All Chapters of MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA: Chapter 11 - Chapter 20
68 Chapters
11. Keributan Di Pagi Hari
"Aku juga gak begitu tahu siapa sosok gadis dalam foto itu, karena Bang Rain sendiri gak pernah mau bercerita," ujar Iqbal kemudian. "Tapi, dari keterangan almarhum Mbok Yati, katanya gadis itu orang yang sangat berarti bagi Bang Rain.""Lalu?" Lagi-lagi aku bertanya karena penasaran."Gadis itu sudah meninggal.""Me-meninggal?" Mataku terbeliak lebar.Iqbal mengangguk pelan. "Bik Yati yang cerita dulu, tapi ya cuma sebatas itu." Iqbal menghembus napas panjang. Dia mengompres dahi Rain kembali. "Ini udah cukup malem, sebaiknya kamu tidur, Ran!" suruh Iqbal kemudian."Ta-tapi Bang Rain--""Biar aku yang jaga," sela Iqbal santai, "sepertinya Bang Rain terkena infeksi makanya demam gitu. Tapi aku udah beli obat dan antibiotik kok," terangnya mencoba menenangkan.Karena sudah tidak ada lagi alasan berada di situ, aku pun pamit turun. Walau sebenarnya masih banyak sekali hal yang membuatku penasaran. Namun, kutahan. Sepertinya tidak etis j
Read more
12. Siapa yang Memfitnah Aku?
"Jangan sampai gue naik pitam!"Ibong membuang muka. Lelaki itu menghembus napas. Tidak lama dia mendekat pada Iqbal, lalu mengulurkan tangan."Maafin gue," ucap Ibong datar. Terlihat seperti tidak tulus."Sama-sama, Bong." Iqbal membalas jabatan itu.Kemudian Ibong melakukan hal yang sama padaku. Kumaafkan pria itu dengan menangkupkan kedua tangan."Kamu!" Rain menunjuk aku, "tolong buatkan kita sarapan!" suruhnya datar.Tanpa menunggu jawabanku, Rain berlalu. Aku ditemani Iqbal lekas menuju dapur."Kita buat bubur ayam saja. Rain suka sarapan itu." Iqbal memberi tahu.Kami membuat bubur ayam satu panci penuh. Kebetulan pagi ini banyak sekali anak buah Rain yang menginap di sini. Saat kuhitung ada sekitar dua puluh orang.Mereka makan di sembarang tempat. Ada yang di meja makan dapur
Read more
13. Ternyata Pemfitnah Itu Adalah
"Ndan, kami menemukan ini di tas cewek ini."Aku dan Iqbal sama-sama terbeliak, saat seorang intel menemukan sebuah plastik kecil berisi serbuk putih dari dalam tasku."Amankan barang bukti dan gadis ini!" seru seorang intel yang mungkin komandannya."Siap!" Pria bertopi yang tadi memeriksa tasku langsung meraih tanganku. "Ayo kamu ikut kami untuk pemeriksaan lebih lanjut!" perintahnya padaku."Gak benar! Itu bukan punyaku." Aku menggeleng cepat. "Bal, tolongin aku," rengekku ketakutan."Pak, teman saya ini bersih. Dia gak pake barang gituan." Iqbal mencoba membujuk sang komandan."Buktinya dia menyimpan barang haram tersebut," tukas sang komandan tegas, "sekarang suruh dia tes urine supaya tahu dia pemakai atau pengedarnya!" titahnya serius."Siap, Ndan!"Aku pun digelandang ke kamar mandi bersama Iqbal.
Read more
14. Sisi Lain Dari Rain
"Cari Ibong sampai dapat," jawab Rain tenang, "gue ingin segera menghabisinya," lanjutnya tajam dan dingin."Baik." Iqbal mengangguk paham. "Kalo begitu aku akan keluar untuk mengerahkan anak-anak buat menangkap Ibong secepatnya," pamitnya kemudian."Pergilah," lepas Rain dingin."Yodah ... Rain, aku juga mau cabut. Banyak berkas yang mesti dikerjakan hari ini." Nathan ikut berpamitan.Sekarang hanya ada aku dan Rain berdua saja di ruangan ini. Ketika aku hendak melangkah pergi, Rain mencegah."Untuk beberapa hari ini, Iqbal akan sering tidak pulang. Kamu mesti pindah kamar ke atas," suruh Rain kalem."Sekarang?" tanyaku memastikan."Terserah ... yang pasti waktu jam makan siang, kamu sudah harus menyiapkan hidangan," tutur Rain kembali duduk di singgasananya. Lelaki itu mulai membuka berkas yang ada di hadapannya. "Kenapa ma
Read more
15. Masih Tentang Rain
Aku buru-buru melangkah, saat karyawan yang sedang diajak bicara oleh Ingga menoleh. Lantas berlagak cuek seakan tidak pernah mendengar perintah Ingga barusan. Bahkan aku melempar senyum manis untuk keduanya. Mereka pun membalasnya dengan senyuman kikuk. Khas orang ketangkap basah. Sampai toilet hatiku masih saja berpikir mengenai perintah Ingga barusan. Apa yang membuat gadis itu melakukan tindakan seperti itu?  Bukankah kami tidak begitu mengenal? Berjumpa pun baru dua kali ini. Seingatku kami bahkan belum pernah terlibat percakapan panjang. Usai menunaikan hadas kecil, aku kembali ke ruang kerja Rain. Mata ini lumayan terkesima melihat pemandangan yang ada. Rain tampak serius memeriksa file.  
