All Chapters of Santet Pengantin: Chapter 11 - Chapter 20
93 Chapters
Part 11
"Arga, papa dan mama minta maaf karena datang terlambat. Sebenarnya kami tadi langsung berangkat setelah menerima telepon darimu, tapi nggak tahu kenapa mobil papa tiba-tiba saja mogok dan nggak mau dinyalakan lagi mesinnya. Jadi kami terpaksa harus menunggu tukang bengkel langganan kita untuk datang mengambil mobil papa dan menelepon taksi untuk melanjutkan perjalanan ke sini," papar Roy."Ya, nggak apa-apa, Pa, Ma. Papi dan mami juga baru datang kok, karena tadi mereka kejebak hujan angin ribut dan nggak berani nerusin perjalanan karena jarak pandang terlalu dekat," jelas Arga kepada Roy."Oh, oke. Sekarang beritahu pada kami, bagaimana keadaan istri dan calon anak kalian? Mereka selamat 'kan?" Risa bertanya kepada Arga mewakili suami dan kedua besannya.Wajah Arga semakin murung. Tanpa suara, Arga menggamit tangan mamanya dan meminta mereka semua untuk mengikuti dirinya menuju ke ruang pemulasaraan jenazah.Wajah ke empat orang tuanya terlihat tak meng
Read more
Part 12
Sementara itu di kediaman Indra, papa Arga, para tetangga mulai berdatangan untuk membantu proses pemakaman anak Arga. Beberapa ibu, membantu memasak dan menyiapkan air minum serta camilan untuk para pelayat dan keluarga beserta beberapa penggali makam. Sementara itu para bapak bersiap untuk menyalatkan jenazah dan menyiapkan keranda untuk membawa jenazah ke makam, di masjid wakaf keluarga Indra Hartawan.Sekilas tidak ada yang aneh dari kegiatan itu, semua tampak wajar dan normal. Arga yang masih ingin bersama buah hatinya menolak memasukkan jenazah bayinya ke dalam keranda, dia ingin menggendong jenazah anaknya selama perjalanan hingga ke liang lahat."Bisa nggak, Pak kalau saya gendong anak saya saja mulai dari sini hingga ke makam. Ya, itung-itung gendongan pertama dan terakhir saya untuk dia, Pak," pinta Arga kepada beberapa tetangganya yang ikut mengurusi jenazah."Silahkan, Nak Arga. Nanti kalau Nak Arga sudah siap, kita langsung berangkat ya. Kasian kala
Read more
Part 13
"Iya! Itu dia! Yang saya lihat mungkin sama persis dengan yang bapak lihat sekarang. Gedebog pisang!" tandas Pak Johan.Pak Candra mengangguk-angguk dengan wajah pucat pasi, dia masih tidak mengerti bagaimana mungkin jenazah bisa tiba-tiba saja berubah menjadi gedebog pisang atau memang dari awal mereka semua telah tertipu tanpa mereka sadari.Pak Candra dan Pak Johan saling menatap satu sama lain, mereka betul-betul tidak memahami kejadian yang menurut mereka sangat tidak masuk akal tersebut, perlahan tapi pasti bulu kuduk mereka meremang dan tubuh mereka bergidik perlahan.Suasana pun menjadi mencekam walau pun saat itu matahari masih bersinar, aroma amis pun samar-samar merasuk ke dalam rongga hidung mereka masing-masing.Pak RT yang kebetulan lewat, hendak mengambil air wudhu untuk mengerjakan salat fardhu kifayah dan kebetulan melihat ke dalam pun keheranan dengan tingkah Pak Johan dan Pak Candra yang di nilainya berbeda dengan biasanya."Assa
Read more
Part 14
