All Chapters of MALAM PERTAMA DENGAN BOS MAFIA: Chapter 21 - Chapter 30
68 Chapters
21. Terbukanya Kedok Ingga
"Ya kamulah ... kan cewek satu-satunya cuma kamu. Masa iya Ijong ato temannya." Penuturan dari Ayon membuat aku tersanjung. "Soto Betawi kamu suka kan?" tanya Ayon kemudian."Suka." Aku mengangguk senang. "Sekali lagi makasih banyak ya, Bang.""Iye, Nyonya ratu." Ayon membungkuk hormat.Aku terkekeh melihatnya. "Ya udah aku pergi mandi dulu sambil nungguin sotonya datang," pamitku kemudian."Silakan, Nyonya ratu."Aku kembali tergelak. Setelah itu meninggalkan Ayon menuju kamar kembali. Tanpa menunggu waktu lagi, gegas masuk ke kamar mandi. Air shower mulai menyiram badan ini.Setelah merasa segar, aku pun menyudahi kegiatan ini. Cacing yang berdemo di dalam perut membuatku  secepatnya mengenakan makanan. Begitu turun ke dapur sudah berkumpul tiga orang preman yang sedang menyantap Soto Betawi. Termasuk Ayon di antara mereka.
Read more
22. Teror
"Ba-baik ... aku akan bicara jujur, Bang.""Katakan!" titah Rain datar."Dua kali aku masuk ke ruang kerja Mbak Ingga adalah agar Mbak Ingga bisa menuangkan obat perangsang itu tanpa terlihat kamera."Wajah Ingga seketika pias. Namun, lekas ia alihkan dengan mendelik pada Vita. "Hei ... jangan buat fitnah sembarang kamu, Vit!" bentak Ingga sambil mendepak tubuh perempuan itu hingga tersungkur."Ingga, biarkan dia menyelesaikan ceritanya dulu!" seru Rain mencegah Ingga berbuat kasar lagi."Tapi, dia sudah ngelantur bicaranya, Rain," kilah Ingga terus menatap Vita dengan sengit."Semua akan dapat jatah bicara." Rain berucap dengan tenang. Dia bangkit dari duduknya. "Kamu pun akan mendapatkan gilirannya. Jadi sekarang diamlah!"Wajah Ingga semakin terlihat keruh. Namun, dia tidak berani bicara lagi."Lanjutkan ceritamu!" suruh Rain pada Vita.Vita terlihat menarik napas perlahan. Seolah tengah mengumpulkan keberanian untuk
Read more
23. Siapa Dia
"Kiraaan! Ada paket nih." Suara Bang Ayon di lantai bawah.Aku yang baru saja membersihkan kamar Rain buru-buru turun untuk melihat. Sebuah kotak besar Bang Ayon angsurkan padaku."Dari siapa?" tanyaku penasaran."Coba aja buka," balas Bang Ayon santai.Penasaran dengan isinya, gegas kubuka kotak berpita merah muda itu. Tanganku terus menyobek kertas kado yang melapisi."AAA!" Aku menjerit begitu melihat isinya. Sebuah boneka tanpa kepala dengan pesan, 'KAMU HARUS MATI, KIRANI!'"Ada apa, Kiran?" Bang Ayon buru-buru mendekat. Pria itu langsung terbelalak melihat isi dari kado tersebut. "Coba sini aku lihat mungkin ada nama pengirimnya."Bang Ayon mengobok isi kotak tersebut. Namun, ia tidak menemukan apa pun. Saat dirinya membolak-balikkan kotak tersebut, hasilnya juga tetap nihil. Sama sekali tidak ada pertunjuk.
