read more
19. Jadi Itu Alasanmu?
"Jadi itu yang membuatmu ingin kembali ke kampus Amerika itu?” kalimat itu menyambut kepulangan Maryam. Maryam terlambat menghindari ayahnya. “Semuanya karena anak Amerika itu, kan? Ayah sudah tahu semuanya!" ucap ayahnya dengan suara keras yang bernada penuh kemarahan.Maryam gemetar ketakutan. Ia masih ingat bagaimana nasib Asiyah, almarhumah kakak perempuannya. Ketika ayahnya mengetahui kakak perempuannya itu berciuman dengan kekasihnya, seorang pemuda asal Pakistan, Asiyah menerima pukulan yang keras di wajah dan tubuhnya. Tekanan dari ayahnya membuat Asiyah stress dan memutuskan untuk bunuh diri.Maryam sudah siap dengan pukulan seperti yang pernah diterima Asiyah. Tapi kemudian ia melihat ayahnya tiba-tiba menangis. Maryam menunduk, tak tahu harus berbuat apa. Dia merasa sangat bersalah."Maryam, apa yang akan ayah katakan pada Allah ketika ayah ditanyai di pengadilan terbesarnya nanti? Aku yang lemah ini tak mampu mengurusmu dan menjagamu dari
Read more
20. David, Maafkan Aku
David mondar-mandir di lapangan basket yang sedang kosong. Sesekali ia berdiri, duduk, berjalan mondar-mandir lagi, duduk lagi, lalu berdiri lagi mematung. Setelah bel masuk berbunyi, ia memukul tiang ring basket hingga tangannya kesakitan karena Maryam tak memenuhi undangannya saat itu. David berlari ke kelas, ia kesal pada Maryam yang tidak menemuinya. Namun setelah Mrs. Violen masuk untuk mengajar, dan ia tak menemukan Maryam di kelas, David merasa ada yang tidak beres. David keluar mencari Maryam ke seantero sekolah. Ia gelisah dan bertanya-tanya ke mana perginya Maryam? Ia tak menemukan Maryam di mana pun. Dengan putus asa dan harapan yang tipis, David menuju atap gedung sekolah. Meski kecil kemungkinan Maryam berada di sana. Dan ternyata dugaannya benar. Maryam memang berada di sana. Gadis itu sedang berdiri menghadap hamparan kota Washington dengan kerudung berkibar diembus angin."Maryam," panggil David lembut. Dia memang kecewa karena Maryam tidak menemuinya di lapan
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status