All Chapters of Berpisah Untuk Bersatu: Chapter 31 - Chapter 40
113 Chapters
Perjuangan Tanpa Batas
Hampir saja aku membatalkan semuanya. Tidak jadi bekerja di Jerman demi bisa terus hidup bersama anak-anak. Bukankah kebahagiaan terbesar seroang ibu adalah ketika bisa berdekatan dengan anak-anaknya? Tanpa sekat walaupun hanya setebal kain gorden. Tapi bagaimana dengan semua hutangku pada Mbak Kinan? Bagaimana juga dengan perjanjian kerja kami? Ah!Tak mungkin aku menciderai nama baik sendiri. Terlalu bahaya. Lagi pula, hidup bersama dengan hidup berlima itu dua konsep yang berbeda bukan? Kebersamaan kami tetap akan bulat dan utuh, karena kami akan sama-sama berjuang setelah ini. Aku, akan berjuang sekuat jiwa dan raga untuk mencari nafkah hidup. Sedangkan anak-anak akan berjuang sekuat jiwa dan raga untuk menuntut ilmu. Ya, meskipun mereka juga harus belajar untuk lebih mandiri lagi, berani menghadapi kenyataan dan bertanggung jawab. Lebih dewasa dalam berpikir, mengambil sikap dan keputusan. Oh, semoga keberangkatan bekerja di Jerman ini bisa menjadi awal yang
Read more
Malam Pertama di Jerman
Sumpah!Baru kali ini aku menangis hingga tak bersuara. Hanya linangan air mata yang menciptakan sebentuk banjir bandang di hati. Bagaimana tidak? Akhirnya karena keegoisan dan sikap jahat Mas Tyas, aku harus meninggalkan anak-anak sendirian di rumah. Mana, ibu mana yang dengan senang hati melakukannya? Siapa yang rela? Aku yakin tidak ada, kecuali ibu yang sudah kehilangan kewarasan. Kalau tidak percaya, tanyakanlah pada seorang mama bernama Payung Teduh sekarang juga. Dia pasti menjawab dengan kejujuran yang hakiki."Mas Langit, Mas Laut, Mas Bumi … Maafkan Mama, Le!" isakku dalam tangis yang tak kunjung surut, "Maafkan Mama karena terpaksa meninggalkan kalian seperti ini. Oh Le, semua ini Mama lakukan demi kalian, Le. Demi masa depan kita. Oh, ooohhh, Le … Peluk Mama, peluk?"Lova menggeliat sebentar lalu kembali tertidur di sebelahku. Hal kecil yang justru berhasil menyurutkan banjir bandang di hati. Menyusut air mata. Ah, mungkin itulah yang d
Read more
Family in Fighting
Bagaimana akhirnya aku tertidur tadi malam? Maksudku setelah sampai di Jerman dengan perbedaan waktu yang cukup jauh dari Indonesia, dengan jetlag cukup serius. Tidak terlalu bisa mengingat, sih. Tapi sepertinya Mbak Kinan sudah pulang berbelanja di Heidelberg Mall. Kastil juga sudah tidur. Lova terbangun, menangis minta susu lalu aku berlari ke kamar kami yang terletak di samping ruang keluarga. Nah iya, begitu sepertinya. Seperti biasa, aku lebih mudah tertidur saat menemani Lova minum susu dengan botol. Entahlah, sedari dulu memang begitu. Padahal tidak menyusui secara langsung, lho. Hanya ikut berbaring saja di sebelahnya.OK dan inilah perjalanan hidupku yang baru di Jerman. Sudah, aku sudah mengucapkan selamat datang pada diri sendiri dan juga Lova. Selamat berjuang bersama, tetap semangat dan pantang menyerah demi kebahagiaan dan masa depan. Yakin, cerita di Jerman ini hanya sementara. Secuil kecil. Kelak, kami akan kembali pulang. Bersatu lagi dan bersama
Read more
Welcome to Heidelberg
Mbak Kinan belum pulang, anak-anak sudah tidur siang.  Sesegera mungkin, aku menyelesaikan pekerjaan  rumah. Menjemur pakaian di loteng, mengosongkan mesin cuci piring, menyedot debu dan terakhir merapikan mainan. Terakhir, menyusun buku-buku bacaan di ruang belajar Mbak Kinan. Semalam dia sudah memberikan catatan, bagaimana aku harus menyusunnya. Urut, berdasarkan huruf alfabet nama pengarangnya. Tidak terlalu banyak sih, hanya sekitar lima puluh buku. Tetapi harus tetap serius plus fokus, kan?Driiing, driiing!Belum setengah buku tersusun, bel pintu rumah berdering nyaring, membuatku terkesiap. Detik berikutnya, memakai jilbab dan tanpa memikirkan apa pun lagi berderap ke pintu depan. Ternyata teman Mbak Kinan, warga Indonesia juga sama seperti kami. Namanya Mbak Farha. "Farha." wanita cantik berjilbab biru muda polos itu memperkenalkan diri. Sesopan mungkin aku memperkenalkan diri, "Ayung, pengasuh Dek Kastil, putri Mbak Kinan."
