Bab20
Memasuki ruang bawah tanah, hati Ganesa semakin gugup.
"Kalian mau bawa aku kemana?" tanya Ganesa. Manik matanya menatap mengiba, mengharap belas kasihan para petugas keamanan rumah Tante Ara.
Ketiga petugas itu, berperawakan tinggi, besar dan tegap.
"Apa yang membuatmu begitu berani? Melawan perintahku?" tanya suara yang menggema, dengan hentakan suara high heels yang juga berdengung.
Sosok Tante Ara mengejutkan Ganesa.
Wanita berpakaian dress putih pendek tanpa tali itu, berjalan ke arah Ganesa, dengan satu tangan kanannya memegangi sebatang roko yang menyala.
"Tante Ara, aku ingin pulang, aku nggak bisa di sini, ini bukan tempat yang cocok untukku!" ungkap Ganesa, dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Sudut bibir Tante Ara tertarik. "Kau pikir mudah, keluar begitu saja, setelah aku begitu banyak keluar biaya. Aku membawamu ke tempat ini, agar kamu hidup mewah dan nyaman. Tapi kamu, sepertinya tidak tahu terimakasi
Bab21Ganesa dibawa Tante Ara, menuju sebuah gedung sebelah rumahnya. Gedung yang lumayan besar dan tinggi. Juga begitu banyak parkiran mobil dan motor.Mereka masuk dari belakang, yang juga begitu banyak para petugas keamanan rumah dan gedung tempat hiburan milik Tante Ara."Anak-anak," sapa Tante Ara, ketika dia dan Ganesa, memasuki bagian karyawan.Para karyawan yang ada di dalam ruangan, langsung berdiri."Perkenalkan, ini Ganesa, yang akan bertugas khusus, untuk mengantarkan pesanan minuman. Awasi dia, dan laporkan kepada saya, jika ada hal aneh, yang dia lakukan. Dia baru di sini.""Baik, Mami Ara," sahut para karyawan wanita, yang berjumlah dua orang. Dan kini jadi bertiga, dengan Ganesa."Ingat. Dalam jangka satu minggu. Ganesa hanya bertugas, untuk mengantarkan pesanan minuman. Dia tidak wajib, untuk melayani para tamu. Jika ada tamu, yang ingin memakainya, minta mereka, konfirmasi kepada saya.""Baik, Mami." Mereka ke
Bab22"Angelina, sudahlah," pinta Wiwin, yang baru masuk kembali, ke ruang karyawan."Ih Wiwin. Coba deh kamu lihat penampilan Ganesa, nggak banget tau," sahut Angelina, dengan menatap Ganesa dengan tatapan geli."Angelina, biar bagaimana pun, Ganesa kini team kerja kita.""Ya aku tahu. Tapi lucu aja, liat Ganesa seperti ini. Cantik enggak, tubuhnya juga nggak banget. Masa kayak begini, jadi wanita penghibur? Nggak laku yang ada."Wiwin menggeleng. "Sudah ah, nggak usah body shaming. Pada intinya, semua perempuan itu cantik, tergantung bagaimana perawatannya saja.""Nah itu dia. Bagaimana wanita ini mau perawatan? Dari penampilannya saja, jelas sekali, dia orang miskin," terang Angelina."Angelina," bentak Wiwin."Sudah Win, aku nggak apa-apa," sahut Ganesa. "Ayo ajak aku ke depan, aku masih nggak ngerti kerjaan ini," lanjut Ganesa dengan lembut.Sedangkan Angelina, hanya memperlihatkan wajah malasnya saja, mendengar uca
Bab23"Kenapa kamu memukulku?" teriak lelaki yang dipukul Bryan tadi.Lelaki itu berdiri dengan tertatih."Kamu laki-laki macam apa? Memukul wanita sesadis itu. Bahkan, kamu meludahinya tanpa perasaan.""Itu hukuman, atas kecerobohannya.""Dan itu juga, hukuman buat kamu, lelaki yang mempermalukan martabat sesama lelaki.""Memalukan martabat apa?""Apakah orang tuamu, tidak pernah mengajari? Bahwa tangan seorang lelaki, tidak boleh digunakan, untuk menyakiti perempuan. Sebaliknya, untuk melindungi.""Cih." Lelaki itu menyeka darah disudut bibirnya. "Kita pulang saja," ucap lelaki itu, kepada teman-temannya.Mereka pun berlalu begitu saja, sedangkan Ganesa, menutupi tubuhnya yang basah dan terasa dingin.Bryan melepaskan, baju jaket kulitnya yang berwarna hitam. Dan melemparkan, jaket itu ke Ganesa."Pake itu, biar kamu tidak dingin."Ganesa dengan cepat, mengenakan jaket itu ke tubuhnya. Dalam hati d
Bab24Maura terkejut, mendengar penuturan Zaki, bahwa dia, berniat mengunjungi anaknya. Sedangkan selama ini, Maura telah mengusir Ganesa dari rumah lamanya.Maura kini panik dan gugup, jika Zaki tahu tentang perbuatan Maura selama ini, dia takut Zaki marah dan meninggalkan dia dan anaknya kini."Mas, aku lagi nggak enak badan, kepalaku sangat sakit. Kumohon pulang dulu, biar si kembar nanti kukirim uang saja," pinta Maura, dengan suara lirih, berusaha menarik simpati Zaki."Sayang sebentar ya, ini aku sudah dekat di rumah anak-anak. Kan di rumah kita ada Bik Sum. Minta tolong dia dulu, ya," jawab Zaki dengan lembut."Mas, aku maunya kamu! Cepetan pulang, nggak usah kesana dulu," kata Maura lagi. Dengan intonasi penuh penekanan.Zaki merasa heran, dengan sikap Maura, yang seakan-akan, selalu mencegahnya bertemu si kembar."Kamu kenapa sih, selalu seperti ini, jika aku ingin mengunjungi anak-anakku? Apakah kamu tidak suka sama mereka?