Mereka bertiga berdiskusi bagaimana sebaiknya, karena sangat tidak mungkin menyampaikan hal ini kepada keluarga besar Arga yang sedang berkabung saat ini. Akhirnya mereka memutuskan untuk mendatangi Ustadz Hasyim, ustadz yang merangkap sebagai salah satu imam di masjid di itu.   Setibanya di kediaman ustadz, mereka menceritakan kejadian yang menimpa anak Arga. Tidak lupa mereka menceritakan juga perihal aroma amis darah yang mereka cium sewaktu akan mendatangi almarhum bayi Arga.   "Baik, saya sudah paham dan mengerti dengan cerita bapak-bapak. Jadi sekarang saya kembalikan lagi, saat ini terserah bapak bertiga ini mau pulang atau terus mengantar hingga pemakaman," tawar Ustadz Hasyim kepada ketiga tamunya.   Ketiga bapak-bapak itu saling tatap satu sama lain, tidak ada yang berani menjawab pertanyaan Ustadz Hasyim. Mereka tidak tahu harus bersikap bagaimana, sebab mereka adalah tetangga Indra paling dekat tetapi di lain
Read more
Part 15
Kania menyeringai puas, dia merasa begitu bahagia melihat penderitaan Arga dan Rasti sudah di mulai. Dia menimang boneka jerami berbalut kafan dengan foto Rasti masih menempel erat di badannya. Bibirnya tersenyum smirk, membayangkan kehancuran Rasti, sahabat yang telah tega menusuknya dari belakang.'Ini baru permulaan, Rasti sayang. Selanjutnya, penderitaanmu akan lebih berat dan menyakitkan, bahkan lebih dari rasa sakit yang pernah kau tebarkan untuk keluargaku dulu, dan di saat-saat itu aku akan tertawa melihatmu tak berdaya. Hahaha,' desis Kania geram, 'dan kau Mas Arga ... kau akan menyesali keputusanmu untuk meninggalkan aku demi memilih perempuan sundal berlidah ular itu! Akan kubuat kau mengejar-ngejarku lagi dan melupakan perempuan sialan itu!'Mata Kania beralih ke cermin besar yang ada di dalam kamarnya. Dia melihat dirinya sekarang begitu kurus dan kusam tidak seperti saat dia masih bahagia bersama Arga. Rasa sakit itu telah merubah dirinya begitu jauh, ter
Read more
Part 16
Citra memahami perasaan suaminya, sejak Irvan mengetahui perihal kehancuran rumah tangga putri mereka yang akhirnya membuatnya terkena stroke, Irvan seakan tidak ada keinginan untuk hidup karena bagi Irvan putri semata wayangnya itu adalah sebuah permata rapuh yang tidak boleh dihancurkan siapa pun juga."Ayah, mau video call nggak sama Kania? Ibu sambungkan ya," tawar Citra menghibur Irvan, suaminya.Citra lalu mengambil ponselnya kemudian menekan nomor putrinya untuk melakukan panggilan video melalui aplikasi hiijau di ponselnya.Tuuut! Tuuut! Tuuut! Klik!Terdengar nada sambung panggilan yang disusul dengan nada tombol panggilan diterima.[Assalamualaikum, Kania.] sapa Citra, ibu Kania mengawali panggilan.[Eh, ibu. Ibu dan ayah, apa kabar? Kania kangen, Bu.] tanya Kania, begitu tahu ibunya yang meneleponnya.[Baik, alhamdulillah baik, Nak. Kamu juga apa kabarnya di Jakarta, Sayang?] Citra menyatakan kabar putrinya yang sudah lama
Read more
Part 17
Kania melirik pantulan wajahnya di layar ponsel yang masih digenggamnya, d noia melihat ada sesosok wanita tengah berdiri tepat di belakangnya, wanita itu tampak mengulurkan tangan kirinya yang pucat pasi dengan kuku-kuku runcingnya ingin memegang bahu kirinya.Deg!Detak jantung Kania terasa berhenti begitu saja, saat merasakan tangan dingin dan pucat itu menyentuh sedikit kulit lehernya. Bagaikan terhipnotis oleh sosok wanita itu, Kania menganggukkan kepalanya dan berkata bahwa dia akan melanjutkan permainan yang sudah dimulainya dan baru akan berhenti setelah dendamnya usai terbalaskan semua."Aku akan melanjutkan permainan kita, dan tidak akan berhenti hingga dendamku terbalaskan. Arga, Rasti tunggu pembalasanku berikutnya! Haha! Hahaha! Hahahaha!" Tawa Kania terdengar menggema keseluruh ruangan, tanpa dia sadari sosok wanita itu menampakkan senyum smirknya mendengar Kania begitu mudah masuk ke dalam perangkapnya.'Teruslah kau bermain, Kania! Terusla
