All Chapters of Asisten Pribadi Tuan Muda: Chapter 31 - Chapter 40
125 Chapters
31. Bisa diatur
Di bawah langit yang menghitam mobil Mercedes-Benz GLB-Class semakin melaju kencang di jalanan malam kota Jakarta yang lenggang. Suasana di dalamnya sangat sunyi, Vano menggenggam stir dan fokus memandang ke depan. Sedangkan Mita duduk menyender anti menoleh ke kanan. Rasanya dia ingin cepat-cepat keluar dari rasa sunyi nan canggung yang melanda. Ternyata lebih baik menikmati suasana nggak nyaman dengan Farhan dan kawan-kawan dibanding harus duduk bersebelahan dengan tuan bos yang mengesalkan."Di plang depan, belok kanan," ucap Mita kembali memberikan arahan.Vano nggak membalas. Dia diam tanpa kata setelah mengeluarkan kekesalannya. Laki-laki itu hanya bertindak menuruti arahan dari gadis disebelahnya. Sedangkan ekspresinya telah kembali datar seperti biasa menutupi segala rasa canggung yang melanda."Berhenti pak, sudah sampai," ucap Mita kembali ketika mobil telah sampai di depan gerbang rumahnya.Dia menunggu mobil berhenti. Ingin cepat-cepat melenggang pergi memasu
Read more
32. Ganteng dan manis
Pagi hari menjelang. Kicauan burung-burung di pagi hari yang cerah terdengar. Mita membuka jendela kamarnya, lalu semburat sinar mentari langsung menerobos masuk ke dalam.Suasana pagi hari pada hari minggu tampak cerah. Jika Mita nggak memiliki rencana, dia akan berlama menatap langit di jendelanya.Namun karena gadis itu memiliki janji pukul delapan pagi, maka dia kini sedang bersiap-siap.Pakaiannya sudah rapih, semi formal. Celana jeans kulot panjang dengan blouse bermotif. Sejujurnya Mita bingung, harus dengan berpakaian seperti apa untuk menemui kedua orang tua bosnya.Sebab mau berpakaian formal tapi nggak lagi bekerja. Mau berpakaian nggak formal tapi ini akan menemui orang tua dari bosnya.Alhasil Mita memilih gaya semi formal untuk cari aman saja.Dan setelah berpakaian rapih, gadis bermata sipit itu segera duduk di meja riasnya. Dia akan merias dirinya sesimple mungkin tapi nggak terlalu pucat."Mita ..." suara Ibu memanggil dari luar kamar, kemudian
Read more
33. Nggak ada waktu main-main
Rumah orang tua Vano terletak di daerah Tangerang. Butuh waktu perjalanan sekitar 1 jam untuk sampai. Beruntung jalanan lenggang sehingga Vano bisa mempercepat laju mobil. Namun sesuatu yang nggak disukai Mita adalah sama-sama diam.Selama perjalanan mereka sama-sama diam. Hanya mengeluarkan kata yang penting-penting saja, setelahnya kembali diam membisu dan menjadi canggung.Sebenarnya tangan Mita gatal ingin menyetel radio agar suasana nggak sunyi-sunyi amat. Tetapi orang disampingnya mengeluarkan aura dingin bagai kutub utara. Berbeda sekali dengan beberapa puluh menit yang lalu, dimana Vano bisa ramah dan auranya menyenangkan.Tuh kan.Vano memang selalu seperti itu jika bersama Mita. Entah dingin adalah sikap asli bosnya itu atau sebenarnya ramah merupakan sikap aslinya.Kalau memang sikap asli Vano ramah, Mita berasa dapat getahnya. Hal-hal jelek dia dapatkan sedangkan orang lain bisa mendapati Vano yang ramah, manis dan tampan.Kan nggak adil.
