Lahat ng Kabanata ng The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia): Kabanata 61 - Kabanata 70
76 Kabanata
61. Pertarungan Di Tengah Samudra
Entah apa yang merasukiku hingga melahap kepala ikan hiu itu seperti binatang buas yang melahap mangsanya. Tapi kondisi perutku menjadi jauh lebih baik. Beberapa manusia setengah ular berlumut melesat ke arahku, tetapi aku tidak gentar kali ini, karena tenagaku sudah pulih setelah menyantap kepala siluman ikan itu."Matilah!" deru siluman itu seperti badai.Aku berhasil melesat meninggalkan atap istana.Seandainya kurang beberapa milidetik saja aku telat menghindar, maka tubuhku akan terlepas badai siluman itu. Aku terus melesat menuju ke permukaan yang berjalan beberapa kilometer dari dasar laut. Sementara puluhan manusia ular berlumut mengejarku dari dasar laut."Hei! Berhentilah pengecut!""Ayo kita bersenang-senang! Jangan lari!"Puluhan manusia ular berlumut yang mengejarku terus menggonggong dan mengejekku, tetapi siapa yang peduli dengan ucapan mereka. Karena bertarung di alam mereka tidak akan membuatku lebih unggul. Dan tentu saja itu akan banyak mengambil energiku, aku akan
Magbasa pa
62. Tiga Tentakel Pengaduk Lautan
"Akan kubunuh kau bocah sialan!" seru salah satu siluman Ular yang melesat maju untuk menghunusku.Dengan sigap, aku menghindar beberapa langkah ke samping, kemudian menyambar ujung ekor ular itu. "Kaulah yang akan kubunuh ular peyot!" sorakku sambil memegang kulit ular raksasa yang dipenuhi lumut.Jika aku tidak memiliki cakar yang tumbuh di pergelangan tanganku, maka sudah tentu ular itu akan terlepas dari genggamanku. Tetapi cakar tajamku yang menyala dapat menghunus dan masuk ke dalam daging ular itu."Aakh! Tidak!" jerit siluman ular itu sambil menahan sakit.Sementara aku mengangkat tubuhnya, lalu memutarnya seperti baling-baling hallycopter. Angin menderu, dan lautan di sekelilingku meninggi membentuk pusaran yang berputar-putar ke arah kumemutar tubuh siluman ular itu. Seluruh kawan siluman itu mundur dan menjaga jarak, sebagian dari mereka nampak kebingungan ingin menyelamatkan temannya yang terluka di tanganku.Setelah puas memutar tubuh siluman ular itu, aku mengempaskannya
Magbasa pa
63. Terputusnya Belenggu
Sebelum membuka kelopak mataku, aku merasakan pergelangan tangan dan kakiku terbelenggu. "Apakah aku kembali tertangkap oleh Raja Lacodra?" batinku.Tetapi tidak mungkin, karena saat membuka mata, aku terbaring di atas ranjang dengan kasur yang sangat empuk. Aku mencoba memicingkan mataku, mencoba membiasakan mataku dengan pendar cahaya sore yang menembus gorden jendelaku. Aku mengenali pemandangan di luar jendela itu, itu adalah awan di atas pulau Tumaya. "Apakah ini adalah kamarku?" gumamku sambil mengamati sekitarku."Benar," jawabku sebelum mengembuskan napas lega karena telah selamat dari cengkraman maut raja Lacodra. "Tapi kenapa aku bisa berada di tempat ini? Siapa yang menyelamatkanku?"Pertanyaan-pertanyaan itu terasa menyeruak di dalam otakku, berbagai jawaban tak mampu aku dapatkan. Dan pertanyaan yang paling besar untukku saat ini, "Kenapa aku dirantai seperti ini?""Rupanya kau sudah bangun anak manja?" ujar Alora yang tiba-tiba saja muncul dari pintu dan memasuki kamarku
Magbasa pa
64. Terbangun Dari Mimpi
