All Chapters of Penjelajah Benak: Chapter 31 - Chapter 40
62 Chapters
Bab 30
“Maaf membuat Anda menunggu. “ Kami semua menoleh bersamaan saat seorang peri tinggi besar dengan rambut berwarna kecoklatan diekor kuda memasuki ruangan melalu pintu di sisi ruangan sebelah kananku. Lengannya yang kekar dan bahunya yang bidang terlihat jelas karena ia menggunakan baju kulit tanpa lengan. Ia berjalan dengan langkah mantap dengan dagu yang sedikit diangkat sehingga memberinya kesan sedikit angkuh. Ia meletakkan tangan kanannya di depan bahu kiri dan mengangguk pada Lord Enki. “Salam, Lord Enki.” Lord Enki melakukan gerakan yang sama dan membalas anggukan peri itu. Ia memandang kami sekilas dan mengangguk sebelum duduk di kursinya. “Jadi, apakah Anda kemari guna menanyakan informasi terkait kalung yang ada padaku?” Lord Enki mengangguk. “Informasi apa yang kau dapat, Utra?” “Sebetulnya, Ayahlah yang memiliki informasi tentang kalung tersebut. Karena menurut ayah, ia yang membuatnya.” “Bedhama yang
Read more
Bab 31
Kami duduk dalam diam dengan ketegangan yang kentara. Ini pertama kalinya aku dan Ashlyn melihat seseorang meninggal dengan cara ditikam. Kami masih sangat terguncang. Bayangan Bedhama yang bersimbah darah dan belati yang menancap di dadanya terlihat jelas setiap kali aku memejamkan mata. Utra memasuki ruangan tempat kami menunggu dengan langkah yang terlihat berat. Lord Enki tidak mengucapkan apapun bahkan saat Utra duduk dan menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya yang bertumpu di meja. Bahunya tampak lesu penuh kesedihan namun rahangnya tampak mengencang, penuh amarah dan tekad. Ada banyak perasaan berkecamuk dalam dirinya. Untuk beberapa saat yang terasa lama kami semua terdiam sambil berusaha mengalihkan pandangan kami dari peri yang sedang berkabung itu. “Apakah Anda melihat penyusup yang Anda kejar, Lord Enki?” Utra yang akhirnya bisa menguasai diri bertanya pada Lord Enki. Lord Enki menggeleng. “Tidak. Dia sangat
Read more
Bab 32
“Bagaimana?” Putri Kaya bertanya pada Lord Enki yang baru saja bergabung dengan kami di ruang makan. Ia menunjuk kursi, mempersilahkannya duduk bersama kami yang baru saja menyelesaikan makan siang, sementara Lord Enki  baru kembali dari Kastil Romraa. “Tidak ada hasil yang baru.” Kata Lord Enki sambil duduk di sampingku. Putri Kaya mengangguk dengan ekspresi menyayangkan. “Kapan upacara pemakaman Bedhama akan dilaksanakan?”   “Sore ini saat senja.” Lagi-lagi Putri Kaya mengangguk. “Sampaikan pesan duka citaku pada Klan Romraa, Lord Enki.” “Seperti perintahmu, Tuan Putri.” Lord Enki berdiri. Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di pikiranku. “Bolehkah kami ikut menghadiri upacara pemakaman Bedhama?” Lord Enki menatapku terkejut. Ia dan Putri Kaya saling berpandangan. “Tidak bisakah?” Kali ini Ashlyn ikut bertanya. Setelah berpikir sesaat akhirnya Lord Enki mengangguk. Putr
Read more
Bab 33
Bahkan setelah kembali dari Kastil Romraa tidak satupun dari kami yang berbicara. Kedukaan keluarga Romraa masih terasa membebani kami semua. Bayangan istri Bedhama yang menangis sesenggukan dan tangisan cucu-cucu mereka seperti ditancapkan dipikiranku. Saat tanpa sengaja aku menyentuh Utra dan mendengarkan pikirannya, aku merasa sangat terkejut dengan betapa keras dan kacau isi kepalanya. Jauh berbeda dengan penampilannya yang tampak tegar. Aku seakan hampir tuli dan kepalaku terasa seperti ditusuk-tusuk setelah mendengarnya. Bahkan sampai saat ini sakitnya masih sedikit terasa. Aku memijit kepalaku perlahan. “Axe? “ Aku menoleh pada Ashlyn yang menatapku khawatir. “Aku hanya sedikit sakit kepala. “ Kataku sambil menggelengkan kepala padanya lalu berdiri. “Sebaiknya aku berjalan-jalan sebentar untuk menghirup udara segar.” “Biar kutemani. “ Kata Firroke. Ia terbang hendak menyusulku saat Ashlyn dengan cepat menyambar tubuhnya.