Read more
34. Keluarga Vano
"Bangun! Kamu itu tukang tidur ya!"Guncangan kencang di bahu Mita membuat gadis itu semakin tersadar. Dia membuka kelopak matanya dengan terpaksa. Matanya memerah sehabis bangun tidur. Nggak menyangka bahwa dia tertidur dalam perjalanan."Sudah sampai pak?" tanya gadis itu sedikit serak. Dia menegakkan duduknya, menoleh pada Vano yang sedang membuka seatbealt nya."Kalau tidur itu mingkem, ngorok lagi," kata Vano mengabaikan pertanyaan asistennya.Hah?Mita mencerna dengan lelet. Otaknya belum sadar sepenuhnya. Ngorok?Duh, malu."Saya nggak ngorok ya pak.""Kamu tidur mana tau, saya yang dengar.""Bukan ngorok, itu tuh cuman helaan nafas tapi sedikit bunyi, bapak sok tau banget," balas Mita kesal.Padahal dirinya yang nggak tau apa-apa. Laki-laki itu hanya menahan tawanya. Kebodohan Mita memang terkadang lucu. Ingin tertawa tapi gengsi.Maka daripada tertular dengan kebodohan asistennya, Vano segera keluar dari mobil begitu sa
Read more
35. Menzalimi anak sendiri
Suara dentingan antara sendok dan piring beradu dengan nyaring, seiring obrolan yang kian seru di ruang makan pada pukul sepuluh pagi. Pak Iskandar dan Tante Gina begitu semangat membuka obrolan, memancing keterdiaman Vano serta Mita untuk ikut andil dalam obrolan.Biasanya yang Mita tau. Cara makan orang kaya sedikit berbeda dengan kalangan biasa. Ada attitude atau bahkan sampai mempraktekan table manner yang ribet dan kaku.Atau misalkan simple nya nggak mengobrol ketika sedang acara makan.Namun semua opini gadis itu mengenai orang kaya seakan terhempas entah kemana ketika berbaur dengan keluarga Vano.Kehangatan sederhana yang sama melingkupi Mita selayaknya di rumah sendiri. Bahkan Vano yang biasa dingin bin nyebelin seketika menjadi laki-laki hangat dan ramah.Dua kali dirinya mendapati Vano yang beraura berbeda dan lebih menyenangkan dari biasanya. Yaitu ketika bersama Hansel dan Bapaknya tadi pagi, serta saat ini ketika bosnya bersama dengan kedua or
Read more
36. Ajarkan dia tertawa
"Nggak kerasa ya, padahal kalian sampai sore disini, rasanya cepat sakali," ucap Tante Gina begitu mengantar anak serta asisten anaknya keluar rumah. Pak Iskandar pun ikut mengantar, namun beliau seperti belum mengikhlaskan bahwa akan berpisah dengan Mita. Asisten anaknya itu sudah ia anggap sebagai anak sendiri.Maklum, sebab Pak Iskandar dan Tante Gina hanya memiliki satu anak yaitu Vano. Dulu Pak Iskandar berharap betul memiliki seorang anak lagi yang berjenis kelamin perempuan. Namun Tuhan lebih mempercayai mereka dengan satu keturunan saja.Dan hari ini, ia bertemu dengan Mita. Sesosok anak yang diharap-harapkannya sejak dulu."Saya senang Tante, bisa main kesini, kenal sama Tante dan Om yang menyenangkan," ucap Mita tersenyum tulus. Dia menatap Pak Iskandar haru. Rasanya seperti menemukan sosok Bapak yang lebih cerewet dan lebih suka bercanda."Kamu yang lebih menyenangkan Mita, bikin suasana rumah kami jadi ramai, terimakasih ya menyempatkan main kesini, boleh kok
Read more
37. Akan direcokin balik
"Ternyata keluarga Pak Vano memang menyenangkan, nggak beda jauh sama keluarga saya, kirain bakal kaku," kata Mita jujur.Dia duduk di sebelah Vano yang sedang fokus menatap kedepan.Mereka sedang dalam perjalanan pulang, namun karena tadi sudah mendung, alhasil sekarang hujan deras pun turun.Wiper pun bergerak seirama untuk membersihkan air hujan yang terus menetesi kaca depan.Dengan suasana yang dingin ditemani dengan suara rintikan hujan, gadis bermata sipit itu nyatanya nggak bisa benar-benar diam. Bibirnya gatal ingin sedikit berbincang dengan bosnya. Lagian ada rasa nggak enak juga, ketika tadi Mita dengan semangat ikut ceng-cengin Vano, namun ketika hanya berdua gadis itu merasa nggak bisa lagi melakukan hal serupa. Dia nggak bisa bercanda, nggak akan ada yang membelanya, bahkan aura Vano kembali menjadi serius dan kaku, maka mau nggak mau Mita harus mempertegas bahwa hal tadi hanya candaan semata. Sudah belalu, jadi dia ingin terlihat santai dan membuka
