All Chapters of Sembilan Tahun Lagi: Chapter 41 - Chapter 50
122 Chapters
41, Kenangan
“AHH…” Tanpa sadar kucengkeram tangan yang memegangku. Membuat Vlad semakin bersiaga dan memegangku—memelukku—lebih erat lagi. Sebuah pecahan semen sebesar kepalan tangan itu yang kuinjak yang membuatku limbung nyaris terjengkang. Ketika aku berusaha menstabilkan tubuh, aku merasakan tarikan urat di betis yang menyengat membuatku tersentak lalu aku mengaduh dan meringis. Aku tidak bisa menggerakkan tungkai tanpa membuat tarikan itu makin terasa. Aku seutuhnya berpegangan pada Vlad, bergantung di lengan dan bahunya. “Kamu kenapa?” tanyanya cemas. “Sa… kit…” Aku berusaha berjalan, tapi bergerak saja aku kepayahan. Vlad terus memegangku, membiarkan aku utuh bersandar di tubuhnya. Tapi aku berusaha berjalan menuju sisi pengemudi mobil. Vlad seperti mengetahui maksudku, aku merasakan kakiku tak menginjak tanah ketika dia mengangkatku di pinggang menuju mobilnya yang entah kapan sudah ada di dekat kami. Aku pasrah ketika dia membantu mendudukkan aku
Read more
42, No News is A Good News
ANNA benar-benar ambruk. Seakan semua tenaganya tersedot di dimensi lain yang kemarin dia masuki. Dia tidak bisa menghilangkan bayangan ibu Bowo. Jika mata perempuan itu tidak sesakit itu, mungkin dia bisa lebih kuat. Tapi ibu Bowo begitu terluka. Entah luka apa. Apa luka yang dia timbulkan pada anaknya. Atau lukanya sendiri. Tapi Anna melihat banyak luka di sana. Pagi itu Vlad datang hendak menjemput Anna ke sekolah. Tapi Anna yang menyambutnya dengan wajah lusuh dan kuyu membuatnya langsung terdiam. “Saya nggak bisa ke sekolah, Vlad.” “Ibu sakit beneran?” Anna hanya mengangguk. “Nanti kamu cari teman buat ke Bowo ya.” Vlad mengangguk satu kali. “Iya, Bu.” “Kapan kamu ke rumah sakit?” “Pulang sekolah.” “Ya sudah. Saya nggak janji bisa temani ya. Jadi kamu cari yang lain aja. Jangan sendiri. Repot banget kalau jaga orang sakit sendiri.” “Iya, Bu. Ibu istirahat dulu aja.” Dia berpamit. “Ibu sudah
Read more
43, Stand By [2]
HARUSKAH aku menyesal? Menganggap ucapannya dulu hanya ucapan remaja labil yang tidak bisa mengendalikan hormon testosteronnya. Sepanjang kebersamaan kami, dia selalu kuanggap muridku, anak didikku. Jadi, meski umur kami hanya selisih tiga tahun, aku tak pernah memandang dia sebagai lelaki. Aku selalu menganggap dia bocah yang perlu bimbingan lebih. Kuabaikan fisiknya yang mulai tumbuh sempurna sebagai lelaki. Kulupakan dua tahun ketertinggalannya karena semua kuanggap kenakalan remaja yang wajar saja. Remaja yang sedang tumbuh mencari jati diri, Kutemani dia mencari jati dirinya, dan ternyata dia mengartikan lain kebersamaan kami. Apa aku pernah memberinya sinyal lain selain hubungan guru dan murid? Ya Tuhan… dia muridku! Apa dia tidak berpikir untuk memeriksakan kejiwaannya? Mungkin dia menderita oodiepus complex? Karena aku yakin aku tidak tertarik pada daun muda. Brondong tidak ada dalam kamusku. Aku menyukai lelaki mapan yang matang seperti Bhaga yang l
Read more
44, Kabar Dari Dalam
