All Chapters of The Nine Tails of Time Traveler: Chapter 51 - Chapter 60
75 Chapters
Felix dan Trotoar.
          Kedua kelopak mata si adik Felix berkedip keheranan. Kebingungan menghantui mereka yang saling menatap. Felix menurunkan pandangan lalu melengkungkan kedua tangannya ke atas pinggang. Tatapannya lurus menatap si adik yang menaikkan alis sebelah mata. “Ooo … benda ini datang dari masa lalu?” ledek si adik menggeliatkan bibirnya lalu pecah. “Hahaha,” kekeh si adik terpingkal-pingkal ketika mendengar lelucon dari sang kakak. Felix menatap aneh dari si adek yang membludak pecah di hadapannya. Kedua tangannya mulai menurun sambil mendekati tubuh si adik. Lalu, mulai mendorong pundak si adik untuk keluar dari ruang kamarnya. “Nah, Tawa aja lu sepuasnya! Buat apa lo ngetawain lelucon gue?” gerutu Felix mendorong tubuh si adik. “Hei, Napa lo ini Kak?!” teriak dari si adik menoleh spontan. Keduanya hendak melawan, tetapi apalah daya jika sang lelaki adalah lawan yang tidak seimbang.
Read more
Pemandu tamu.
          Felix yang menggelengkan kepala seorang diri. Beberapa dari temannya berlalu melalui dirinya yang masih kebingungan mencari keberadaan Nevan dan Bellona. “Udah ah, mending aku balik sendiri aja!” putusnya melewati trotoar menuju halte bus. Tak sengaja bertemu, terlihat Nevan dan Bellona yang duduk bersantai di bawah keteduhan halte bus. Dengan bersemangat, Felix melebarkan senyuman membawa langkah cepat menuju keduanya. “Woi!” sapa Felix melambai. Keduanya tertoleh akibat seruan yang berasal tak jauh mengarah mereka. Felix yang kegirangan tampak mempesona penglihatan. “Eh, tu Felix!” tunjuk Nevan. Dengan cekatan, Felix mengambil posisi duduk bersama mereka. Nevan memandangi wajah sahabatnya yang ceria lagi kegirangan. “Kenapa lu?” tanya Nevan penasaran. “Hah? Gue?” sahut Felix masih tersenyum lebar. “Iya nih! Dari tadi senyum-senyum mulu, aneh,” timpal Bello
Read more
Musuh lagi.
          Dari beberapa anak-anak sekolah. Tampaknya wajah mereka sudah tidak lagi kekanak-kanakan, melainkan sisi remaja yang mencolok. Bersemangat dalam mengikuti perjalanan wisata akhir ujian sekolah menuju situs-situs bersejarah. Lebih tepatnya di kota sendiri, yakni kota Depok. Nevan berdiri di hadapan semua orang, sembari melirik dengan tatapan kehangatan. “Kakak mau tanya, kira-kira … siapa yang tahu dengan rumah ini?” tanya Nevan melebarkan senyuman. Salah satu remaja lelaki mengacungkan tangan tinggi-tinggi. Artinya, pemuda itu pasti sudah mengetahui apa nama dari sebuah tempat bersejarah ini. “Monumen Cornelis Chastelein,” sebut si pemuda itu. Nevan meranggul bangga dengan sebuah tepuk tangan meriah. “Nah, salah satu dari kalian sudah tahu. Pastinya kalian semua tahu dong tempat sejarah ini, sebenernya sih masih banyak tempat yang akan kita kunjungi.” “Tapi, untuk pertama kalinya,
Read more
Dua pukulan dalam satu raga.
