Lahat ng Kabanata ng Korban Perceraian: Kabanata 11 - Kabanata 20
145 Kabanata
Dipermalukan
Bab11 Ganesa menempati sebuah barak kayu yang terbilang sempit. Namun demi bertahan hidup seorang diri, Ganesa harus kuat melewatinya. Pagi itu, Ganesa sedikit terburu-buru, untuk berangkat kerja. Meskipun harus berjalan kaki selama 30 menit. Ganesa tetap berusaha kuat menjalani hidupnya. "Kamu terlambat 1 menit." Supervisornya yang bernama Alice menatap tajam wajah Ganesa. "Maaf, Bu. Aku, aku kesiangan," sahut Ganesa menunduk. "Hhmmm, baiklah kumaafkan. Lain kali, kamu harus bisa mengatur waktumu dengan disiplin. Sebab saya tidak suka, karyawan yang terlambat datang bekerja." "Baik." Ganesa memasuki minimarket itu, tempat kini dia bekerja. Dia berjalan menuju ruang karyawan, untuk meletakkan barangnya. "Nesa, kamu nampak terlihat pucat," tegur Asri, teman satu profesinya. Ganesa menghela napas.  "Aku hanya kurang tidur dan istirahat sepertinya," jawab Ganesa. "Apakah kamu mencuci lagi m
Magbasa pa
Tempat Makan
Bab12"Sudah, maafkan aku," ucap SPV Ganesa, sembari memberikan pelukan hangat, kepada gadis itu. Ganesa kian terisak, kepedihan dalam hatinya, membungkus dirinya bagaikan selimut yang tebal.Dalam hati dia terus bertanya, apa yang salah dalam hidupnya? Sehingga dia harus menjalani nasib sepelik ini. Terkadang, bayangan keluarganya saja, mampu memporak-porandakan hatinya. Namun sebagai manusia yang tidak memiliki kekuatan selain bertahan, dia tidak begitu banyak keberanian untuk memaksakan kehendak.Meskipun dihati kecilnya, dia ingin sekali bertemu Gaby dan Mamanya.Sepulang dari Minimarket, Ganesa melangkah dengan gontai, menyusuri jalanan komplek, menuju kontrakannya."Nona ...." terdengar suara parau seorang wanita memanggil. Ganesa menoleh, seorang wanita paru baya, tersenyum ke arahnya.Gaya yang nyentrik dan masih cantik, sangat memancar di wajah wanita itu."Saya?" tanya Ganesa memastikan
Magbasa pa
Penghancur Mental
Bab13"Maaf," ucap Ganesa, dan lekas berjalan dengan cepat, melewati lelaki itu."Ganesa," panggil Tante itu. Dan sedikit berlari, mengejar langkah Ganesa.Begitu juga dengan Andin dan Gaby. Serta si lelaki tadi, yang ternyata adalah Rasyid."Mas yakin itu Ganesa?" tanya Andin, dengan wajah nampak panik. "Yakin, yakin banget. Wajahnya sangat mirip dengan Gaby, meskipun dia sangat kurus," sahut Rasyid."Ayo kejar," seru Gaby. Mereka pun menyusul, berlarian mengejar Ganesa yang semakin berlari dengan cepat.Bahkan, wanita yang membawa Ganesa tadi, juga kebingungan, dengan tingkah Ganesa."Mbak ...." Andin memanggil wanita di depannya, yang tidak lagi berlari. Sedangkan Gaby dan Rasyid, masih berlari mengejar langkah Ganesa."Ya." Wanita itu menoleh ke arah Andin, dan menghentikan langkahnya."Mbak kenal Ganesa?" "Mbak siapa ya?""Saya Ibunya.""Oh." Wanita itu memindai A
Magbasa pa
Ditolak
