Semua Bab Tawaran Cinta Sang Taipan: Bab 1 - Bab 10
25 Bab
Sang milyuner dan gadis pilihan
“Setidaknya sampai hari ini kau harus bersyukur karena masih bernapas.” Begitulah kalimat penyemangat yang dilakukan Alexa pada diri sendiri. Jika bukan dirinya, siapa yang akan peduli? “Jangan melamun. Lihat! Meja nomor lima ada orang.” Alexa segera menoleh dan mendapati pelanggan sudah duduk di sana dan membuka buku menu. “Aku ya?” ucap Alexa malas. “Kau melamun terus. Ada apa?” tanya Emily merangkul bahunya. Salah satu sahabat sekaligus saudara bagi Alexa yang hidup seorang diri. “Tidak ada. Aku ke depan dulu,” sahut Alexa segera melangkah menuju meja nomor lima. Tangan kirinya memegang buku kecil yang digunakan untuk mencatat pesanan. “Silakan sebutkan pesanan Anda, Signore,” ucap Alexa yang berdiri dengan kepala menunduk di hadapan pelanggan. Setelah dua pria ter
Baca selengkapnya
Bertemu denganmu
Alexa terjaga dari tidurnya ketika mendapati suhu badannya semakin memanas. Saat melihat ponsel, dia baru menyadari ketika waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tak berselang lama Alexa segera turun dari ranjang dan mencuci muka sebelum memutuskan pergi ke minimarket. Mantel tebal membungkus tubuh, angin yang berembus membuat bulu kuduknya berdiri. Alexa berhenti sejenak sambil memejamkan mata kala mendapati kepalanya begitu terasa berat. “Apa yang terjadi, Signorina?” Suara seseorang di belakang tubuhnya membuat Alexa membuka mata dan menoleh. Sedikit terkejut ketika mendapati ada pria yang sudah berdiri tepat di belakangnya. Tampan dan terlihat mapan, itu kesan pertama yang dilihat Alexa pada sosok pria tersebut. “Tidak apa-apa,” sahut Alexa segera menepi, menyadari bahwa dirinya masih ada di tengah-tengah jalan. 
Baca selengkapnya
Tak terkendali
Sesaat setelah menaruh kantong belanja di meja dapur, Alexa segera meneguk segelas air untuk meredakan perasaannya yang begitu membuncah. Haruskah dia mengatakan bahwa ada rasa tertarik dengan pria itu pada pandangan pertama? Kepalanya menggeleng pelan, dia segera mengenyahkan pikiran yang mulai melantur tersebut. Menyadari bahwa pria itu bukanlah pria biasa, ia tak ingin bermimpi terlalu tinggi. Dirinya hanya wanita menyedihkan sementara pria itu sosok impian. Alexa segera merapikan belanjaan yang masih berserakan. Setelah selesai, dia segera memasak makanan untuk mengisi perutnya yang meronta. Tubuhnya yang baru saja menyentuh sofa segera bangkit kala mendengar suara bel berbunyi beberapa kali. “Alexa! Aku membawa beberapa makanan. Kenapa kau tak menjawab panggilanku? Membuat khawatir saja,” cecar Emily yang langsung masuk begitu pintu terbuka, mengabaikan sang empunya rumah yang masih
Baca selengkapnya
Jatuh cinta sendiri
Alexa terjaga, dia melihat tubuhnya terbaring lemah dengan selang infus yang menancap di punggung tangan.   Matanya mengedar mengamati sekeliling dengan seksama. Dia bisa menebak di mana dirinya berada, tetapi siapa yang membawanya ke tempat ini.   Perlahan tubuhnya dipaksa untuk duduk, tetapi rasa nyeri dari punggung tangan membuatnya meringis pelan.   Kenapa rasanya sakit sekali? batinnya bertanya. Tangannya yang terpasang infus diangkat tinggi-tinggi. Di bawah cahaya lampu yang terang, dia bisa melihat ada bekas tusukan di beberapa titik.   Dengar helaan napas kasar dari bibirnya. Kepalanya menoleh, menatap jam dinding yang tergantung di atas sana. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, selama itukah dirinya tak sadarkan diri? Seingatnya dia berada di gang menuju tempat tinggalnya, dia melihat Lucas dan tiba-tiba sudah ada di sini.   Kepalanya mencari tas untuk mencari p
Baca selengkapnya
Perasaan yang melingkupi
Setelah memastikan bahwa Alexa telah terlelap, dia memilih ikut memejamkan mata akibat serangan rasa kantuk yang melanda. Bibirnya tertarik membentuk lengkungan tipis ketika menyadari bahwa sikap Alexa bukan hanya keras kepala, tetapi juga pemberani. Tidak ada orang yang akan menentang ucapannya, tetapi wanita ini sudah menentangnya berkali-kali bahkan melemparkan guyonan yang justru membuatnya merasa iba. Seharusnya dia akan marah ketika ada seseorang yang membantah ucapannya, tetapi dengan Alexa, alih-alih ingin marah dia justru semakin khawatir. Baru juga matanya terpejam, suara getaran ponsel membuatnya bangun dan melihat siapa yang menghubungi. Setelah mematikan panggilan, Lucas keluar dari ruangan setelah memastikan bahwa Alexa benar-benar tidur dengan nyenyak. Di depan ruangan dia sudah disambut dengan Baron yang mengulurkan sebuah kotak kecil berisi charger untuk ponsel A
Baca selengkapnya
Rencana Lucas