           Mendengar perkataan yang akhirnya terungkap dari keinginan besar si musuh. Cho Ye Joon seraya mendatar dengan dua bola mata membuntang lebar. Go Jo Woo bahkan menaikkan alis keyakinannya dalam pertahanan tubuh. “Heuh! Ternyata itu yang kau inginkan dariku,” cecah Cho Ye Joon menggeram. Memperkokoh pertahanan jiwa dengan menyilangkan lengan di depan dorongan Go Jo Woo. Satu langkah Cho Ye Joon menghempaskan tubuh Go Jo Woo terpelanting jauh. Swiiish! Cho Ye Joon melaju pelariannya untuk sekali melawan dan kembali menyerang dalam waktu yang cepat. Keduanya lagi-lagi bertarung di atas tanah perkotaan. Semua orang sama sekali tak menyadari bahwa kedua sedang beradu tangan. Pow! Pow! Pukulan, lemparan tangan, siku, lengan, bahkan tendangan melaju tinggi. Kini, memuncak dari beberapa serangan lagi. Cho Ye Joon terdorong dari pukulan Go Jo Woo dengan begitu keras. Di
Read more
Pelelangan jam antik.
          Sekumpulan benda-benda antik sudah terpajang rapi di dalam etalase bening. Para pria dan wanita terhormat berdiri sambil memperhatikan ke masing-masing benda antik yang bernilai tinggi. Namun, dari salah satu wanita terkesima ketika melirik Felix yang sedang menegak tinggi. Membusungkan dada tepat di depan sebuah etalase kaca bening. Sebuah jam antik aneh berdiri tegak di dalamnya. Memiliki jarum jam yang lancip dan pendek. Dengan latar ruangan berlukis aneka gambar naga, memiliki angka Romawi terjejer rapi, bentuk yang sangat unik, dua sudut yang melancip, dua sisi kaki yang bulat dengan warna abu-abu gelap. Memiliki batu mengilap putih berada di tengah-tengah bulatan jarum. Diikuti oleh mereka yang memiliki minat pada sebuah jam tersebut. “Wah, ini sangat menarik!” tutur dari seorang wanita. Jam yang memiliki bentuk kepala rumah adat Cina, sedangkan kakinya yang berbentuk bulat. “Ini san
Read more
Mencari Go Jo Woo.
          Sang ibu yang memelotot tajam kini meredup lalu mengempaskan tubuh secara tidak sadar. Nevan terkinjat ketika melihat ibunya roboh tepat di depan mata. “Hagh!” “Ibu!” seru Nevan meloncatkan penglihatan. Mata merah seketika padam menjadi normal, dimana langkahnya menuju tubuh ibu yang terbaring di tanah halaman rumah. Tas kecil milik ibunya terjatuh di samping tubuh, sedangkan dirinya merangkul badan leher. “Ibu,” lirihnya mencoba memapah tubuh Henni. Akhirnya, dengan kekuatan barunya. Ia pun membawa tubuh ibu yang jatuh pingsan menuju ke dalam rumah. [Apa yang sudah aku lakukan?] Dalam hati Nevan merasa gusar. “Hei, jangan tampakkan perubahan yang tiba-tiba! Apalagi di depan semua keluargaku, ini sangat berbahaya,” gerutu Nevan kepada diri sendiri. “Ini bukan keinginanku,” sahut Cho Ye Joon dari dalam tubuhnya. Nevan menyusuri langkah menuju sofa emp
Read more
Rupa si iblis.
“Aku adalah manusia yang memiliki darah iblis,” ungkap Go Jo Woo. Sang iblis tercengang, begitu pun dengan Nevan dan Cho Ye Joon yang terkinjat mendengarnya. Kedua mata saling menatap tajam, Go Jo Woo meluruskan pandangan mengeluarkan aroma darah iblis yang lebih kental. Sang iblis itu pun memundurkan bayangannya, sehingga kembali pada sisi tongkat. Di ujung tembok gubuk, Nevan memperhatikan dengan mata merah yang menegang. Satu langkah hendak maju. Namun. “Jangan bertingkah konyol!” cegah Cho Ye Joon kepada sosok Nevan. Satu tubuh yang menyatu akhirnya berbalik untuk mengulurkan niat penyerangan. [Aku tidak tahu harus bagaimana?] Dalam hati Nevan berkata. “Tenang saja! Kita masih punya cara dengan mencari arah timur bersama dengan benda tumuan dari Felix,” pungkas Cho Ye Joon. Nevan menegakkan tubuhnya, lalu menatap perjalanan kembali. Dalam bukit yang terjal, mereka tetap menuruni tanpa adanya
Read more
Tiga sahabat kecil.