Bab14Andin tidak menghiraukan seruan Gaby. Dia tetap menatap dalam wajah Ganesa yang menunduk."Ganesa, Mama minta maaf, Nak. Mama salah selaam ini, maaf."Ganesa tidak merespon apapun, seperti dulu, dia hanya terdiam, tanpa bisa bersuara apapun. Ganesa berusaha kuat, dan menahan tangisnya dalam hati."Ganesa, Mama paham, jika kamu membenci Mama. Tapi sayang, tolong berikan Mama kesempatan, untuk menebus semua kesalahan ini. Mama mohon, Nak."Andin kembali berusaha menyentuh Ganesa, namun lagi-lagi Ganesa menghindar dan menolak untuk disentuh. Hal itu kembali membuat Gaby kesal, dan menarik napas dalam. Mencoba menahan amarahnya kali ini, melihat sikap Ganesa, yang dia anggap berlebihan.Semua terdiam membeku untuk beberapa saat. "Ganesa, ayo Tante antar pulang," ucap wanita, yang sedari tadi diam, menyaksikan keributan mereka.Wanita yang tadinya berniat berbincang-bincang banyak dengan Ganesa, malah menyak
Magbasa pa
Alamat Ganesa
Bab15"Iya Mas ngerti. Mungkin Ganesa perlu waktu, untuk memaafkan kamu.""Tapi Mas, sampai kapan? Aku nggak bisa tenang memikirkan keadaannya yang seperti itu.""Sudahlah, Ma. Yang penting dia hidup," ucap Gaby menimpali."Gaby. Kenapa kamu seperti ini? Dia itu Kakak kamu. Tapi sedari tadi, kamu bersikap seperti ini.""Ma, aku itu nggak suka Kakak Ganesa seperti tadi sama Mama. Mama sudah tulus mencari dan memohon maaf sama Kakak. Tapi apa balasannya? Mama diabaikan seperti tadi.""Gaby. Kamu apakah tidak sadar? Penampilan kamu dan Ganesa itu berbeda. Jadi sudah sangat jelas, kehidupan kalian pun berbeda. Tadi itu, adalah bentuk rasa kecewa dan sakit hatinya pada Mama. Apakah kamu tidak peka sedikitpun pada Kakak kamu sendiri."Gaby terdiam, melihat dan mendengar ucapan Mama nya. Dia tahu, ini bukan saatnya untuk berdebat. Biar bagaimana pun juga, Gaby sangat sayang pada Andin."Sudahlah, kita tidak perlu ribut di sini. Ayo ki
Magbasa pa
Bersama Orang Asing
Bab16Sesampainya di depan kontrakkan Ganesa, mereka pun keluar."Ya Allah," gumam Andin dalam hati, ketika melihat lingkungan, tempat tinggal Ganesa.Gaby pun merasa jijik, melihat sekeliling, yang terbilang kumuh dan banyak sampah berserakan. "Kakak tinggal di sini? Ih ngeri banget. Aku nggak akan sanggup Ma." Andin hanya terdiam membeku, menyisir sekelilingnya."Ayo," ajak Rasyid. Mereka kembali berjalan, menuju ke kontrakkan tersebut."Mbak, benar nggak di sini alamat Ganesa?" tanya Andin, kepada wanita tua, yang sedang jemur pakaian."Benar. Tapi kemarin sudah pindah, bersama Tante nya katanya.""Pindah. Bersama Tante nya?""Iya. Katanya sih Tante Ganesa. Orangnya cantik dan punya mobil juga. Sepertinya dia orang kaya. Tapi ngomong-ngomong, kalian ini siapa?""Apa rambutnya kriting dan menggunakan mobil putih?" tanya Andin, tanpa menjawab pertanyaan orang tua itu."Betul
Magbasa pa
Ke Jakarta
Bab17"Sudah lama aku tidak mengunjungi anak-anak," gumam Zaki, sembari menyesap kopinya. Pemandangan pagi yang begitu segar, selepas hujan mengguyur kota Bandung.Zaki duduk di balkon belakang rumah, yang berdiri tegak di tepi jurang. Bangunan rumah berlantai tiga itu, begitu memukau setiap orang yang melihatnya. Sisian jurang, terdapat curuk yang begitu indah dipandang mata. Pemandangan inilah, yang kadang ingin Zaki perlihatkan pada anak-anaknya, yang berada di Kalimantan."Mas," tegur Maura, sembari mendekati Zaki, dan ikut duduk di dekat Zaki yang tengah menikmati udara pagi yang sangat sejuk."Hhmm ....""Sepertinya akhir-akhir ini, Mas sering sekali melamun. Ada apa?" tanya Maura.Zaki menghela napas. "Aku rindu anak-anakku," ungkap Zaki, sembari menghembuskan asap rokoknya ke udara.Mendengar ungkapan Zaki, Maura merasa gugup."Mas ..., Kalimantan itu jauh. Lagi pula, aku dan anak kita, tidak ingin kamu tin
