Share

Tak terkendali

Penulis: Memey Yin
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-11 01:32:07

Sesaat setelah menaruh kantong belanja di atas meja dapur, Alexa segera meneguk segelas air untuk menenangkan degup jantungnya yang masih tak karuan. Wajah pria itu—Lucas—masih begitu jelas terukir dalam ingatannya. Tatapan matanya, senyumnya, bahkan suaranya yang hangat seolah bergema dalam ruang-ruang kosong hatinya.

Apakah terlalu dini untuk menyebut ini sebagai ketertarikan?

Kepalanya menggeleng cepat. Tidak. Pria seperti Lucas ... terlalu sempurna untuk dunia seperti miliknya. Dia hanya pelayan biasa dengan hidup yang terus dihimpit kenyataan, sementara Lucas ... pria itu terlihat seperti seseorang yang berdiri jauh di atas sana, tak terjangkau.

Dia menepis pikirannya, memaksa dirinya kembali ke realita. Belanjaan segera dirapikan ke lemari es dan rak makanan. Setelah itu, dia memasak sesuatu yang hangat untuk mengisi perutnya yang kosong sejak siang.

Namun, belum lama dia meneguk sendok pertama, suara bel berbunyi berkali-kali, menyentakkan pikirannya.

“Alexa! Aku bawa makanan. Kenapa kau tak menjawab? Membuatku khawatir saja!” suara Emily terdengar nyaring begitu pintu terbuka. Tanpa basa-basi, wanita itu langsung masuk dan menaruh tasnya di sofa.

Alexa hanya bisa menatapnya tak percaya. “Tidak waras,” gumamnya sambil menggeleng, lalu menyusul Emily.

“Tak apa-apa?” tanya Emily, mengerutkan kening saat melihat sahabatnya yang terlihat lebih pucat dari biasanya.

Alexa mengangguk pelan. “Aku sudah masak. Kalau mau makan, silakan ambil sendiri. Aku kelaparan,” katanya sambil mulai mengunyah.

“Aku bawa makanan, tapi sudahlah ... simpan saja di kulkas, ya?”

“Grazie, Mi caro.” Alexa tersenyum tipis.

Tiga puluh menit kemudian, perut Alexa telah terisi, dan tubuhnya mulai terasa lebih hangat. Setelah meminum obat demam, dia bersandar dengan nyaman di sofa.

“Besok kau libur saja. Aku akan bicara dengan Madam Anne,” ucap Emily sambil menatapnya serius.

Alexa menggeleng cepat. “Tidak perlu. Hanya butuh tidur malam yang cukup. Besok aku pasti sudah baikan.”

“Kenapa sih keras kepala sekali?” gerutu Emily. “Ya sudahlah. Aku pulang dulu. Kau harus cepat tidur.”

“Buonanotte, Emily.”

Emily melambaikan tangan dan keluar dari flat. Alexa menarik selimut tipis ke tubuhnya, berusaha meredam hawa dingin. Meski hidup dalam keterbatasan, setidaknya dia masih memiliki seseorang seperti Emily di sisinya—teman sejati yang peduli dan tak pernah membiarkannya merasa sendirian.

***

Di sisi lain kota, Lucas masih berjalan tanpa arah. Langkahnya lambat menyusuri jalanan sempit, membiarkan angin malam menampar wajahnya. Bukannya kembali ke hotel, dia justru memilih menyendiri, membiarkan pikirannya larut dalam keheningan kota Venesia.

Dia berhenti di sebuah jembatan kecil yang membelah kanal. Cahaya lampu menggantung memantul di atas permukaan air, menciptakan gemerlap yang menenangkan. Namun, hati Lucas terasa jauh dari tenang.

Semua orang mengira hidupnya sempurna. Keluarga kaya raya, pewaris kerajaan bisnis Robinson Group, hidup dalam kemewahan dan kuasa. Namun, tak ada yang tahu—dalam kemewahan itu, dia sering kali merasa terkekang. Terjebak dalam aturan, politik keluarga, dan tuntutan peran yang tak pernah dia inginkan.

“Signore!”

Lucas menoleh cepat saat mendengar suara itu. Baron, asistennya, muncul dari arah gondola bersama dua pengawal. Wajah mereka tegang.

“Anda tidak bisa berjalan sendirian seperti ini. Itu sangat berbahaya.”

Lucas menghela napas malas. “Aku hanya butuh udara segar. Terlalu penat terus bersama kalian.”

“Lebih baik naik gondola saja, jarak ke hotel cukup jauh.”