Read more
38. Gila ...
"Bawa." Vano mengangsurkan plastik berlebel merk makanan kepada Mita sebelum gadis itu keluar.Raut wajah Mita terlihat masih mengantuk. Sebab Vano seperti biasa membangunkannya dengan brutal."Ini apa Pak?" tanyanya yang sudah menggenggam plastik dari Vano. Sebenarnya dia sudah bisa mengerti makanan apa yang ada didalamnya. Dari merk nya saja nggak asing yaitu martabak terkenal dengan cita rasa yang banyak disukai orang-orang. Mita dan Bianca pun sering memakan martabak itu. Hanya saja, gadis itu nggak paham dengan maksud Vano memberikan kepadanya."Buat Ibu, Bapak dan Hansel.""Eh nggak usah pak, jangan repot-repot." Mita ingin mengembalikannya kepada Vano namun raut laki-laki itu semakin dingin dan semakin nggak enak dilihat."Itu buat mereka, bukan buat kamu, saya nggak repot."Saat Mita akan kembali menyanggah, laki-laki itu kembali berkata dengan nada mengusir. "Sana, keluar, saya mau pulang. Kalau mau ikut ngomong dari tadi biar nggak mampir."
Read more
39. Nggak usah gaya
Hari yang cerah. Mentari pagi bersinar indah. Seolah memang sedang menyambut pagi yang menyenangkan untuk Mita. Senyumnya pun menawan di bibir sedikit tebalnya. Sorot mata sipitnya juga bersinar terang, siapapun pasti tau jika gadis itu sedang berbahagia.Terlebih senandung-senandung kecil sering dia gumamkan. Sehingga aura bahagiannya kian terasa.Vano hanya menatap asistennya itu datar. Walaupun dia bisa merasakan kebahagiaan Mita, namun dia sudah tau apa penyebab yang membuat Mita bisa sebahagia itu.Mita itu ibaratkan sebuah cerita yang mudah ditebak. Dari tindakan, sikap dan perkataan, Vano dapat dengan mudah menebak apa yang sedang dirasakan oleh asistennya itu."Nah, sudah." Mita memundurkan tubuhnya untuk melihat dengan jelas laki-laki didepannya. "Sudah rapih, Pak Vano semakin ganteng deh," komentar Mita mengerlingkan mata sipitnya.Laki-laki di depannya mendengus. Kemudian melonggarkan dasi yang telah dipakaikan oleh Mita. "Terlalu mencekik," katanya datar y
Read more
40. Nggak becus bekerja
Tau dementor? Itu loh tokoh fiksi karangan J. K. Rowling di serial Harry Potter. Dementor digambarkan sebagai makhluk menyeramkan yang bisa menyedot kebahagiaan manusia. Dah lah, emang persis banget dengan Vano. Hanya beda wujud saja, sebab Vano lebih enak dipandang dibanding si dementor. Tapi pada intinya keduanya sama, yaitu sama-sama penyedot kebagaiaan orang disekitar. Awal-awal, Mita sih masih punya sihir Expecto Patronum untuk menangkal si dementor alias Vano. Agar kebahagiaan yang dia rasakan nggak tersedot. Gadis itu sudah berusaha untuk menjaga moodnya dengan baik. Namun kekuatan sihir Expecto Patronum nya semakin mengikis akibat bertubi-tubi mendapat nyinyiran bosnya. Heran banget, kenapa nggak bisa lihat Mita bahagia sedikit saja sih. Sepanjang pagi hingga menjelang siang, Vano terus membuat gara-gara dengan asistennya. Ya yang menyuruh Mita untuk ikut meeting, bolak-balik keluar ruangan untuk koordinasi dengan Billy, menyur
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status