           Nevan menatap lurus dari kedua temannya yang baru saja tiba. Petang menyambut kedatangan mereka. Felix yang memegangi hangat dari benda asing ditemukannya. Berdiri di samping Bellona yang tidak mengatakan apapun.Kim Dae Jung kini berhadapan ke arah kedua dari sahabat Nevan.“Kalian datang di waktu yang sangat tepat!” sambut Kim Dae Jung.Bellona keheranan sampai-sampai harus memandang wajah Felix berikut Nevan. Pria yang ada di balik punggung Kim Dae Jung—Nevan sendiri melangkah maju.“Minggu depan,” sebut Nevan.“Kita sudah tidak punya banyak waktu,” sambung Kim Dae Jung.Felix memperhatikan benda yang dipeluk olehnya. “Benda ini datang dari dunia yang sangat aneh. Kemunculan sejarah perkembangan jam belum pernah ada. Ini sebuah keajaiban,” tuturnya.Felix mendongakkan kepala sambil mengungkap keasingan dari jam aneh it
Read more
Penguasaan tubuh elemen api.
          Nevan menduduki kursi di antara dua sahabatnya mendampingi malam bersama. Meja batu bulat kecil keramik bertengger rapi di sudut dinding. Nevan mengeluarkan beberapa kaleng minuman ke atas meja. “Karna gumiho elo jadi orang yang paling hebat!” puji Felix meraih kaleng yang sudah berdiri di atas meja. “Ya, lo memang pandai ngemuji gue,” sahut Nevan menahan tawa. Bellona menjulurkan tangan ke arah Nevan dengan memperlihatkan raut memintanya. “Sekarang gue,” pintanya. “Ya, elo pasti selalu kebagian,” sahut Nevan melebarkan senyuman. “Sebentar lagi natal tiba, apa kita nggak usah merayakannya bersama? Ayah gue ada bisnis di luar kota. Jadi, mau nggak mau, gue harus ada di sana,” sambung Felix menimpalinya. “Ya, gue hanya liat kalian dengan kesibukan masing-masing,” lanjut Bellona. Nevan merundukkan pandangan sembari membuka pengunci dari penutup kaleng. Minuman soda mulai terde
Read more
Langkah pertama Go Jo Woo.
          Genji—si ketua geng kampus Arkeologi. Pemuda yang suka berurusan dengan kekerasan, bahkan kejahilan yang pernah ada. Duduk di antara tumpukan papan kayu kering. Dua pria mengacungkan tinggi-tinggi dari tongkat berenergi seram itu. Go Jo Woo menarik energi dari dalam sinar bulan mengarah pada tubuh si pemuda bernama Genji. Dirinya menjulurkan melurus ke arah pemuda itu. Mulutnya berguman dipenuhi dengan mantra ajaib. Kedua mata Genji terbuka lebar secara spontan. Menjegil, bahkan tidak menggerakkan tubuhnya. Namun, sorotan matanya tidak menyala-nyala. Terdiam, seakan-akan menunggu perintah. Cahaya kegelapan menerobos ke dalam tubuh Genji. “Pergilah!” perintah Go Jo Woo kepadanya. “Pergi dan rebut manik tubuh Cho Ye Joon,” lanjutnya. “Bawa tubuh Bellona sekaligus satu orang temannya.” Genji beranjak tegak sembari memperhatikan jelas ke sorotan tepat mata Go Jo Woo. Seorang pe
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status