Read more
Part 18
Tiba-tiba angin dingin berhembus di dalam kamar Kania yang tertutup rapat, membuat tirai kamar dan hiasan yang bergantung di dinding kamarnya bergoyang-goyang tanpa ada yang menyentuh. Nyala api di lilin yang dinyalakan Kania pun meliuk-liuk seakan hendak padam, cermin besar di dinding kamarnya mulai berderak dan ...   Kriet!   Pintu kamar Kania terbuka sendiri, tidak terlihat siapa yang telah membukanya. Kemudian pintu itu menutup kembali dengan sendirinya tanpa ada satu sosok pun yang terlihat keluar atau pun masuk. Kembali tercium aroma amis yang mulai bersahabat dengan hidungnya.   'Ada apa kau memanggilku, Kania? Apa kau memerlukan bantuanku? Katakan saja apa maumu,' ucap sebuah suara parau yang mulai akrab di gendang telinganya.   "Iya, aku memanggilmu. Aku ingin kamu ganggu perempuan ini di alam bawah sadarnya agar dia cepat terbangun dan kita mendapatkan musuh yang seimbang, tidak seperti sek
Read more
Part 19
Ayah dan ibu Kania saling pandang lalu bersama-sama menggelengkan kepala, tanda mereka berdua tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh Kania.Kania menghela nafas sebelum kembali meneruskan ceritanya, "dulu ... almarhum kakek pernah bilang pada Kania bila kepala kita kejatuhan cicak, maka kita akan mengalami kesialan selama tujuh turunan, Yah, Bu. Kania takut itu terjadi, Kania nggak sanggup membayangkan bagaimana bila itu benar-benar terjadi," lirih Kania sambil menatap manik kedua orang tuanya dengan takut-takut.Irvan dan Citra saling bertukar pandang sejenak sebelum akhirnya tawa mereka berdua meledak dengan kerasnya, "hahaha! Hahaha! Hahaha! Ya Allah, Kania. Jadi itu yang bikin kamu ketakutan sampai nggak tidur semalaman sehingga menciptakan mata panda ini. Hahaha! Hahaha!" canda ayah Kania sambil terus tertawa terbahak-bahak."Kania ... Kania, kamu itu lulusan terbaik dari universitas ternama, pendidikan agamamu juga lumayan tapi kenapa kamu masih percaya m
Read more
Part 20
Dengan tergesa, Kania menyapukan make-up tipis dan natural ke wajahnya yang memang sudah cantik itu. Tidak sampai sepuluh menit, Kania sudah siap berangkat ke kantor.   "Bu, Kania berangkat ke kantor dulu. Terima kasih untuk semuanya, Bu. I love you. Assalamualaikum," pamit Kania kepada ibunya sambil mencium tangan kemudian mencium kedua pipi wanita cantik itu.   "Fii amanillah. Jangan ngebut! Jaga salat dan jangan lupa untuk makan nanti siang! W*'alaikumsalam," ucap Citra setengah berteriak mengingatkan Kania yang berlari begitu saja setelah menciumnya tadi.   Tidak lama setelahnya terdengar suara mobil distarter, melaju membelah aspal meninggalkan rumah.   Citra tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku anak perempuannya, "ck, sudah mau nikah tapi kelakuan masih kaya anak kecil aja. Dasar, Kania."   "Siapa yang kaya anak kecil, Sayang?" tanya Irvan ti
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status