Lucas tidak menjawab. Matanya justru menatap kosong ke arah kanal—pikirannya melayang kembali pada seorang wanita bernama Alexa.

Wanita itu ... tidak cantik dalam pengertian standar sosialita. Namun, ada sesuatu yang menarik, sesuatu yang membuatnya sulit berpaling. Senyumnya tulus. Tawanya jujur. Dan sorot matanya ... begitu hidup, meski tersembunyi di balik lelah yang tak pernah tuntas.

“Jika Anda benar-benar tidak suka dikawal, saya saja yang menemani Anda mulai sekarang,” kata Baron, setengah bercanda, setengah khawatir.

Lucas menoleh dan menatapnya dingin. “Kau ini cerewet sekali. Aku seperti bayi besar saja.”

Baron langsung diam. Namun, sudut bibirnya tak bisa menahan tawa kecil.

“Aku ke sini untuk liburan. Jangan ikut campur dalam segala hal. Aku butuh waktu menjadi ‘orang biasa’.”

“Signore, Anda tidak bisa—”

“Tutup mulutmu, Baron!” Suara Lucas meninggi. Tegas dan dingin.

Tak ada satu pun yang berani menyahut. Lucas melangkah cepat menuju hotel, wajahnya kembali dingin. Semua aura santainya telah menguap, berganti ketegangan yang dia sembunyikan dalam-dalam.

***

Keesokan siangnya, Alexa masih memaksakan diri datang ke restoran meski tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Emily dan beberapa rekan kerjanya langsung menyuruhnya duduk di sudut ruangan.

“Lihat, tubuhmu masih panas. Duduk dan diamlah. Aku yang akan melayani pelanggan,” omel Emily.

Sergio menimpali, “Jangan memaksa diri, Alexa. Kau butuh istirahat.”

Donato, sang koki, datang membawa sepiring makanan hangat. “Makan ini dulu. Minum obat. Baru istirahat lagi di gudang.”

Alexa menuruti mereka. Setelah makan dan meneguk obat, dia berbaring di gudang yang biasa digunakan sebagai tempat istirahat. Sebuah kasur lantai sudah menantinya. Tak butuh waktu lama hingga obat mulai bekerja dan Alexa pun tertidur pulas.

Sementara itu, seseorang memasuki restoran. Lucas berdiri di dekat pintu, matanya menyisir ruangan mencari sosok yang ia kenal.

Namun, Alexa tak terlihat.

Seorang pelayan menghampirinya, mencatat pesanan. Lucas menyebutkan menu secara acak, lebih pada formalitas daripada niat makan.

Namun, sebelum pelayan pergi, Lucas bertanya lirih, “Alexa tidak bekerja hari ini?”

Tangan pelayan itu sempat terhenti. Ia menoleh cepat. “Alexa ... dia ada. Tapi sedang istirahat. Demam.”

Jawaban itu menghantam Lucas seperti pukulan tak kasatmata. Semalam, dia memang terlihat lemah ... tetapi Lucas tak menyangka kondisinya separah ini.

Makan siangnya terasa hambar. Setelah membayar, dia segera keluar dari restoran.

***

Pukul empat sore, Alexa terbangun karena suara lembut memanggilnya.

“Alexa, Mio Caro ... bangunlah.”

Emily menyeka keningnya yang basah oleh keringat. Alexa perlahan membuka mata.

“Sudah waktunya pulang, ya?” tanyanya dengan suara serak.

Emily mengangguk. “Kau pulang saja. Aku harus lembur. Restoran akan dipakai untuk pesta malam ini.”

Alexa mengangguk lemah, lalu segera mengambil barang-barangnya dan berpamitan. Udara luar menyambutnya dengan dingin yang menusuk.

Langkahnya pelan. Tubuhnya masih terasa berat. Ketika sakit kepala tiba-tiba menghantam, Alexa berhenti sejenak, memejamkan mata.

“Jangan pingsan, Alexa. Itu tidak keren,” bisiknya pada diri sendiri.

Namun, tubuhnya tetap lunglai. Napasnya berat. Dunia berputar lambat. Dan saat ia mendongak ....

“Alexa!”

Suara itu menghentikan langkahnya.

Lucas.

Dia berada hanya beberapa meter darinya.

“Hai, Luke.” Alexa tersenyum tipis.

Namun, baru beberapa langkah mendekat, tubuhnya tak sanggup menahan beban.

Tubuh itu roboh, jatuh dalam pelukan gelap.

“Alexa!”

Lucas berlari dan menangkap tubuhnya sebelum jatuh ke tanah.

“Alexa, bangun ... wake up.”

