All Chapters of Penjelajah Benak: Chapter 51 - Chapter 60
62 Chapters
Bab 50
“Ayo cepat.” Kata Esen sambil menarik tanganku sementara Era menggamit tangan Ashlyn. Firroke terguncang-guncang di atas bahuku. “Hei, hei!” Protes Firroke. Esen tertawa tapi tidak memperlambat langkahnya. “Kita mau kemana?” Tanyaku merasa sedikit kewalahan dengan semangat Esen. “Sore ini waktunya ibu membacakan kita cerita.” Kata Era dengan senyum riang. Aku mengerutkan alis. Meskipun tidak terlalu memahami yang mereka maksud, aku tetap mengikuti mereka. Sebagian karena aku diseret Esen dan sebagian lagi karena ingin tahu karena sepertinya Era atau Esen pernah menyebut tentang hal ini. Kami melewati perpustakaan yang pintu dan jendela-jendelanya terbuka lebar dan berjalan lurus ke tengah perpustakaan. Meja besar yang sebelumnya berada di bawah pohon Zurine telah hilang dan digantikan sebuah kursi dan meja kecil berwarna putih. Di bawah pohon Zurine, duduk di kursi itu dengan anggun Ratu Samirana dikelilingi peri muda berbagai umur yang duduk bersimpu
Read more
Bab 51
“Pohon Zurine adalah satu-satunya tanaman yang tumbuh di masa itu. Masa itu disebut sebagai Masa Kelahiran. Selama seribu lima ratus tahun Pohon Zurine tumbuh dan berkembang tanpa ada tumbuhan lain di sekelilingnya.”“Lalu suatu hari, Pohon Zurine yang telah tumbuh begitu besar dan lebat sehingga menaungi dunia, berubah menjadi warna perak seluruh daunnya. Warna perak itu berasal dari spora yang menutup seluruh permukaan daun. Saat angin berhembus, ia menerbangkan spora yang ada di dedaunan sehingga tersebar ke seluruh penjuru dunia. Saat spora tersebut mencapai tanah, mereka tumbuh menjadi tumbuhan baru. Perbedaan kondisi tanah, lingkungan dan cuaca perlahan-lahan membuat tumbuhan-tumbuhan tersebut berevolusi menjadi berbagai jenis tanaman yang baru.”Kami melihat spora yang berterbangan bagai butiran salju ke seluruh penjuru dunia lalu perlahan-lahan berbagai bentuk tanaman dengan berbagai warna tumbuh di berbagai bagian dunia.“D
Read more
Bab 52
“Anda memanggil kami?”Aku bertanya pada Ratu Samirana. Ia mengangguk lalu menunjuk kursi di hadapannya sementara ia berdiri di dekat jendela. Di kursi lain duduk Lord Caelus, Flaresh dan Lynx. Aku dan Ashlyn mengangguk lalu duduk di kursi yang masih kosong. Firroke melorot turun dari pundakku dan duduk di pegangan kursi.“Aku telah berusaha mencari informasi mengenai kalung Ibu kalian dan bagaimana bisa ia memilikinya. Tapi sayangnya aku tidak bisa memberikan kalian kabar yang lebih baik.”Aku mengangguk. Entah mengapa aku seakan tidak terkejut dengan berita yang disampaikan oleh Ratu Samirana.“Akan tetapi,” Suara Ratu Samirana membuatku kembali fokus. “Ada kemungkinan yang sangat besar orang tua kalian berada di dunia ini, sama seperti kalian.”“Benarkah?”Aku sudah memikirkan kemungkinan itu sejak kami pertama kali tiba di sini. Tapi perkataan Ratu Samirana telah benar-benar mey
Read more
Bab 53