Read more
Hakikat Perjuangan Seorang Ibu
Senangnya, membaca chat pertama dari Langit dengan ponsel yang dia beli dari hasil jerih payahku bekerja di sini. Wah, rasanya seperti putus tali sandal jepit tapi lalu menemukan peniti. Ya, pokoknya seperti itu lah, rasanya. Tidak sepenuhnya bahagia tapi senang. New Chat@Anonim [Assalamu'alaikum Mama][Ini Langit, Laut dan Bumi][Apa kabar Mama di sana?][Kami baik di sini][Bulek Uji yang nganterin aku beli hp tadi sore][Aku beli yang ramnya 2 Mama][Oh ya terima kasih ya Mama uang kiriman Mama sudah sampai][Baik-baik di sana ya Mama][Salam buat Dek Lova]Jangan tanyakan lagi, bagaimana air mata ini berguguran saat membaca baris demi baris chat Langit. Tak sanggup lagi menahan, meskipun Lova memandang dengan penuh kesedihan. Bagaimana tidak? Begitu tabahnya mereka menjalani cerita hidup ini padahal dalam keadaan jauh dari orangtua. Mas Tyas pun entah bagaimana sekarang? Semakin sadar atau semakin lupa diri?
Read more
Mas Tyas Semakin Menjadi-jadi
Terkejut kuadrat. Begitulah yang kurasakan ketika Langit memberitahu kalau Mas Tyas Pulang ke rumah  dengan  membawa Sari dan bayi perempuan mereka. Bukan apa-apa. Masalahnya Laut menolak mentah-mentah kedatangan mereka hingga akhirnya ribut dengan Mas Tyas. Hampir saja mereka berkelahi. Laut sudah mengambil sapu ijuk, bersiap memukul Mas Tyas. Untung Mas Tama dan Mbak Anty datang melerai. Kalau tidak?To: Anak-anak Cintaku [Tapi Ayah nggak jadi pulang ke rumah kan, Le?] [Terus, Dek Laut sudah tenang kan sekarang? Dek Bumi rewel apa nggak?]Sedikit lega perasaanku setelah pesan balasanku terkirim dan langsung dibaca. Meskipun tak bisa memungkiri sebuah kenyataan kalau hati ini berdesar-desar sakit saat menunggu pesan dari Langit. Is typing message … Sampai detik ini masih tak bisa membayangkan, bagaimana kejadiannya waktu Mas Tyas perang mulut dengan Laut? Laut memang paling keras di antara Langit dan Bumi. Tapi walau
Read more
Mencoba Untuk Melawan
Ternyata amukan Mas Tyas tidak hanya berhenti sampai sebatas chat saja. Dia juga berusaha untuk mengajakku berbicara di voice call. Video call juga pernah tapi aku tidak memberikan respon dalam bentuk apa pun. Untuk apa? Menambah dalam luka hati? Tidak, aku takkan pernah membiarkan itu terjadi. Titik. Cukup yang selama ini terjadi. Selain itu aku tak mau lagi. Heran juga rasanya, kenapa Mas Tyas sampai tega mengungkit peristiwa kelam itu? Padahal, dia sendiri yang ngotot sekaligus nekat mengantarkan aku pulang. Iya, kan? Kenapa masih saja menyalahkan aku seperti itu, coba? Memang benar kejadian itu sudah hampir enam belas tahun berlalu tapi masa dia lupa? Seenak hati melimpahkan kesalahan fatalnya padaku. Jelas, dia curang! "Mas, nggak usah nganterin aku pulang, Mas. Aku bisa pulang sendiri kok, naik bus." kataku waktu itu, mencegah keinginan Mas Ryas yang terlihat sekuat baja, " Lagian, aku hanya sebentar saja kok di rumah, Mas. Besok Senin pagi sudah bali
Read more
Mbak Kinan Berubah