Namun, Alexa tak bergerak. Napasnya dangkal. Wajahnya pucat. Dan tubuhnya panas seperti bara api.

Tanpa pikir panjang, Lucas mengangkat tubuh Alexa dan berlari ke arah yang ditunjukkan warga—menuju klinik terdekat.

***

“Dok, bagaimana keadaannya?” suara Lucas terdengar tertekan.

“Kondisi pasien lemah. Demamnya sangat tinggi. Kami menyarankan untuk rawat inap agar bisa dipantau.”

Lucas mengangguk cepat. “Lakukan apa pun yang terbaik.”

Setelah urusan administrasi selesai, ia kembali ke ruangan, hanya untuk mendapati Alexa tak lagi di sana.

“Di mana pasien di kamar ini?” tanyanya tegas pada perawat.

“Sudah dipindahkan ke ruangan VIP, sesuai permintaan Anda tadi, Signore.”

Lucas menghela napas lega.

Sesampainya di ruang rawat yang lebih luas, dia melihat tubuh itu masih terbaring. Mata tertutup, napas pelan, tetapi terlihat lebih tenang.

Lucas duduk di kursi di sisi ranjang. Tangannya terulur, menyentuh tangan Alexa yang hangat.

Hening sejenak.

“Alexa,” bisiknya. “Magnet apa yang kau miliki … hingga tanpa sadar aku ingin terus berada di dekatmu?”

Dan malam pun turun perlahan, menyelimuti dua hati yang mulai saling bersinggungan dalam senyap.

To Be Continue ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Cinta Sang Taipan   Kenikmatan (21+)

    Semenjak kejadian penculikan dan pelecehan yang dialami, Alexa lebih banyak diam. Dia bahkan menjadi pribadi pemurung dan selalu mengurung dirinya di kamar. Mereka sudah pindah ke rumah baru yang dibeli oleh Lucas beberapa waktu yang lalu. Lengkap dengan segala isinya. Pria itu juga telah menyiapkan segala keperluan untuk sang kekasih. Sebenarnya rumah ini adalah kejutan, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana gara-gara ulah si brengsek Sergio Semak. Ah, ingin sekali Lucas membunuh pria itu dengan tangannya sendiri saat setiap malam, dia harus melihat sang pujaan hati gelisah dalam tidurnya. Saat peluh membanjiri tubuhnya dengan teriakan tak berdaya yang memilukan. Mendengar itu setiap malam membuat emosinya selalu memuncak. Dia hanya mampu menenangkan dengan pelukan. Saat mata itu kembali terbuka, dia akan berteriak jika didekati oleh seorang pria. Seolah semua pria yang mendekatinya berwajah Sergio Semak. Setiap pukul sebelas malam, Lucas yang telah menyelesaikan pekerja

  • Jerat Cinta Sang Taipan   Ditemukan

    Sergio Semak sebenarnya bukanlah pria miskin seperti yang diceritakan pada teman-temannya. Pria itu adalah pemilik cafe, restoran dan juga beberapa hotel yang ada di Venesia. Salah satunya adalah restoran tempat mereka bekerja.Pria berperawakan tinggi dengan garis wajah yang tegas itu cukup tampan. Memilih menyamar menjadi Sergio si pria yatim piatu miskin adalah caranya untuk bisa dekat dengan Alexa, wanita yang pada pertemuan pertama mampu mencuri hatinya.Selama satu tahun dia mencoba mendekati Alexa, tetapi dia harus kalah dengan orang baru yang justru bisa lebih dulu mendapatkannya.Sergio marah. Dia merasa Alexa sama seperti wanita di luar sana yang tergoda dengan uang dan kemewahan. Jika tahu seperti itu, dia tidak akan susah payah menyamar menjadi pria miskin.Sergio menatap Alexa yang kini menatap matanya seolah menantang. Pria itu tersenyum sinis dan kembali mendekat ke arah ranjang. Ditatapnya tubuh wanita yang membuatnya tergila-gila.