Magbasa pa
Nasib Malang
Bab18Gemerlap Ibu kota Jakarta menyilaukan mata Ganesa."Kenapa? Kamu takjub?" tanya Tante Ara, sembari tersenyum ke arah Ganesa."Luar biasa Tan." Mata Ganesa masih berbinar terang, menyusuri jalanan Ibu Kota, menuju ke kediaman Tante Ara."Tante harap, kamu betah tinggal di Kota ini. Tante yakin, kamu akan bahagia, dan bisa sukses.""Kata orang, Jakarta itu keras, Tan.""Semua tempat itu keras. Tinggal bagaimana kamu menyesuaikan diri saja. Jika kamu mau hidup praktis, semua ada jalannya dan konsekuensinya.""Aku nggak mau Tan. Aku terbiasa bekerja keras mencari uang."Tante Ara tersenyum."Karena kamu belum menemukan jalan praktis. Jadi wajar, jika kamu berkata begini."Ganesa terdiam mendengar ucapan Tante Ara.Mobil taksi yang tadinya membawa mereka dari Bandara, kini sudah sampai di titik tujuan, rumah Tante Ara."Ini rumah Tante?" tanya Ganesa, sembari melihat betapa besar dan mewahnya rumah
Magbasa pa
Ditangkap
Bab19Ganesa keluar kamar mandi, dengan wajah nampak bersinar ceria."Kok nampak senang sekali, ada apa?" tanya Elia."Kamar mandinya bagus banget. Aku senang, bisa tinggal di tempat ini," sahut Ganesa sambil tersenyum, dan memilih baju dalam tasnya.Elia memandangi Ganesa. "Senang tidak senang, kamu sudah ada di sini. Apapun yang terjadi, kuharap kamu kuat," ucap Elia, tanpa mau menoleh ke arah Ganesa."Memang kenapa? Tante Ara galak?" tanya Ganesa dengan polos. "Nggak juga. Hanya saja, dia tegas dan ambisius. Ntar juga kamu tahu," balas Elia, sembari bangkit dari duduknya."Pakaian macam apa itu?" tanya Elia, ketika melihat Ganesa, memakai daster lusuhnya, yang banyak terdapat bolongan."Keeennapa?" Ganesa merasa tidak nyaman, ditatap Elia seperti itu."Ganesa, maafkan aku. Tapi jujur saja, baju yang kamu kini gunakan, itu sangat tidak layak!" "Kan aku, aku tidak begitu banyak punya baju."Eli
Magbasa pa
Minta Waktu
Bab20Memasuki ruang bawah tanah, hati Ganesa semakin gugup."Kalian mau bawa aku kemana?" tanya Ganesa. Manik matanya menatap mengiba, mengharap belas kasihan para petugas keamanan rumah Tante Ara.Ketiga petugas itu, berperawakan tinggi, besar dan tegap."Apa yang membuatmu begitu berani? Melawan perintahku?" tanya suara yang menggema, dengan hentakan suara high heels yang juga berdengung.Sosok Tante Ara mengejutkan Ganesa. Wanita berpakaian dress putih pendek tanpa tali itu, berjalan ke arah Ganesa, dengan satu tangan kanannya memegangi sebatang roko yang menyala."Tante Ara, aku ingin pulang, aku nggak bisa di sini, ini bukan tempat yang cocok untukku!" ungkap Ganesa, dengan mata yang mulai berkaca-kaca.Sudut bibir Tante Ara tertarik. "Kau pikir mudah, keluar begitu saja, setelah aku begitu banyak keluar biaya. Aku membawamu ke tempat ini, agar kamu hidup mewah dan nyaman. Tapi kamu, sepertinya tidak tahu terimakasi
Magbasa pa
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status