TERBURU mereka memakai baju steril lengkap dengan penutup kepala yang seorang perawat berikan ketika mereka berdiri menunggu gelisah di depan sebuah pintu yang lain. Lalu pintu di depannya bergerak tanpa derit membuat mereka berjengit terkejut. “Keluarga anak Wibowo Laksono?” tanyanya masih dengan masker terpasang. “Saya, Dok.” Ibu Bowo menjawab cepat. “Saya ibunya.” Dokter itu menarik turun masker sehingga meeka berdua bisa melihat utuh wajahnya termasuk seulas senyum di bibir. “Selamat, Bu. Anak Ibu sudah melewati fase kritis.” Mendengar itu, ibu Bowo terkesiap lalu langsung menangis. “Tanda vitalnya sudah stabil dan membaik.” Mereka sudah tidak mendengar penjelasan yang lain. Tidak perlu. Toh mereka tidak akan mengerti. Bagi mereka cukup kabar Bowo membaik [titik] Dan ketika mereka diizinkan masuk, itu seperti anugrah yang lain selain kabar baik itu. Di dalam, mereka hanya melihat Bowo yang berwajah pucat. Tapi matan
Read more
45, A Quote About Rain
JAM sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sekitar rumah semakin sepi tapi aku masih duduk merenung di kursi tamu. Menatap kosong ke bingkai seukuran poster berisi foto pernikahan kami. Foto yang juga Vlad pandangi ketika pertama kali dia hadir. Apa yang dia rasa ketika melihat foto itu? Aku merasa ada missing link. Kenapa Vlad masih bertahan dengan perasaannya jika dia sudah tahu dari awal tentang pernikahan aku dengan Bhaga? Kenapa dia tidak berpindah hati saja secepat mungkin sebelum dia mengacak-acak hidupku seperti ini dan menyakiti dirinya sendiri? Apa benar dia mengacak-acak? Kalau benar, berarti ada yang salah denganku atau dengan pernikahan ini. Jika pernikahan ini baik-baik saja dan aku kuat bertahan memegang komitmen pernikahan dengan Bhaga, tidak akan ada yang mampu masuk menjebol pertahanan pernikahan ini. Pertanyaan-pertanyaan seputar ini yang sangat mengganggu. Membuatku merasa sangat bersalah. Tidak seharusnya aku ber
Read more
46, Suatu Malam Berhujan
MAKSUD hati hanya sebentar di dalam tapi teryata mereka harus menemani dulu ibu Bowo menangis berterima kasih. Dia juga menanyakan tentang kebenaran info dari Vlad bahwa ada celah untuk Bowo sembuh. Anna menjanjikan padanya untuk mencari info lebih jelas dan itu membuat si ibu lagi-lagi menangis berterima kasih. Setelah lebih satu jam akhirnya mereka berpamit dan ibu Bowo berjanji sebentar lagi akan pulang beristirahat di rumah lalu kembali lagi pukul enam pagi. Sudah nyaris pukul sepuluh ketika Anna dan Vlad berjalan menuju parkir motor. “Bu.” “Ya?’ “Are you okay?” “Maksudnya?” “Kemarin sakit, sekarang sampai jam segini belum pulang.” Anna terkekeh. “Berita gembira itu mood booster banget. Apalagi ibu Bowo mau kalau anaknya direhab.” “Ibu ada channel ke sana?” “Ya nggak ada lah. Memang saya kayak kamu, anak penggede. Kamu ada nggak?” Vlad menggeleng. “Saya aja baru tau
Read more
47, Rewind
KUTUTUP mulutku yang telah memaki dengan sebelah tangan sementara sebelah lagi terus memegang ponsel. Napasku menderu dan aku terus melihat video itu. kuputar ulang lagi dan lagi. Di akhir video, jika kutegaskan pendengaranku, terdengar suara desah menghela napas. My God, Vlad, please stop. Jangan hancurkan dirimu seperti ini. Tapi aku sendiri tidak berhenti melihat video itu. Kenangan malam berhujan, bermotor memeluknya dari belakang, membuatku semakin sakit. Dia melapisi tubuhku dengan dua hoodie mengingat aku baru sembuh. Hoodie itu memang utuh kuyup, tapi itu cara dia menjagaku. Anak seperti Vlad. Yang egois, tidak pernah mau mengalah, bisa sedemikian lembut mengurusku. Aku yakin, video yang aku lihat berulang-ulang mengacu ke kenangan malam itu. Aku yakin, malam itu adalah malam dia jatuh cinta padaku. Dan aku tidak pernah berpikir lain selain rasa segan murid pada gurunya. Aku sebebal itu. Kesa