Setelah dirawat di rumah sakit selama empat hari, Alexa sudah diizinkan pulang. Selama itu pula Lucas selalu menamaninya sepanjang waktu. Setiap pagi dan sore, Emily selalu datang dengan membawa makanan. Terakhir kali para sahabatnya yang bekerja di restoran juga turut hadir untuk menjenguknya dan berkenalan dengan Lucas. Dia sungguh bersyukur dikelilingi oleh orang-orang baik dan sangat menyayanginya. Setelah mengurus semua administrasi, dia diantar oleh Lucas ke apartemen. “Duduklah, aku akan membuatkan minum. Kau mau minum apa?” Untunglah tempat tinggalnya selalu rapi dan bersih, jadi dia tak begitu terganggu saat menerima tamu. “Tidak perlu, Alexa. Kau duduk saja, jangan banyak melakukan pekerjaan. Kau masih harus istirahat, keadaanmu masih lemah,” jawab Lucas, matanya mengedar memandang sekitar ruang tamu. &ld
Baca selengkapnya
Mulai pendekatan
Lucas sudah ada di depan pintu apartemen Alexa. Tangannya membawa sebuket bunga dan sekotak makanan manis yang tadi dibeli oleh Baron. Setelah menekan bel beberapa kali, terdengar suara teriakan dari dalam dan tak lama pintu terbuka. “Oh, Luke,” ucap Alexa, mendadak gugup melihat kedatangannya. Penampilan wanita itu terlihat sedikit berantakan, pakaian yang dipakai membuat bentuk tubuhnya terlihat seksi, kulit putihnya bersinar. “Boleh aku masuk?” tanya Lucas dengan tersenyum. “Oh, ya, silakan.” Alexa menyingkir dan membiarkannya masuk, setelah itu menyusulnya dan duduk di sofa tunggal. Lucas menyerahkan bunga dan kotak makanan manis ke arah Alexa. “Grazie, Luke. Kau tak perlu repot-repot seperti ini,” ucap Alexa menerima. Dia mencium bunga segar tersebut dengan senyum lebar. 
Baca selengkapnya
Quality time
Alexa melangkah keluar apartemen sambil mengenakan mantel tebal yang membungkus tubuhnya. Dia mendongak menatap langit yang mendung. Tangannya mengeratkan mantel di tubuh, bibirnya meniup udara dengan sedikit bergetar. “Hai, Luke,” sapa Alexa saat melihat Luke sudah berdiri di depan gedung apartemen. Pria itu terlihat menoleh dan tersenyum menyambut dirinya. “Hai, semoga kau benar-benar tak keberatan menemaniku, Alexa.” Wanita itu tersenyum dan menggeleng pelan. Lucas mengamati saat Alexa sudah berdiri di depannya. Rambut berwarna cokelat pirang itu terlihat kusut, wajahnya pucat, tirus dan penuh semangat. Penampilannya apa adanya, amat sederhana karena tak ada aksesoris apa pun yang menempel pada tubuh. Namun sama sekali tak mengurangi kecantikan yang dimiliki. Alexa menoleh dan tersenyum. “Ayo, aku sudah siap,” ucapnya. Belum mereka berdua melangkah, teriakan melengking dari suara yang begitu dikenal membuat keduanya menoleh. Emily—wanita itu melongok d
Baca selengkapnya
Debaran yang tak biasa
Alexa pernah berkata bahwa tidak ada alasan untuk menjadi cengeng, tetapi hari ini justru dia terlihat mengusap sudut mata beberapa kali ketika Lucas dengan tanpa aba-aba mengatakan sesuatu yang mengejutkan. Ada gelombang aneh yang menggetarkan hati ketika pria itu membahas tentang hubungan. Membuatnya mengingat sesuatu yang menyesakkan dada.“Apa ucapanku salah, Alexa?” tanya suara di belakang tubuh yang mengejutkan.Wanita itu segera mengusap bulir bening di pipi sebelum berbalik dan memamerkan senyum tipis yang terlihat dipaksakan.“Tidak, aku hanya … terkejut.”“Maaf jika ucapanku terlalu tiba-tiba. Venesia dan dirimu sama-sama membuatku terpesona.”Blush!Pipi Alexa merona mendengar ucapan Lucas yang membuat suhu dingin menjadi begitu panas. Dia mengalihkan pandangan ke arah lain, enggan menatap pria yang kini tengah mengamatinya dalam diam.“Sedang merayuku, Signore?” “No, kau memang memesona. S
Baca selengkapnya
Rahasia dua hati
Malam kedua, seperti sebelumnya Lucas menjemput Alexa di flat tempat tinggalnya. Wajah wanita itu tampak lelah, bahkan cara jalannya saja terkesan lambat, membuat Lucas ingin mengurungkan niat untuk berjalan-jalan.“Tampaknya kau lelah,” ucap Lucas.Alexa tersenyum tipis. “Sedikit. Hari ini restoran begitu ramai, kebetulan ada rekanku yang tak masuk, jadi ya begitulah.”“Kalau begitu istirahatlah. Aku tak mau membuatmu semakin lelah.”“Sudahlah, kau terlalu banyak berpikir. Aku tidak apa, mungkin udara segar bisa membuatku kembali bersemangat.”Lucas mengangguk, dia mengikuti Alexa yang sudah melangkah lebih dulu. Mereka menyusuri jalanan sempit sebelum akhirnya menemukan jalanan yang lebih ramai.“Suasana di sini begitu damai,” kata Lucas dengan kagum.“Karena di sini tidak ada kendaraan beroda yang menimbulkan kemacetan, polusi dan sebagainya. Lagipula mobil tidak bisa masuk ke sini.”Lucas mengangguk membenar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status