"Mbak Ayung!" dengan nada suara yang berbeda---sepertinya  tergesa-gesa berangkat ke kampus, sehingga terdengar seperti orang marah---Mbak Kinan memanggil dari gang, "Mbak Ayung, tolong ke sini sebentar, Mbak!"Gegas, aku berderap menuruni tangga sambil menggendong Lova di belakang. Tak seperti biasanya, Lova sedikit rewel pagi ini. Tidak mau disambi bekerja lah, intinya. Sampai-sampai keteteran saat harus menyiapkan makan pagi, membersihkan  sekaligus merapikan semua kamar---kecuali kamar Kastil, dia masih tidur---dan menjemur pakaian. Bukan apa-apa. Masalahnya, tidak bisa sesigap biasa dan mungkin---aku merasa---itu masalah lain bagi Mbak Kinan. Mungkin lho tapi semoga saja tidak. "Saya, Mbak Kinan?" kataku begitu menapakkan kaki di gang. Napasku naik turun seperti orang yang baru saja berlari cepat, sementara Lova justru berceloteh lucu. Dua hari ini dia memang sedang menggilai lagu Five Little Ducks, lagu favorit Kastil. Sampai di sini, Mbak Kinan t
Read more
Masalah Semakin Rumit
"Mbak Ayung, Kastil mau es krim!" cakap Kastil lucu, penuh harapan ketika kami melintasi kedai es krim plus donat D & H, "Mau es krim, Mbak Ayung!" Sejujur-jujurnya kukatakan, yang ada di dalam benakku saat ini hanyalah perubahan sikap Mbak Kinan. Bagaimana bisa Mbak Kinan membuat kesimpulan kalau aku sudah melalaikan  pekerjaan dengan asyik bermain ponsel? Dengan bermedia sosial. Memangnya pekerjaan apa yang tidak selesai? Lalu, media sosial mana yang kukunjungi? Semenjak ada Lova, belum pernah lagi aku login ke semua akun media sosial. Status di chat room pun, tak pernah update. "Mbak Ayung, Kastil mau es krim … Hoaaa!" mungkin karena aku diam tak menanggapi, tangis Kastil semakin menjadi. Praktis otomatis aku terpengaruh. Maksudku, emosi sebagai seorang ibu dalam diri mulai bekerja, mendorong untuk melakukan sesuatu. Apakah itu?Aku berhenti mengayuh sepeda. Memutar separuh badan hingga menghadap ke arahnya. "Kak Kastil mau es krim
Read more
Semakin Campur Aduk
"Hi Ayung, Kastil dan Lova!" sapa Lea menjungkir balikkan seisi rongga dadaku, "Apa kabar semua?"Bagaimana tidak seisi rongga dadaku terjungkir balik, ketika menyadari kalau sudah berbuat salah? Sudah jelas hari ini ada jadwal mengajar les bahasa Indonesia untuk Lea, kenapa aku malah lupa? Bisa-bisanya terhanyut suasana di depan kedai es krim H & D tadi? Tidak bisa dengan tegas mengatasi kerewelan Kastil. Dasar aku, begitu saja sudah kuwalahan!"Halo, Lea!" seramah mungkin aku menyapa balik, "Semua baik dan Anda?"Lea menyuguhkan senyum lebar tulus untuk kami, "Saya baik juga Ayung, terima kasih. So, how is our Indonesia Class today?"Dengan menahan gejolak penyesalan di dalam diri aku mengatakan kalau kami bisa segera memulai pelajaran. Tentu saja setelah membuatkan susu untuk Lova sekaligus memberikan ruang yang nyaman untuk Kastil bermain. Lea menguasai senyum lebar seperti tadi, mempersilakanku untuk masuk ke dalam rumah terlebih dahulu. Sungguh,
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status