Read more
48, Another Side of Vlad
JALAN memang tidak berujung, tapi hujan dan Anna yang erat memeluknya membuat Vlad semakin ingin jika tujuannya ada di ujung jalan. Tapi Anna baru sembuh. Dan dia sejak pagi beraktivitas tanpa henti. Vlad tidak mau Anna kembali sakit. Mengingat itu, Vlad menggerutu sambil mengambil jalur tercepat. Hujan tersisa rinainya yang semakin lemah. Tapi mereka kadung kuyup ulah hujan yang sengaja mereka terabas. Sampai di depan rumah Anna, Vlad mengeluarkan tas Anna dari backpack di dadanya. Lalu dia bermaksud membantu Anna melepas dua lapis hoodie yang Anna pakai. “Saya cuci dulu aja, Vlad.” “Nggak usah, ada yang cuci di rumah. Sini lepas aja.” Dia memaksa Anna melepas hoodie kuyup itu. “Basah kayak gini, nanti Ibu masuk netes-netes malah kepleset.” Vlad tentu langsung membantu Anna yang kesulitan melepas barang basah dari tubuhnya. Dia menarik hoodie ke belakang ketika Anna berusaha meloloskan lengannya. Lapis kedua pun begitu. Vl
Read more
49, Candu
“KENAPA dulu kamu nggak percaya, Anna?” Aku tak tahu harus menjawab apa. Haruskah aku jujur mengatakan apa adanya? Jujur sampai begitu detail yang bisa menyakitinya lebih lagi. “Kamu murid aku, Vlad. Aku nggak pernah mikir sejauh itu.” “Kenapa memang kalau aku murid? Banyak cerita guru menikahi muridnya.” “Iya. Guru cowok dengan murid cewek. Kita dulu terbalik.” Aku menjawab singkat. Itu faktanya. “Lalu kenapa?” “Umur, Vlad.” Dia terkekeh lalu terbatuk. “Kamu cuma tiga tahun lebih tua dari aku. Aku bukan Emmanuel Macron yang selisih lima belas tahun lalu ngambil istri orang. Waktu itu kamu masih gadis.” “Tetap aku nggak mikir sejauh itu. Memang kedekatan kita aku anggap spesial, bukan cuma kedekatan guru dan murid. Tapi aku pikir kita teman.” Dia terkekeh sinis. Terdengar menyakitkan di telinga. “Cuma teman, Rite?” Aku diam tak mau menjawab. Aku sadar ucapanku itu menyakiti Vlad
Read more
50, Mengantar Bowo
SEJAK itu Vlad memang nyaris tidak pernah terlambat lagi. Dia pun begitu tenang, hampir tidak membuat ulah. Tapi dia terlalu banyak diam dan melamun di kelas. Nilai pelajarannya kembali hancur padahal ujian nasional makin mendekat. Tapi tidak ada yang bisa guru lakukan selain menasehatinya untuk memperbaiki nilai. Vlad begitu tenang, begitu penurut. Terlebih ketika Bowo sudah kembali sekolah. Dia mundur dari tim perayu Bowo rehab. Baginya, rehab sekarang atau bersekolah dulu adalah pilihan yang sulit. Hatinya pun sekarang mengalami masa sulit. Dia berusaha menjauh dari Anna. Tak pernah lagi duduk menunggu jam mata pelajaran berikutnya di meja piket. Lagi-lagi Anna mendapat tugas tambahan mencari tahu tentang keanehan Vlad. Tapi kesempatan berbincang dengan Vlad nyaris tak ada kecuali dia memanggil Vlad. Dan Anna tidak mau seperti itu. Seminggu ini dia menunggu kesempatan yang tidak kunjung datang. Sharing Your Happiness bisa dianggap telah selesai. Seluruh da
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status