Letra hampir saja menusukku, tetapi gerakanku jauh lebih cepat. Salah satu batang cakarku menghunus tangannya sehingga belati tajamnya menukik ke langit-langit."Eekkhh!" sambil meringis menahan sakit Letra melepaskan cengkeramannya dari leherku.Aku berniat menusuk jantungnya dengan cakar di tangan kananku agar Jin Hal menyebalkan itu segera tamat, tetapi Ayahku tiba-tiba muncul dari angin dan menghentikan ku."Tahan dirimu, Nando!""Iyyaakkhh!" teriakku sambil mengempaskan Letra yang nampak lemah ke arah jendela hingga pemuda itu terjengkang ke udara.Sambil memendam kobaran kemarahanku, aku menoleh pada Ayahku dan bertanya, "Kenapa Ayah menghentikanku? Dia yang datang kemari untuk mencari masalah denganku.""Masalah yang sebenarnya bukan pada Letra, Nak. Tetapi sisa-sisa racun dari Raja Lacodra masih membuat emosimu jadi tidak stabil," ucap Ayahku sambil melangkah mendekatiku.Entah kenapa ucapan Ayahku terdengar menyebalkan. "Kenapa Ayah membelanya?" kataku sambil mengacungkan cak
Magbasa pa
65. Peperangan Dan Kehancuran Di Tumaya
Pemandangan di Alam Tumaya benar-benar berubah setelah aku terbangun. Tidak ada lagi jembatan yang mengambang di udara, istana-istana dan bangunan-bangunan yang menjulang di atas awan. Semuanya telah runtuh. Berbagai bangunan di atas daratan Tumaya tumpang tindih, bahkan hunian para siluman ikut hancur tertimbun istana para Lensana dan Jin Hal yang runtuh. Kondisi Alam Tumaya berubah menjadi sangat menyedihkan dalam waktu yang singkat.Aku yang tenggelam dalam pikiranku tanpa sadar telah tiba di perbatasan yang menjadi gerbang keluar menuju ke laut. Aku mendarat di atas gerbang. Dan pemandangan asing yang terjadi benar-benar tidak pernah kubayangkan. Para Ksatria Tumaya sibuk mempertahankan Tumaya dari serangan Bangsa Nus."Serang! Jangan biarkan mereka kembali lolos!" seru Nero yang mengenakan helm dan Zirah perangnya, ia tengah memimpin pasukan siluman alam Tumaya melawan siluman laut yang menyerang.Beberapa ratus meter dari bibir pantai di tengah laut, para Lensana sibuk menghadap
Magbasa pa
66. Siluman Merah Pencuri Permata
Dengan kecepatan tinggi, aku terbang dan melesat menuju siluman pencuri permata seribu di tengah laut. Tepat saat siluman itu memukul Harda, aku tiba di hadapannya sambil mendaratkan pukulanku di dadanya."Aaakh!" siluman itu terempas sejauh ratusan meter.Tak ingin memberikan siluman itu peluang untuk bangkit dan menyerang, aku terjun ke arah hempasan sambil mengarahkan cakar tajamku. Hampir saja aku berhasil menghunus ya, tetapi siluman merah itu berkelit dengan sangat lincah."Lumayan tangguh," gumamku."Iyyaakkhh!" lengkauan suaranya ketika menyerangku sangat menyakiti telingaku.Cakar-cakarnya yang seperti sepuluh helai belati hampir merobek pinggangku, tetapi aku berhasil menghalaunya dengan cakarku."Aaakkhh!" kami sama-sama terjengkang setelah saling menyerang.Untuk beberapa saat, siluman merah itu terdiam di atas air sambil menatapku. Sementara aku yang masih mengepakkan sayap ngaku di atas air menatap permata seribu yang terselip di antara sisik-sisik merah di dada makhluk
Magbasa pa
67. Tentakel Ke Sembilan
"Tentakel raja Lacodra bukan hanya besar, tetapi juga memiliki kecepatan yang sulit diimbangi para Lensana," ucap Rostan yang menunggangi burung pelatuk di antara para Jin Hal."Apa yang bisa kita lakukan?" tanya Aresta.Rostan membuka baju zirahnya, kemudian memanggilku, "Nando, gunakanlah zirah ini untuk menyerang raja Lacodra."Aku terbang mendekati burung pelatuk Jin Hal Hijau itu, kemudian mendarat di pundak tunggangannya. "Baik, akan kukenakan baju zirah ini," ucapku sambil menerima baju Zirah itu."Kamu adalah harapan terakhir kami," ucap Harda."Alam Tumaya bergantung padamu, adikku," ucap Nero."Baik, aku akan berusaha," ucapku. Kemudian menatap baju zirah berwarna kuning keemasan yang berukir merak di tanganku. Saat mengenakan baju zirah itu, para Jin Hal menatapku sambil tersenyum dan berharap, kecuali Letra, tak sedikit pun ia mau menatapku. Bahkan ia seperti menghindari semua kata-kata pujian yang menyemangatiku. Tetapi aku tidak mau memusingkan hal itu, karena aku tidak
