All Chapters of Desah Di Kamar Sebelah: Chapter 91 - Chapter 100
146 Chapters
91
BAGIAN 91POV NAMI               “Ah, udahlah, Rah. Kita lihat saja nanti. Toh, aku ini bukan orang bodoh yang mudah ditipu. Insyaallah, si Ina itu kalau macam-macam bakal segera ketahuan sama aku.” Aku menguatkan diri. Bersikukuh pada pendirian bahwa aku ini bukan wanita yang asal percaya saja sama orang. Apalagi mantan pelaku kriminal dan penyintan gangguan jiwa. Bukankah gelagat aneh dari Ina nantinya bakal mudah buat terendus?              “Ya, sudah kalau gitu, Nyah. Semoga itu orangnya emang udah tobat,” ucap Rahima mengalah.              “Amin. Ya, udah. Ayo bantu aku ke depan.” Aku langsung mengangkat nampan. Mengajak Rahima gegas mengantarkan minuman dan camilan ke depan. Pembantuku itu menurut. Tanpa ba
Read more
92
BAGIAN 92POV NAMI                           “Nami, tolong panggilkan dokter Indra ke sini. Sekalian Rahima suruh beli bubur ayam di warungnya Kardi. Oh, ya. Sepertinya stok buah di kulkas perlu ditambah. Ina perlu makanan bergizi selama pemulihan sakit ini.” Mas Anwar berkata kepadaku di ambang pintu kamar tamu yang letaknya bersebelahan dengan kamar milik Rahima yang tak jauh kberadaannya dari ruang tengah.              Aku menghela napas. Berusaha untuk tetap tersenyum meskipun sebenarnya hatiku mulai rikuh. Mas Anwar, seakan menspesialkan Ina. Namun, sudahlah. Aku harus mengalah. Toh, suamiku adalah milik sahku. Ina hanyalah mantan. Mungkin itu mindset yang harus kupertahankan di dalam pikiran.      
Read more
93
BAGIAN 93 POV NAMI “I-itulah yang buat Mama pusing, Ris,” lirihku terbata. Kepalaku jadi cenut-cenut. Aku benar-benar pening memikirkan ini seketika. Ya Allah, apakah langkahku salah dalam memasukan perempuan itu ke rumah kami? “Dia sudah sembuh dari penyakit jiwanya, Ma? Lantas, kenapa harus pulang ke rumah Papa, sih? Apa tidak dipulangkan saja ke kampung halamannya sana?” desak Risti bertubi-tubi kepadaku. “Iya, Ris. Sudah sembuh katanya. Sudah bisa pulang dari RSJ. Ini numpang menginap. Besok katanya mau pulang kampung.” Terdengar di seberang sana Risti mengembuskan napas masygul. Risti, jangan makin membuat mamamu ini bimbang, dong. Astaga, aku jadi merasa benar-benar tertekan. “Mama lihat, bagaimana sikapnya yang sekarang?” tanya Risti bernada waspada. “Lihat. Mama lihat kok, Ris. Dia … sepertinya sudah waras. Tidak seperti pas di RSJ dulu. Tatapannya sudha tidak kosong lagi. Cara menyahutny
Read more
94
BAGIAN 94POV NAMI              “Tapi, Mas, bukankah dulu kamu sudah menganggap Risti sebagai anakmu sendiri?” tanyaku. Meski kutahan rasa dongkol itu, akhrinya mencuat juga pertanyaan barusan. Mulutku sudah gatal sendiri rasanya.              “Itu kan, dulu. Sekarang Risti sudah punya suami baru, sudah punya anak, dan kehidupan yang sangat layak. Aku tidak merasa perlu untuk menspesialkan anak itu lagi dan memberikannya terlalu banyak porsi untuk mencampuri masalah keluarga kita. Karena ya, kita sudah sama-sama punya keluarga baru.” Mas Anwar berucap enteng.              Tentu aku masih merasa sesak. Kurang nyaman dengan perubahan Mas Anwar yang begitu drastis. Baiklah. Mungkin aku harus menerima keputusannya. Dia imam di rumah ini. Wal
Read more
95
BAGIAN 95POV NAMI              Lugas ku tepis rangkulan Mas Anwar. Kupasang wajah dingin, lalu aku pun menoleh kepada dokter Indra yang juga terlihat kurang nyaman gerak-geriknya. Dia pasti merasa canggung. Tentu saja. Orang waras pasti menganggap ucapan suamiku itu menggelikan dan sangat kurang pantas buat diucapkan. Entahlah Mas Anwar ini. Ketika Ina menginjakkan kaki ke rumah kami, sikapnya lambat laun membuatku gondok luar biasa.              “Dokter, Fatina, silakan masuk ke dalam,” ucapku mempersilakan mereka berdua untuk masuk ke kamar tamu yang berada di pojok lorong sebelah kiri sana.              “Dok, tolong Ina dipasangkan infus saja. Mohon resepkan obat-obatan suntiknya, Dok. Nami yang akan mengawasi selama infus terpasang.&rdquo
Read more
96