“Apakah tidak apa-apa?” Tanya Firroke. Ada kekhawatiran dalam suaranya. Ratu Samirana menatapnya dengan pandangan geli. “Tentu saja tidak apa-apa. Aku tidak mungkin mengirim Axel dan Ashlyn ke dalam bahaya bukan?” Alis Ratu Samirana bertaut “Memangnya ada apa Firroke?” Firroke menggesek-gesekkan kakinya dengan canggung. Ia menjawab sambil menunduk dengan mata menatap ke ujung kakinya. “Aku dengar mereka berbahaya. Mereka juga tidak mau berhubungan dengan peri lain.” Ratu Samirana tertawa. “Dari mana kau dengar tentang hal itu? Mereka Asra, bukan Darkash. Mereka tidak semenakutkan itu.” Ratu Samirana memutar bola matanya jenaka. “Yah, walaupun bagian mereka tidak mau berhubungan dengan peri lain sedikit benar.” “Siapa Peri Asra itu?” Tanya Ashlyn. “Saya sepertinya pernah mendengar nama itu disebut sebelumnya.” Ratu Samirana menatap Ashlyn. “Ya. Itu saat kita diserang Darkash setelah keluar dari Erde. Tapi sepertinya mere
Read more
Bab 54
“Kita beristirahat di sini?” Tanya Ashlyn. Flaresh mengangguk. Kami segera turun dari kuda kami dan melepaskan mereka agar mereka dapat mencari makan. Tanpa suara, Lynx menghilang entah kemana. Tapi aku yakin ia sedang memeriksa keadaan sekitar. Flaresh dan Ashlyn bersama Firroke yang bersembunyi di kantong mantelnya berjalan menuju Danau Suila sementara aku bergegas menuju pohon besar yang seingatku adalah pohon yang kami gunakan beristirahat saat pertama kali kami bertemu Era dan Esen. Kuletakkan barang bawaanku lalu duduk bersandar di batang pohon. Aku lelah sekali. “Kalian lama sekali.” Tiba-tiba sebuah suara menyambutku saat aku baru saja hendak menutup mata. Aku begitu terkejut sampai hampir terguling dari dudukku. Aku memandang tidak percaya ke Era dan Esen yang tiba-tiba muncul dari balik pohon. “Apa yang kalian lakukan disini?” Seruku setengah histeris. Esen hanya nyengir sambil keluar dari persembunyiannya. Era mengekor dari belakang sambil
Read more
Bab 55
“Berapa lama lagi perjalanan yang harus kita tempuh?” Tanya Esen suatu malam saat kami sedang berkumpul mengelilingi api unggun setelah makan malam.“Apa kau sudah tidak sanggup meneruskan perjalanan? “ Tanya Flaresh.“Tentu saja aku masih sanggup. Aku hanya ingin tahu. “ Jawab Esen tidak mau kalah. “Kita sudah melakukan perjalanan selama sebelas hari. Itu artinya kita telah menempuh jarak hampir dua ratus karaj.”“Ternyata kau cukup pandai juga dalam berhitung.” Hanya itu reaksi yang diberikan Flaresh“Dua ratus apa?” ulangku.“Karaj. “ Kata Era berusaha membantuku.“Seberapa jauh itu?”“Ada beberapa satuan ukuran di dunia ini. Yang terkecil adalah iku. Cara menghitungnya adalah dengan menyatukan kedua tangan kita di depan dada lalu kita ukur panjangnya dari siku yang satu ke siku yang lainnya. ““Yang kedua adalah
Read more
Bab 56
"Tempat apa ini?” Aku mengedarkan pandangan berkeliling. Kami sampai di sebuah hutan yang sunyi.“Ini adalah Hutan Sendalu.”“Apakah ini bagian dari Lembah Dalu?”“Ya. Ini adalah bagian terluar lembah.”Seperti yang telah diberitahu oleh Flaresh sebelumnya, tempat di hadapan kami ini sama sekali tidak tampak istimewa. Alamnya tampak normal. Tanamannya tampak biasa. Langitnya juga sama saja. Sama sekali tidak mencerminkan betapa legendaris nya ia.“Tempat ini benar-benar terlalu biasa.” Kata Esen sambil memandang seluruh penjuru hutan. Yang lainnya mengangguk menyetujui.“Bukankah aku sudah mengatakannya pada kalian?”“Aku tahu. Tapi,”Perkataan Esen terpotong. Ada keraguan dalam nada suaranya.“Kau tidak menyangka bahwa tempat yang sangat terkenal ini akan sebiasa ini?” Tanyaku. Esen mengangguk. Aku meringis. “Jika peri yang m
