All Chapters of Asisten Pribadi Tuan Muda: Chapter 11 - Chapter 20
125 Chapters
11. Tidak berperikemanusiaan!
Dulu Mita memang selalu mengesampingkan pengalaman dan lebih mengejar nilai akademik. Sehingga dia nggak pernah menikmati setiap momen waktu datang ke tempat yang baru. Tetapi sekarang nggak akan lagi. Gadis bermata sipit itu menatap takjub pada sekelilingnya yang terdapat alat-alat berat dengan fungsi yang berbeda-beda. Mesin-mesin itu beroprasi dengan otomatis dibantu beberapa orang yang mengaturnya. Dan setiap kali rombongan Mita berjalan melewati, para pekerja akan menoleh dan menunduk sesaat. Disaat-saat seperti itulah Mita berasa menjadi seorang yang penting. Oh ya, kembali lagi mengenai keadaan pabrik. Mita bersungguh, kali pertama masuk kedalam pabrik PT Miyora sangatlah mengesankan. Dia pertama kali bisa melihat mesin-mesin yang menampung produk-produk menuju mesin lainnya. Suara dengung dari beberapa mesin pun terdengar nyaring. Bahkan para pekerja sangat steril memakai perlengkapan seperti masker, sarung tangan hingga penutup kepala. Lagipula siapa
Read more
12. Pahit
Lima belas menit telah berlalu, menandakan bahwa Mita sudah menahan lapar bermenit-menit lamanya sepulang dari pabrik. Gadis bermata sipit itu menatap kearah bosnya yang tengah fokus bekerja. Apa Pak Vano nggak istirahat ya? Tapi kan Mita ingin istirahat. Dia telah menyia-nyiakan waktu untuk menahan lapar. Lagian kenapa bosnya nggak peka juga sih. Sedetik kemudian Mita merutuki dirinya sendiri. Bos model Vano mana bisa peka, haduh. Maka dari itu dengan keberanian yang dipaksakan, Mita menghampiri meja Vano. Namun terlebih dahulu dia merapihkan rok span dan kemeja polosnya. "Pak Vano," panggil Mita pelan. "Hem." Hem lagi. "Apa Bapak mau dipesankan makanan?" Tanya gadis bermata sipit itu harap-harap cemas. Siapa tau dia akan disembur karena telah mengganggu fokus bosnya. Namun sorot mata tajam milik Vano menghujam saat laki-laki itu mendongak menatap Mita di depannya. Kan, kan, kayaknya salah lagi nih.
Read more
13. Bapak mau dibelikan apa?
Mita melangkah gontai memasuki ruang tamu rumahnya. Hari sudah gelap, dia baru sampai di rumah pas dengan adzan magrib. Dirinya lelah betul, padahal masih hari pertama kerja. Bagaimana setahun kemudian? Entah bakal jadi apa gadis bermata sipit itu. Berangkat subuh-subuh, pulang magrib, ibarat apa coba, sudah kayak lagu Armada pergi pagi pulang pagi saja. Dia menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu. Memijit pelipis yang menjadi pusing akibat seharian bersama bos gila bernama Vano. "Baru pulang, Mbak?" tanya Bapak ketika akan melewati anak sulungnya. Ia sudah berpenampilan rapih akan ke masjid. Bersarung kotak-kotak, baju kokoh putih dan tak lupa peci hitam di kepala Bapak. Mita mendongakkan kepalanya. Jelas sekali raut lelah yang dia tampilkan. "Iya, pak," jawabnya pelan. "Langsung mandi Mbak, biar lebih segar." Setelah itu Bapak keluar dari pintu utama ruang tamu. Terdengar kehebohan Hansel di dalam. Seharian nggak bertemu ad
Read more
14. Nggak ada otak