Magbasa pa
68. Ke Mana Sayapku?
"Hanya anakmu satu-satunya harapan kita untuk merebut Permata Seribu, Ariuz," suara Lensana Merah telah terdengar sebelum aku membuka mata."Aku tidak ingin menyerahkan nyawa anakku, Artuz," Ayahku terdengar keberatan.Dan saat aku membuka mata, para Lensana yang berdiri mengelilingiku langsung mengalihkan perhatiannya padaku. Tapi mataku langsung tertuju pada Alora yang duduk memangkuku."Nando," ucapnya dengan senyum yang menawan."Alora, apakah kau baik-baik saja?" tanyaku yang masih ingat apa yang telah terjadi pada gadis itu sebelum bertarung dengan raja Lacodra dan pingsan."Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan pandangan yang sayu, bola matanya nampak lembab."Aku baik-baik saja," jawabku kemudian bangkit dari pangkuannya dengan sedikit sempoyongan, lalu bertanya, "Kenapa kau menangis?""Aku tidak menangis," ucap gadis itu sambil mengusap matanya, lalu berkata, "Kau telah menjadi pahlawan di negeri kita.""Itu benar," ucap Lensana Me
Magbasa pa
69. Kabar Dari Nero
Aku menghindari serangan Letra dengan begitu cepat, dan itu membuat putra Lensana Merah itu semakin geram, "Kau semakin menyebalkan anak lemah!""Jangan memancingku, Letra!" ucapku yang telah bosan dikatakan lemah oleh Jin Hal merah itu."Hiyaahh!" serunya sambil melesat dan menukik ke arahku.Dengan sigap aku berhasil menghindar sambil melakukan tendangan memutar yang membuat Jin Hal merah itu terempas dan menabrak Langkan dermaga hingga Langkan itu patah."Aakh!" jeritnya dengan tubuh yang terguling-guling menuju sebuah pohon."Kau bukan tandinganku! Jadi, jangan coba-coba memaksaku melakukan lebih dari itu!" teriakku sambil menunjuk Letra dengan jantung yang berdebar karena menahan amarah."Aku akan melakukan apapun untuk mengalahkanmu anak manusia," ucap pemuda berjubah merah itu sambil bangkit dan menahan sakitnya. Kakinya nampak bergetar, sepertinya tendangan yang telah kulakukan terlalu keras dan tepat mengenai tulang pinggulnya."Kenapa kau senang sekali mengganggu Nando, apa
Magbasa pa
70. Perbincangan Penting Dengan Ketiga Lensana
Setelah melewati beberapa bangunan dan jembatan yang telah runtuh, aku tiba di sebuah amfiteater yang dulu begitu luas dan bisa menampung ratusan ksatria Tumaya. Kini bangunan itu nampak telah hancur sebagian, dan sebagiannya lagi masih bisa digunakan sebagai tempat berkumpul oleh penghuni alam Tumaya.Zeon mendarat di arena bundar yang nampak berantakan dengan taman yang telah rusak. Begitu singa berbulu emas itu menunduk, aku turun dari punggungnya sambil menatap wajah para Lensana yang nampak telah menunggungku dan menyambutku dengan senyum yang ramah."Salam hormat dari saya, Ayah, Paman Lensana Hijau dan Paman Lensana Merah," ucapku sambil membungkuk."Selamat datang, keponakanku," ucap Lensana Merah."Terimakasih sudah mau kembali ke Alam Tumaya, Keponakanku. Seluruh Penghuni Tumaya sangat membutuhkanmu," ucap Lensana Merah."Sama-sama, Paman," ucapku sambil melangkah menaiki tangga amfiteater, lalu mendekati sebuah kursi kosong berbahan perak di antara para Lensana kemudian dudu
Magbasa pa
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status