  • Jerat Cinta Sang Taipan   Pengakuan Sergio

    Di dalam ruangan kamar yang temaram, seorang wanita terbaring di atas ranjang dengan kedua tangan terikat ke atas. Wajahnya tampak damai, tetapi dingin yang menyapu kulitnya membuat mata dengan bulu mata lentik itu berkedip beberapa kali sebelum akhirnya manik mata berwarna cokelat itu terbuka. Dia tampak bingung. Matanya menjelajahi seisi ruangan. Dia seperti mencoba mengingat sesuatu hingga bisa berakhir di tempat ini. “Brengsek! Sergio sialan!” makinya dengan kaki yang menendang-nendang. Dia mencoba untuk melepaskan tali yang mengikat tangannya. Menggoyangkan dengan kasar supaya simpulan itu bisa terlepas. Namun, justru tangan kecil itu terasa perih dan panas. Wanita itu kembali memejamkan mata sambil berpikir. Sebenarnya dia sekarang ada di mana dan ke mana perginya pria sialan yang telah menculiknya. Saat masih asyik berpikir, pintu terbuka dan sosok wanita yang tadi dilihat sebagai pelayan cafe datang membawa nampan berisi makanan. “Oh, kalian semua bersekongkol,” ucapnya

  • Jerat Cinta Sang Taipan   Rahasia Sergio

    “Sayang, berhentilah bekerja di restoran. Aku akan bertanggung jawab dan memenuhi semua kebutuhanmu.” “Aku tidak mau mati kebosanan hanya menghabiskan waktu di tempat sempit ini, Luke.” Sejak Alexa menyerahkan diri, Lucas menawarkan banyak keistimewaan padanya. Namun, ditolak dengan banyak alasan. Contohnya beberapa waktu yang lalu saat Lucas memberikan debit card, credits card dan uang tunai. Alexa menolaknya, dia hanya mengambil beberapa lembar uang yang diperlukan untuk membeli bahan makanan dan membayar sewa apartemen. Selebihnya dia kembalikan lagi. Gaji yang diterima Alexa akhirnya utuh tak terpakai, karena Lucas juga melunasi hutangnya pada Emily. Bahkan memberikan lebih dari yang dia pinjam. Hidupnya benar-benar berubah. Dia dimanjakan dengan perhatian dan juga materi. Pria tampan itu benar-benar gila, tidak waras dan banyak sebutan lain yang bisa mendeskripsikan sikapnya. Bagaimana tidak, pria itu memenuhi apartemen kecilnya dengan barang-barang yang tidak diperlukan. Ba

  • Jerat Cinta Sang Taipan   Takluk

    Alexa menyerah. Dia membiarkan Lucas menempati ruang tamu karena pria itu bersikeras tinggal bersamanya. Bahkan beberapa lembar pakaian sudah berpindah di lemarinya. Genap seminggu keduanya tinggal bersama. Lucas melakukan pekerjaannya selepas Alexa pergi bekerja. “Kau semakin terlihat berisi, Alex.” Emily mengamati tubuh sahabatnya yang nampak segar. “Kau mau bilang aku gemuk?” tanya Alexa sinis. Harus diakui bahwa dirinya juga merasa demikian. Lucas memanjakannya dengan berbagai makanan enak dan melimpah. Dia tidak lagi kekurangan hanya untuk sekadar makan. Emily mengangguk. “Tapi kau semakin cantik dan kelihatan segar.” “Aku bisa besar kepala mendengar pujianmu.” Alexa balas terkekeh pelan. Sejujurnya dia sudah melarang Lucas menghamburkan uang hanya untuk membeli makanan mahal. Namun, sepertinya pria itu tidak pernah peduli dengan protes dan tetap melakukan apa pun semaunya. “Bagaimana dengan Luke?” “Ya begitulah,” ucap Alexa dengan helaan napas kasar. Tidak mungkin dia menj

  • Jerat Cinta Sang Taipan   Pikiran liar

    ‘Jadilah wanitaku seutuhnya.’ Kalimat itu terus berulang-ulang dalam ingatannya. Juga tawaran-tawaran yang diberikan oleh Lucas sedikit banyak mengusik hari-harinya. Sebenarnya, jika dipikirkan tawaran pria itu begitu menguntungkan. Alexa hanya perlu jadi wanitanya dan kehidupannya akan terjamin. Namun, sekali lagi ego dan harga dirinya terlalu tinggi untuk menyetujuinya begitu saja. Sudah hampir lima hari Lucas tak datang menemuinya. Pria itu mengirimkan pesan lewat pengawalnya, bahwa dia sedang ada urusan di Savona selama beberapa hari. Ketidakhadiran Lucas juga untuk memberikan Alexa waktu untuk berpikir, walaupun pria itu tak menerima penolakan, tetapi sebagai pria sejati dia ingin jawaban ‘ya’ tanpa paksaan. “Terus saja kau melamun,” kata Emily mengejutkan. “Kau mengganggu saja,” balas Alexa datar dengan raut wajah serius. “Kau terlihat serius sekali. Ada apa denganmu? Kau sedikit aneh beberapa hari ini.” “Tidak ada,” jawab Alexa acuh tak acuh. Lagipula Emily tahu bahwa di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status