Bab25"Bu, dimana Andin dan Gaby? Apakah Ibu tau alamat mereka kini?" tanya Zaki, memecah keheningan."Tidak tau sama sekali. Untuk apa saya tau? Wanita bodoh itu, sama seperti kamu! Orang tua bodoh dan gagal," maki Rohmah."Bu, tolong jangan keterlaluan."Ekspresi wajah Zaki kian tertekan, mendengar lontaran kata demi kata, yang di ucapkan oleh Rohmah tetangga lamanya.Rohmah menghela napas, sembari menatap tajam wajah Zaki."Itu faktanya Zaki. Saya seorang janda yang di tinggal mati suami. Lihat anak saya! Apakah dia menderita? Kehilangan arah atau menghilang? Tidak bukan. Dia tumbuh dengan baik, besar dan sehat, meski hanya dengan keringat dan cinta kasih saya. Sedangkan Ganesa dan Gaby. Memiliki orang tua yang lengkap. Tapi, hanya memikirkan perasaan mereka, kebahagiaan mereka sendiri. Sedangkan kedua anak itu? Entah. Eh, bukan kedua anak itu, tepatnya hanya Ganesa yang menderita dan hidupnya tersia-tersia. Sedangkan Gaby? Entah bagaiman
Bab26"Tunggu aku, Maura. Kujamin, kau akan kehilangan segalanya, seperti aku, yang kau buat kehilangan," gumam Zaki dalam hati. Ketika sambungan telepon sudah di matikan.Sedangkan Maura merasa lega, sikap Zaki yang penurut, membuat Maura selalu yakin, bahwa perbuatannya pada Ganesa, itu aman.Tiga jam telah berlalu.Dia duduk diteras, menunggu kepulangan suami tercintanya.Dengan senyum sumringah, Maura selalu merasa menang."Ganesa, Gaby, lenyaplah kalian dari pikiran dan hati suamiku. Aku tidak akan rela, melihat kalian terhubung dengan suamiku lagi. Sebab bagaimana pun juga, kalian ada, itu hasil dari percintaan Andin dan Mas Zaki suamiku. Aku tidak rela pokoknya. Muak sekali melihat masa lalu, menjadi bayangan masa depan," pekik Maura dalam hati.Kobaran api kebencian, menyala-nyala di pikiran Maura. Bagaimana pun juga, Maura akan selalu berusaha, menjauhkan Zaki dengan anak-anaknya.Yang Maura anggap, bagian dari mas
Bab27"Itu, temanku tadi," sahut Zaki. Sembari meletakkan handphone nya ke atas nakas."Oh ...." Maura mendekat, dan memeluk Zaki dengan erat. "Rindu," lirihnya.Zaki membelai rambut Maura. "Aku mandi dulu," ucapnya pelan. Sambil mengurai pelukan Maura.Maura menatap wajah suaminya dengan lekat. "Ada apa? Mengapa menatap seperti ini?" tanya Zaki."Kamu tidak rindu padaku, Mas?""Rindu. Tapi aku merasa lelah, karena beberapa hari diluar kota, kerjaanku begitu banyak," sahut Zaki dengan tenang."Hhhmm. Baiklah, Mas. Cepetan mandi, biar aku siapkan baju gantinya dulu.""Oke, Sayang."Zaki pun bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju kamar mandi. Berbagai strategi pembalasan, kini mulai Zaki susun.Pandangannya pada Maura, yang berwajah malaikat, tapi berhati iblis, tidak lagi sama.Jika dul
Bab28Pagi hari menyambut. Tidur Ganesa begitu nyenyak, hingga tanpa dia sadari, kini jam telah menunjukkan pukul 08 pagi."Bagun, cepat mandi," ucap Elia."Jam berapa El?""Jam 08. Ayo mandi, lekas kita sarapan."Ganesa pun mengucek matanya yang masih terasa berat. Dengan rasa kantuk yang masih bergelayut di matanya. Ganesa berjalan menuju kamar mandi dengan tertatih.Tante Ara mengetuk pintu kamar, Elia pun bergegas membukanya.Ketika pintu dibuka, Elia begitu terkejut, melihat Tante Ara dan dua bodyguard nya."Mana Ganesa?""Lagi mandi, Mi."Tante Ara pun masuk, sedangkan dua bodyguard nya di depan pintu berdiri."Baru bangun dia?""Iya, Mi. Kasihan, dia nampak depresi, atas kejadian malam tadi.""Mami mengerti. Oke El, kita bawa dia jalan-jalan dan perawatan hari ini. Kamu juga ikut, biar dia sedikit rilex dan tidak tegang, jika hanya bersama saya," ucap Tante Ara."Wah, a