BAGIAN 96POV NAMI              Dokter Indra sudah pulang dan menitipkan kepadaku obat-obatan yang harus dimasukan melaui selang infusnya Ina. Selepas dokter Indra dan Fatina pulang, aku memutuskan diri untuk menyingkir sejenak. Aku masuk ke kamar, membiarkan Mas Anwar tertinggal di kamar tamu bersama Ina dan keluarga perempuan itu.              Kepalaku rasanya sakit. Berdenyut karena sibuk memikirkan konflik yang rasanya pelik tersebut. Kutarik napas dalam-dalam sembari berjalan gontai menuju ranjang. Kulepaskan hijab dan kugantungkan kain penutup aurat itu di ujung tiang ranjang. Aku pun berbaring. Ya Allah, kenapa rasanya sedih sekali, ya?              Ketika aku hendak memejamkan mata, tiba-tiba pintu kamarku dibuka dari luar. Aku pun kaget. Langsung melem
Read more
97
BAGIAN 97 POV NAMI                             “Tidak hanya Munarwan yang menjadi korban, tetapi anak Ina sendiri pun sebenarnya adalah korban. Mendiang kusadari kurang memiliki figur seorang bapak di rumah. Aku memang cenderung jauh dengannya. Selain karena sibuk bekerja, aku memang sedari dia lahir agak menjaga jarak. Bukan karena apa-apa. Aku hanya tak ingin terlalu memiliki ikatan batin dengan anak itu. Hatiku hanya menolak untuk bisa membersamainya. Mungkin, karena dia anak perempuan. Kau tahu sendiri kan, Nami, aku ini senangnya dengan anak lelaki saja. Tidak dengan anak perempuan, terlebih bukan darah dagingku sendiri.” Kalimat demi kalimat yang meluncur dari bibir tebal nan legam milik Mas Anwar kian membuatku bungkam. Aku terperanjat sebab alasannya tersebut. Untung saja anakku berjenis kelamin laki-laki. Coba kala
Read more
98
BAGIAN 98POV NAMI              “Baik, Tika. Kamu harap sabar dulu, ya. Papa akan mengusahakan yang terbaik untuk kalian semua.” Mas Anwar terlihat agak gentar. Membuatku sangat heran dengan perubahan sikapnya yang begitu drastis sepulang dari India. Kenapa suamiku jadi serba tak tegas begini, ya? Apa pun yang diminta orang, dengan mudahnya dia akan mengiya-iyakan saja. Jangan bilang, alasannya ingin menebus rasa berdosa lagi? Kalau itu alasannya sih, aku rasanya angkat tangan juga lama-lama.              “Tolong ya, Pa. Aku benar-benar sudah tidak betah lagi hidup sendirian begini. Punya suami itu bukan hanya status saja, Pa. Aku juga pengen membangun rumah tangga yang utuh seperti pasangan suami istri normal lainnya. Aku tertekan Pa, asal Papa tahu. Di sini banyak sekali yang menghujatku. Mulai dari kasus pembunu
Read more
99
BAGIAN 99POV NAMI              Aku dibantu dengan Rahima kini tengah berkutat di dapur. Kami tengah menyiapkan makan siang untuk Mas Anwar, para tamu, dan satpam yang berjaga. Pukul 12.00 tepat akan terjadi pergantian shift antara Sukri dengan Jali. Baik Sukri dan Jali sama-sama diberi makan siang. Sementara satpam yang berjaga setelah Sukri pada pukul 21.00 nanti, yakni Rohmadi, maka akan diberi makan malam dengan menu masakan malam nanti. Ya, beginilah keseharianku. Aku yang kata orang-orang kini dinikahi sultan itu pun harus ikut andil dalam memasak setiap menu yang bakalan disantap suami maupun karyawan. Belum lagi kalau Mas Anwar mengundang anak-anak kain atau peternakan. Aku sih, tidak masalah. Malahan senang. Karena hobiku sendiri juga memasak. Namun, entah kenapa kali ini agak beda. Seperti agak lelah saja. Mungkin karena terlalu banyak bertengkar.      &nbs
Read more
100
BAGIAN 100POV NAMI              “Apakah kamu mau tinggal di sini? Membantuku di rumah dan mengurusi pekerjaan dapur maupun beres-beres? Tidak bermaksud untuk merendahkanmu. Namun, aku tulus ingin membantu.” Aku berucap dengan mata yang berkaca kepada Ina. Membuat perempuan itu tampak tertegun. Dia seperti syok mendengarkan permintaanku. Kedua bibirnya sampai gemetar kulihat.              “N-nyo-nya … a-apa saya tidak salah dengar?” lirih Ina. Air mata di kantung sendunya kini menetes. Pipi Ina yang mulus itu pun semakin basah akibat air mata yang menderu dan kian tumpah ruah.              Aku menggeleng pelan. Kugenggam jemari kiri Ina. “Aku sungguh-sungguh. Tidak bergurau atau basa-basi. Aku serius ingin mengajakmu tinggal
Read more
PREV
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status