Read more
24. Cuma Mimpikah?
"Raiiin!" Bang Tigor datang dengan tergopoh-gopoh."Ada apa?" sahut Rain tenang."Polisi akan datang menggerebek markas kita.""Apaaah?" Aku, Iqbal, dan preman yang terlonjak kaget."Ada yang melaporkan jika kita menimbun narkoba di markas ini," terang Bang Tigor serius.Rain bergeming sejenak. "Sisir semua tempat! Cari sampai dapat barang laknat itu sebelum polisi datang!" titahnya tetap tenang."Baik, Bang!" Semua anak buahnya mengangguk patuh.Rain bangkit dari singgasananya. Tanpa bicara dia melangkah. Kakinya tertuju pada anak tangga. Sementara semua anak buahnya langsung berpencar guna mencari barang haram tersebut. Mereka meninggalkan makanan yang belum selesai dihabiskan ini.Tidak mau berdiam diri, aku ikut mengerjakan perintah Rain. Tanpa ragu kutuju kamar pribadi. Agak terkejut masuk ternyata a
Read more
25. Didan Atau Iqbal?
Masih dengan mendesis aku bangkit berdiri. Tangan ini mengusap-usap pinggang. Sungguh sakit jatuh dari ranjang. Pinggang ini rasanya seperti hendak patah.Aku menggeliat sebentar untuk merenggangkan otot yang masih terasa kaku. Badanku terasa pegal-pegal karena kemarin lumayan lama membantu Rain bekerja.Kulirik jam kotak di tembok. Pukul empat pagi lewat lima puluh menit. Saatnya beribadah pagi.Dengan penuh kekhusyukan aku menghadap sang Khalik. Bersujud pada-Nya untuk memohon ampunan. Serta kebaikan dalam hidup. Baik untuk diri sendiri, keluarga, dan juga Rain. Ya ... akhir-akhir aku memang selalu menyempatkan namanya di setiap doa. Berharap agar dia selalu keselamatan di setiap langkahnya. Begitu juga dengan Iqbal. Pemuda baik itu juga menempati separuh hatiku yang lain. Doaku sama juga. Semoga Iqbal dan Rain selalu dijauhkan dari marabahaya.Usai meraup wajah aku melipat mukena dan sajadah. Dalam hati memang sudah bertekad. Bahwa apa pun
Read more
26. Mita Sahabatku
"Kenapa kamu bisa punya pikiran seperti itu?" Ekspresinya datar."Ya aku bingung. Hanya kamu dan Didan yang masuk ke kamar aku.""Terus?""Jika orang itu adalah Didan, bukankah dia juga anak buahmu--""Gak ada alasan buatku untuk memfitnah apalagi nyelakai kamu," sela Iqbal terdengar tegas. Aku sendiri sampai merasa tidak enak hati karenanya.Pemuda itu menandaskan minumannya. Setelah itu dia beranjak menuju kamarnya yang memang tidak jauh dari dapur ini.Ahhh! Aku mendesah resah. Kenapa semuanya jadi rumit seperti ini?Teringat dengan niat awal, aku langsung segera menyeduh ke sepuluh mie instan tersebut. Semuanya kumasukkan dalam satu panci. Untuk topping kutambahkan sayur cesim, sosis, dan telur mata sapi tentunya.Anak-anak mendekat ketika aku tengah mengambil beberapa mangkok. Mereka paham saja masak
Read more
27. Bertemu Dengan Tama
"Mita," bisikku lembut.Gadis lemah lembut itu langsung membuka matanya. "Kiran." Mita yang terharu lantas memelukku erat."Aku mau ngenalin teman-teman baruku," ujarku sembari melepas pelukan. "Kenalkan ini Iqbal dan ini Rain."Iqbal dan Rain masing-masing menipiskan bibirnya pada Mita.Mita sendiri tampak takjub menatap Rain. "Apa kita pernah bertemu?"Tidak hanya aku yang tergelitik mendengarnya. Iqbal pun tampaknya sama. Pemuda itu menatap Mita lamat-lamat, lalu beralih memindai sang bos.Sementara Rain diam dengan dahi mengernyit. "Entahlah ... tapi seingat saya, ini pertama kalinya kita bertemu," ujarnya kalem. Lelaki itu memang cukup santun. Dia bisa menempatkan diri, kapan waktunya bersikap santai, dingin, atau sedikit resmi seperti ini.Bibir Mita mengulas senyum. "Maaf, mungkin saya salah orang. Tapi sungguh, wajah