Pagi kembali menjelang, matahari pun belum menampakkan sinar cerahnya. Namun seorang gadis yang bekerja secara profesional sudah berada di kediaman Bos nya. Terkadang dia berpikir, apa asisten pribadi bekerja seperti ini? Harus datang ke rumah bos pagi-pagi buta, menyiapkan pakaian serta membantu menyiapkan sarapan. Bukankah tugas seperti itu terlalu berlebihan? Ya entahlah, Mita kali ini nggak mau mengeluh. Dia pagi ini juga cukup cekatan menyiapkan pakaian bosnya. Kali ini gadis itu nggak memilih serba hitam. Ada warna kalem agar bosnya makin tampan. Yaitu celana dan jas biru dongker, kemeja polos warna baby blue serta dasi bergaris biru putih. Sudah selesai menyiapkan pakaian, Mita langsung kembali menyiapkan dokumen serta alat elektronik yang akan dibawa bosnya. Dia masukkan semua itu ke dalam tas kerja milik Vano. Oke, sepertinya sudah selesai. Nggak akan ada celah Vano menyinyirnya lagi. Baiklah, Mita akan keluar sekarang. Dia pun berbal
Read more
15. Mesum nggak ada obat
Canggung membuat mereka sama-sama diam. Vano dan Mita duduk bersisihan di kursi penumpang. Sedangkan mobil melaju dengan kecepatan normal di jalan yang masih lowong. Dua hari ini, Vano memperlihatkan sedikit-sedikit kebiasaan disiplinnya. Seperti jam olahraga pagi, pasti ketika Mita datang laki-laki kaya itu sedang berolahraga. Dan gadis bermata sipit itu sempat membandingkan jam selesai olahraga bosnya pada hari pertama yang sama dengan hari kedua, yaitu tepat pukul enam pagi. Kemudian pukul tujuh mereka sudah berangkat dan sedang dalam perjalanan ke kantor. Bosnya memang luar biasa disiplin. Bahkan Mita sedikit sempat keteteran karena dia sendiri tipe orang yang ngaret. Maklum kan ya, orang Indonesia. Tapi emang beda sih. Orang kaya seperti Vano jelas sangat disiplin. Seperti emang kebiasaan orang kaya. Kekayaan mereka semakin menggunung ya karena bisa disiplin. Mereka bisa memainkan waktu dengan cermat bukan malah dipermainkan waktu seperti Mita.
Read more
16. Pemandangan tak senonoh
"Njir, lo bilang gitu, Mit?" Farhan si anak keuangan berkumis tipis itu heboh menggebrak meja kantin. Billy dan Cakra nampak nggak bisa berhenti tertawa hingga Mita menyelesaikan cerita. Bahkan mereka masih terkekeh nggak habis pikir. Sedangkan yang bereaksi santai hanya wanita berambut ikal pirang, si ibu satu anak itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia merasa terhibur akan cerita Mita namum nggak bereaksi berlebih seperti ketiga cogan temannya. Amira akui, gadis muda bermata sipit itu memberikan keceriaan di geng tongkrongannya. Predikat lucu memang pantas disematkan untuk Mita. Walaupun baru mengenal kemarin, tetapi Mita dapat mudah membaur dengan lingkungan sekitar. Bahkan dia sangat nyambung sekali dengan si gesrek Farhan. Sebelum kedatangan gadis itu, Farhan heboh sendiri tanpa ada teman yang sefrekuensi. Maklum laki-laki itu paling muda sebelumnya. Namun sekarang dia sudah memiliki partner yang sangat cocok. Sedangkan itu Mita berdecak atas uc
Read more
17. Pacarnya Pak Vano
"Ada apa?" Billy bertanya heran ketika mendapati Mita yang nggak jadi masuk. Gadis itu tak langsung menjawab. Dia malah menatap Billy panik sekaligus bingung. Mita pun kemudian mendekat ke meja rekannya itu dengan perasaan cemas. Takut apabila Vano muncul dan memarahinya. Lagian kenapa juga sih, Mita merutuki dirinya sendiri. Harusnya kan mengetuk pintu lebih dulu. Dia merasa luar biasa syok. Adegan yang selama ini hanya di lihat dari layar laptop ataupun ponsel, namun sekarang dia sudah saksikan secara langsung. Mita hanya takut, Vano akan muncul dan memarahinya. "Kenapa sih Mit?" Billy bertanya lagi, dia berjalan ingin mendekati pintu. Jelas laki-laki itu penasaran, ekspresi khawatir yang ditampilkan Mita membuatnya harus mengecek. Namun sebelum Billy membuka pintu ruangan CEO yang masih tertutup rapat, lengannya langsung di tarik oleh Mita. "Jangan," katanya memperingati. "Emang kenapa?" "Itu--" Mita nggak bisa melan