Read more
16. Pertemuan Dengan Iqbal
"Emang kamu mau aku jadi suami kamu?" Jleb! Aku terpaku mendengar pertanyaan serius itu. "Bang Rain serius ngelamar aku?" tanyaku memberanikan diri. "Ha ... Ha ... Ha." Tawa Rain meledak. "Dasar bocah baperan?" Dia bahkan meraup parasku. Jadi tadi cuma main-main? Becanda doang? Kalo benar ini gak lucu, Bang! "Kok bengong?" tegur Rain usai tawanya surut. Aku ha
Read more
17. Tiba-tiba Ingga Menghangat
"Kalo mau ngen itu di tempat yang lebih berwibawa dong, Bal. Masa iya cewek semanis Kiran diajak main di semak-semak gini," canda Nathan sambil geleng-geleng. Ingga tertawa mendengarnya. Perempuan itu melirik ke Rain. Dan Rain hanya diam membisu. "Kak Nathan ngomong apa sih?" tukas Iqbal sambil menepuk-nepuk bahu dan celananya yang kotor. "Tadi itu aku cuma mau nolongin Kiran yang jatuh dari pohon mangga. Gak nyangka aja badan kecil gitu berat juga. Makanya kami oleng," paparnya sejelas mungkin. "Kiran bisa manjat pohon?" tanya Nathan tampak terpukau. "Dia bahkan bilang sering menang lomba balap panjat tembok sekolah."
Read more
18. Jebakan Keji
"Kok kamu tahu aku ada di sini?" Walau kaget, tapi aku cukup senang Iqbal datang. "Lho ... bukannya kamu sendiri yang ngeminta aku untuk datang?" Iqbal menyipit. "Hah?" Aku melongo bingung. Kapan aku hubungi dia. "Kamu bercanda ya?" "Gak." Iqbal menggeleng yakin. Pemuda itu lekas duduk di bench. Tangannya memegang remote, lalu mulai memilih lagu. "Aku bener-bener sibuk akhir-akhir ini, Ran. Capek banget ngawasin sana-sini," lapornya tanpa kutanya. "Yodah ... rileks sejenak di sini." Iqbal tersenyum mengangguk.
Read more
19. Janji Rain
"Bang, tolong panggilkan pelayan yang membawakan minuman buat kami." Tiba-tiba Iqbal meminta usul. "Akan kucecar siapa orang yang telah menyuruhnya untuk mencampur minuman kami dengan obat perangsang," tuturnya yakin. Seketika wajah Ingga kembali pias. "Panggil saja, tapi gak ada intimidasi ya?!" Nathan berbicara tenang. Di sini terlihat sekali dia sangat membela Ingga. "Sebentar aku panggil." Ingga meminta Izin. Wanita itu berlalu meninggalkan ruangan. Tujuh menit kemudian dia hadir lagi bersama pelayan yang mengantar minuman untukku dan Iqbal. Serta seorang pelayan laki-laki yang tidak kukenal.
Read more
20. Pembelaan Nathan
"Kiran, turuuun!" "Aku gak mau turun sebelum kamu mempercayai Iqbal dan mengusut kedua sahabatmu Ingga dan Nathan!" Rain bergeming. Sepertinya dia tengah berpikir. "Baiiik!" Rain berteriak begitu melihatku Kembali memanjat pembatas. "Aku akan segera usut Ingga dan Nathan secepatnya." Dia berjanji tegas. "Kamu seriuskan?" tanyaku sedikit semringah. "Kapan pernah aku bohong sama kamu?" ketus Rain terlihat sebal, "sekarang turun!" Dia memerintah serius. "Baik." Aku menurut. Hati-hati aku menurunkan kaki. "AAa!" Aku memekik takut karena tergeli
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status