Read more
Bab 57
  Entah sudah yang keberapa kalinya aku melihat ujung lembah tempat Flaresh menghilang tadi. Ia memasuki Lembah Dalu tepat saat hari berganti senja. Namun hingga bulan bulat sempurna muncul dan bersinar di langit malam, sosoknya tak kunjung terlihat. Aku mulai sedikit khawatir. Selain karena Flaresh pergi seorang diri juga karena aku takut perjalanan jauh kami akan sia-sia. Aku takut Bangsa Asra yang sangat membatasi interaksi dengan peri lain tersebut, menolak dan tidak bersedia membantu kami. Aku mendongakkan kepalaku menyadari kegelapan yang berangsur lebih pekat. Langit tiba-tiba berubah mendung sementara awan tebal berarak menutup rembulan. “Apakah akan hujan?” Tanyaku pada Lynx. Aku tidak pernah mengalami hujan sejak pertama kali sampai disini. Lynx yang sedang menikmati makananya mendongak ke langit, namun tiba-tiba ia menegakkan badan. Matanya menatap waspada. “Ada apa?” Tanyaku. Rasa was-was tiba-tiba menyelinap d
Read more
Bab 58
“Jangan mendekat.” Kataku. Suaraku sedikit bergetar. Aku bergeser sedikit, menempatkan tubuhku diantara dia dan Ashlyn. “Kalian ini memang menyusahkan. Tidak bisakah kalian menurut dan ikuti saja kami?” kata Darkash itu. Suaranya rendah dan parau, menambah kesan licik padanya. “Apa yang kalian inginkan dari kami?” Darkash itu memicingkan mata hijaunya. “Sejujurnya aku juga ingin mengetahui hal yang sama. Kalian sama sekali tidak terlihat istimewa.” Lalu ia mengangkat bahu acuh. “Ah, seperti aku peduli saja. Aku hanya melaksanakan perintah.” “Perintah siapa?” Tanya Ashlyn. “Apakah jika kusebut namanya kalian mengenalnya?” Ia mendecakkan lidah sambil menggelengkan kepala. Ia maju selangkah. Membuatku mengambil langkah mundur, mendorong Ashlyn di belakangku. Kulebarkan tanganku sedikit, berusaha menutupi Ashlyn. Rasa takut menyelinap dalam diriku. Tapi aku tidak bisa membiarkannya mendekati Ashlyn. Matanya yang menyala ber
Read more
Bab 59
Kiwa menyerang kami dengat tanaman dan pepohonan yang ada di hutan. Meskipun Era berhasil menghancurkan semua, dan aku juga membantu semampuku, tapi Era telah kehabisan tenaga. Bertarung sambil melindungiku adalah tugas ganda yang berat.Kiwa kembali menyerang sambil melecutkan batang-batang berduri ke arah kami. Hingga salah satunya mengenai Era dan membuatnya tersungkur dan kesulitan berdiri.Tergopoh-gopoh aku menghampirinya.“Era.”Era menatapku.“Kau pergilah. Cari tempat berlindung bersama Ashlyn dan Firroke.”“Tidak, tidak. Aku tidak akan meninggalkanmu. ““Era! Awas!”Teriakan Ashlyn membuatku menoleh tepat saat Kiwa seperti gerakan lambat mengayunkan batang berduri bagaikan cemeti ke arah kami.Aku dan Era seperti terpaku di tempat kami.Sesaat kemudian batang berduri itu menyala terang dan terbakar hangus. Kiwa melotot penuh amarah ke arah Lynx.&ldq
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status