Read more
18. Tidur
Selepas menghadiri pertemuan dengan direktur perusahaan InaFood, untuk membahas keuntungan sesi produksi pertama proyek kerjasama kedua belah perusahaan. Vano dengan langkah lebarnya kembali meninggalkan seorang gadis yang masih kesusahan menyamai langkahnya. Mita sendiri membawa tumpukan berkas serta laptop milik bosnya dengan susah payah, belum lagi rok span serta heels yang dia pakai semakin menyulitkan setiap langkahnya. Tetapi bos menyebalkan itu, dengan tampang cuek, masa bodo dengan kesulitan bawahannya. Lagi-lagi membuat Mita mendengus kesal. Kenapa sih, bosnya selalu terburu-buru, nggak ada santai-santainya sedikit. Lagi pula pertemuan sudah berakhir, nggak perlu takut terlambat kan? Sehingga akibat memendam rasa kesal, Mita pun pada akhirnya memutuskan untuk berjalan normal saja tanpa tergesa-gesa menyamai langkah Vano. Apa boleh buat, dari pada laptop bosnya yang hancur akibat terjatuh. Bisa-bisa Mita dicincang bukan lagi dinyinyiri
Read more
19. Ngomong sama tembok
Senja di bibir pantai Kuta Bali begitu indah bak surga dunia yang membuat nyaman untuk tetap tinggal. Matahari pelan terbenam di ufuk barat, memberikan kilauan sinar jingga seolah menyiratkan sebuah pesan yang kira-kira isinya 'sampai jumpa kembali esok hari para manusia, aku ingin istirahat dulu.' Begitulah mungkin pesan sang matahari. Kini Mita berdiri diantara orang-orang yang sedang menikmati momen sunset diiringi dengan deburan obak, serta semilir angin di pinggir pantai. Kakinya telanjang menyentuh pasir putih yang basah akibat sapuan ombak. Terpaan angin membuat helai rambutnya beterbangan. Rasanya tenang sekali. Dia pun berinisiatif memejamkan kedua kelopak matanya yang sipit. Membiarkan sapuan ombak mengenai kaki telanjangnya dan membiarkan juga terpaan angin mengenai tubuhnya. Mita semakin memejamkan mata. Dia merasakan sorot jingga terang mulai perlahan memudar hingga menjadi gelap. Deburan ombak yang terasa pelan me
Read more
20. Misterius
Tepat pukul tujuh malam mobil Mercedes-Benz GLB-Class yang ditumpangi Vano dan Mita memasuki pekarangan halaman rumah minimalis mewah milik CEO muda itu. Mita sudah nggak bisa berkata-kata lagi, dia ingin cepat pulang sampai ke rumahnya. Namun setelah turun dari mobil, Vano langsung melenggang masuk ke dalam sebelum Mita pamit untuk langsung pulang. Gadis itu menatap punggung Vano yang kian menghilang dari pandangannya. Dia sudah nggak ada tenaga untuk mengumpat. Alhasil dengan lunglai, Mita santai masuk ke dalam seperti rumah sendiri. Dia ingin menemui Bik Muti saja untuk pamit pulang. Dan wanita paruh baya itu dapat Mita temukan di dapur, sedang menyiapkan makan malam untuk si Tuan Muda. "Bu," panggil Mita pelan. Dia lemas luar biasa, ingin cepat rebahan di kasurnya. "Eh Mbak Mita, kebetulan, ikut makan malam ya?" "Eh enggak Bu," Mita menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia bukan mau ikut makan malam tapi ingin pamit pula
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status