Read more
Bab 34
Setengah berlari aku menyusuri lorong istana dan melompati dua anak tangga sekaligus. Jantungku berdebar-debar karena rasa gembiraku.Aku harus segera memberitahu Ashlyn. Dengan terburu-buru aku membuka pintu kamarnya. “Ash!” Ashlyn dan Putri Kaya menyambutku dengan wajah terkejut bercampur heran. Mata besar Firroke tampak lebih besar dari biasanya karena terkejut. Aku terdiam  di tempat seperti sebuah film yang di pause sambil memegang tangkai pintu. “Axel. Kamu mengagetkan saja. “ Ashlyn memprotes tindakanku. Melihat Putri Kaya yang memegang dadanya aku buru-buru minta maaf. “Maafkan aku Putri. Aku tidak tahu Anda di sini. “ Putri Kaya menggeleng. “Tidak apa-apa.” “Ada apa?” Tanya Ashlyn sambil melangkah mendekatiku. Aku menatap Ashlyn dan Putri Kaya bergantian. Keberadaan Putri Kaya jelas tidak ada dalam bayanganku saat aku berlari sepanjang lorong istana dan lalu mendobrak masuk kamar Ashlyn.
Read more
Bab 35
“Kau tidak salah, Axel. Ayah memang bergerak.” Putri Kaya memutari Raja Vathu dengan langkah penuh semangat seperti menari. Matanya melebar keheranan. Sementara Firroke terbang kesana kemari memeriksa setiap sudut tubuh Raja Vathu. “Syukurlah.” Aku berkata penuh kelegaan sambil mendekati ayah dan anak itu. “Syukurlah semuanya bukan hanya imajinasiku saja.” “Bagaimana ia bisa bergerak?” Ashlyn menanyaiku tapi wajahnya terpaku pada Raja Vathu. “Aku juga tidak tahu.” Kataku juga tanpa menoleh karena aku sedang sibuk melihat Raja Vathu. “Ia seharusnya menghadap ke depan, bukan?” Aku mengangguk tanpa repot menjawab. “Apa yang terjadi Ayah?” Putri Kaya menyentuh wajah Raja Vathu. “Setelah puluhan tahun, akhirnya kau menggerakkan tubuhmu. Apakah ada yang ingin kau sampaikan pada kami?” Mau tidak mau kami terdiam. Setelah memastikan bahwa Raja Vathu memang bergerak, tanpa sadar kami jadi mendengarkan dengan seksama saat Putri K
Read more
Bab 36
“Ada apa?” Tanya Ashlyn begitu kami berada di dalam kamarnya. Akhirnya setelah keluar dari ruangan Raja Vathu dan aku berhasil terbebas dari gempuran pertanyaan bagaimana aku bisa mendengar Raja Vathu, kami berkumpul di kamar Ashlyn. Aku memandang berkeliling kamar lalu duduk di kursi di dekat jendela yang menghadap ke taman. Kuhembuskan nafas dengan perasaan lega sambil bersandar. “Apa yang kamu rahasiakan?” Ashlyn bertanya lagi sambil menyusulku duduk di kursi yang berada di sisi lain meja. “Tadi waktu Lord Enki memintaku bertanya pada Raja Vathu, sebetulnya aku mendengar suaranya.” “Tapi tadi kamu bilang kamu tidak mendengar apa-apa.” “Itu karena Raja Vathu memintaku berhati-hati.” “Berhati-hati? Berhati-hati kenapa?” Aku mengangkat bahu. “Aku tidak tahu. Tapi, ” Aku berhenti sebentar memeriksa kembali ingatanku. “Ia menyebut nama Lord Enki.” Ashlyn tampak tertegun. “Lord Enki? Memangnya ada a
Read more
Bab 37