Read more
28. Tentang Shila
"Menjauhlah kalian dari Kiran!" Suara Rain terdengar lantang."Oh ... Jadi namanya Kiran?" Pria bernama Tama itu kembali melirik padaku dan menyeringai. "Kiran siapa nih? Kiranti? Ha ... ha ... ha." Dia kembali tergelak dengan gaya meremehkan. Sedangkan Ingga hanya tersenyum miring. Sama merendahkan aku juga.Rain menghampiri Tama. "Enyah. Dari. Meja. Ini!" usir Rain dengan penuh penekanan. Suaranya tidak selantang tadi. Namun, tatapannya yang menghujam menjadi pertanda jika dia amat membenci lelaki di hadapannya itu."Nape elu kaku banget kek gitu sih?" Tama kembali menyeringai. "Kita udah lama gak ketemu. Harusnya temu kangen gitu," kelakarnya berusaha sok akrab. Namun, saat tangannya coba menggapai pundak Rain, Rain menepisnya. "Hei ... masih galak aja. Ingat kita bertiga Nathan teman senasib sepenanggungan. Sama-sama anak pungutnya Bang Jack ," tutur Tama menyebut nama seseorang. Aku pikir itu pasti nama ayahnya Shila. Orang yang mengangkat mereka menjadi an
Read more
29. Masih Kisah Dari Tigor
"Sebenarnya Rain, Nathan, dan Tama  mendapat bagian dengan porsi yang sama. Namun, pada surat wasiat Rain berhak menjalankan dan menguasai warisan atas nama Shila selama anak itu belum ditemukan. Karena Bang Jack beranggapan bahwa Shila masih hidup." Ia memungkas kisah.Kami masing-masing terdiam kembali."Boleh tanya lagi, Bang?" Aku meminta izin. Takut saja dianggap  lancang karena terlalu ingin tahu."Apa?" Tidak kuduga Bang Tigor santai menanggapi."Eum ... Ibunya Shila kalo boleh tahu apakah masih hidup?" tanyaku hati-hati.Lagi-lagi Bang Tigor terlihat menarik napas. "Mbak Sasmita pergi berpulang ketika melahirkan Shila. Ahhhh ... kasihan sekali hidup wanita itu." Bang Tigor menggeleng lemah."Nama istrinya Bang Jack Sasmita?" tanyaku memperjelas."Iya. Dia wanita yang lemah. Lima tahun menikah dengan Bang Jac
Read more
30. Pengkhianatan
"Buat siapa buah sebanyak ini?" tegurku lumayan heran."Buat temanmu lah, semoga dia suka." Rain menyahut tenang, "kalo kamu mau tinggal ambil aja."Aku tercenung. Bagaimana bisa Rain tahu jika Mita sangat menggemari anggur hijau. Apakah suatu kebetulan?Kami menuju kasir. Rain melakukan transaksi. Setelah rampung kami keluar supermarket. Hatiku lumayan tersentuh karena Rain tidak mengizinkan aku membawa plastik belanjaan. Pria itu yang menjijingnya hingga mobil."Kenapa dari tadi kok diam? Biasanya banyak nanya," sindir Rain ketika mobil sudah melaju.Aku meringis kecil. "Anu, Bang, heran saja kok Abang bisa tahu kalo Mita sangat menyukai buah anggur hijau?"Rain menoleh. Dahinya terlihat melipat. "Benarkah?""He-eh. Mita bisa beli berkilo-kilo kalo habis bayaran dulu."Rain mengendikan bahunya perlahan. "Gak tahu, feeling aja pengen ambil anggur ijo tadi.""Wahhh ... intuisi Bang Rain lumayan tajam." Aku memuji sembari
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status