“Kemarilah.” Putri Kaya melambai dan mempersilahkan kami masuk ke perpustakaan tempat ia sedang menghabiskan waktu sore harinya dengan membaca. Kami mengangguk lalu masuk. Begitu berada di dalam ruangan, jiwa pustakawanku seakan terpanggil membuat aku tanpa sadar menoleh kesana kemari memperhatikan setiap sudut ruangan. Bagaimana rak dan lemari diletakkan dan bagaimana setiap buku dengan sampulnya yang berwarna-warni disusun pada tempatnya. “Kau suka membaca?” Pertanyaan Putri Kaya mengembalikanku dari kesibukanku mengagumi perpustakaan ini. Dengan salah tingkah aku menggeleng. “Tidak juga, Putri.” Meskipun aku suka membaca, aku tidak mungkin mengatakannya karena huruf-huruf yang sepintas lalu kulihat tertulis di buku adalah huruf dan kata-kata asing. Akan lucu rasanya kalau aku mengatakan aku suka membaca tapi saat aku harus membaca aku tidak tahu apa yang aku baca. Bisa berbicara dengan peri di dunia ini saja aku masih merasa heran k
Read more
Bab 38
Kami baru saja melewati Celah Sunji saat perutku berbunyi. Aku meringis membalas tatapan Ashlyn. “Sepertinya kita memang harus berhenti. Aku lapar sekali.” “Kita makan setelah sampai di kaki bukit saja. Anginnya terlalu kencang di sini.” Kata Firroke yang duduk sambil berpegangan erat di pelana Misu. “Ya.” Ashlyn mengangguk setuju. Wajahnya tampak sedikit kesal karena rambutnya tidak bisa ia kendalikan. Angin terus menerus meniup tudung mantelnya sampai terbuka. “Aku ingin makan makanan apa adanya, tanpa tambahan topping pasir atau tanah.” Aku tertawa. “Sepertinya angin hari ini lebih kencang dibandingkan saat kita pertama datang, ya.” “Um.” Firroke mengangguk sambil menggumam. Wajahnya tampak serius menghadap ke depan. “Apa kamu perlu ku ikat di pelana agar tidak terbawa angin, Firroke?” Firroke melontarkan pandangan kesal padaku dengan mata besarnya. Aku terkekeh. Entah kenapa menggoda Firroke selalu membuatku senang.
Read more
Bab 39
Aku menggeliat saat panas matahari menyengat wajahku. Dengan enggan kubuka mataku dan aku disambut Ashlyn yang sedang berdiri sambil merapikan pakaiannya. “Mau kemana?” Tanyaku dengan malas. “Cuci muka.“ Kata Ashlyn. Aku mengangguk lalu menggeliat sambil merapatkan selimut berniat meneruskan tidur. Ashlyn memakai mantelnya saat sesuatu jatuh tepat di samping wajahku. Sebuah belati stiletto berwarna perak gelap dengan sarung yang dihiasi batu mulia berwarna biru dan ungu. “Hei, hati-hati.” Protesku sambil duduk. Kantukku mendadak hilang dan mataku langsung terbuka lebar karena kejadian yang hampir merenggut ketampanan wajahku tadi. Aku meraih stiletto itu dan menyerahkannya pada Ashlyn. Ashlyn meringis sambil menerima stilettonya lalu menyelipkannya di pinggang. “Maaf.” “Kamu melakukannya dengan sengaja.” “Tidak.” Ashlyn tertawa. “Tapi karena kamu sudah bangun, sekalian saja siapkan sarapan kita. Oke? “ Aku mendengus.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status