All Chapters of Suami di Atas Kertas: Chapter 51 - Chapter 60
80 Chapters
Bab 51
Pilihan wanita itu jatuh pada sebuah dress berwarna putih gading di atas lutut. Baju yang sopan dan tidak terlalu terbuka. Tidak terlalu ketat juga. Hanna menggerai rambut yang panjangnya lima sentimeter di bawah bahu. Tak lupa dia mengoleskan make up tipis dan menyemprotkan parfum. Sepatu high heels berwarna hitam dan juga tas tangan yang berwarna senada, Hanna kenakan. Penampilannya begitu elegan. Tak lupa kalung berlian bermata indah di lehernya yang dibanderol dengan harga puluhan juta. Hanna mematut diri kembali di depan cermin. Langkah berat untuk menghadiri. Namun, dia tidak mau mengecewakan papanya lagi. Merasa penampilan sudah baik, Hanna pergi ke acara gathering sang papa seorang diri. Sebuah mobil berwarna hitam, tiba di sebuah gedung tempat berlangsungnya gathering. Sudah banyak mobil yang terparkir di sana. Hanna cukup kesulitan mencari lahan yang kosong. Dia pun hanya mengikuti ar
Read more
Bab 52
"Kita perlu bicara. Kamu akan kabur kalau aku lepaskan. Kita sudah lama tidak bertemu, tidakkah kamu rindu? Aku rindu sekali, terlebih dengan lekukan tubuh kamu," balas Robby. Hanna naik pitam. Merasa terhina dengan perkataan Robby barusan. Refleks telapak tangan mendarat di pipi Robby. Tamparan yang tak seberapa sebab dia menggunakan tangan kiri. Mungkin akan lebih sakit jika menggunakan tangan kanan, tetapi masih dipegang erat oleh Robby. Robby cukup terkejut, tetapi kemudian dia tertawa kecil. "Terima kasih atas tamparannya, aku anggap itu salam pembuka dari kamu. Itu tidak ada sakit-sakitnya, tangan kamu sangat lembut. Masih sama saat kamu membelai aku dulu," ucap Robby, mengerlingkan sebelah mata. "Kau gila, Robby. Psikopat!" teriak Hanna penuh emosi. "Aku memang gila. Gila karena kamu." Robby menjulurkan tangan, hendak menyentuh pipi Hanna, tetapi dengan sigap langsung dite
Read more
Bab 53
"Paman sama papa kamu sangat khawatir. Syukurlah kalau kamu baik-baik saja," ujar Sean. Hanna tersenyum getir. Hatinya tersentuh saat tahu kalau papanya mengkhawatirkan dirinya. "Papa khawatir karena takut kalau aku bertemu dengan Robby?" batin Hanna bertanya-tanya.           "Jangan khawatir, Paman. Aku baik-baik saja," ucap Hanna menenangkan. Hanna dibawa Sean menjumpai papanya. Saat Matthew bertemu dengan Hanna, Matthew refleks memeluk sang anak. "Kamu ke mana saja?" tanya Matthew. Hanna pun menjawab dengan kalimat yang sama, saat dia menjawab pertanyaan Sean. Matthew yang sebenarnya curiga dengan sang anak. Tidak mau menyinggung soal Robby kepada Hanna. "Jangan khawatir, Pa. Aku tidak apa-apa. Terima kasih Papa masih peduli dengan aku," ungkap Hanna yang tak bisa m
Read more
Bab 54
Robby geram dengan sikap Asep. Berlari ke arahnya lalu mencengkeram kaos Asep. Tarikan kuat dari Robby, membuat dia bangkit dari tanah. "Kau tidak tahu atau pura-pura, hah?" tanya Robby membentak. Asep masih tidak tahu apa kesalahannya. "Kenapa Hanna bisa lepas? Kau tidak menyekapnya dengan benar. Percuma aku membayar kau mahal. Dasar tidak berguna," sungut Robby. Asep baru mengingatnya sekarang. Pasti Robby berjumpa dengan Hanna. "Maafkan saya, Bos. Aku sudah berusaha menyekapnya dengan baik, tapi dia bisa lolos. Aku kira dia diselamatkan oleh orang lain," ujar Asep. "Siapa dia?" tanya Robby. "Aku tidak tahu, Bos. Pokoknya begitu aku datang setelah menerima bayaran dari Bos waktu itu, Hanna sudah tidak ada lagi di tempatnya," jawab Asep. Berkata jujur. "Apa pun alasan kau, aku tidak terima!" Robby ikut menghajar Asep
Read more
Bab 55
Bagus kelelahan, terduduk di lantai sambil menyandarkan punggungnya ke dinding rumah bercat putih itu. Sebuah mobil muncul di hadapan Bagus. Dengan sigap dia pun segera bangkit. Sang pengemudi keluar dari kendaraannya, sosok yang sudah ditunggu Bagus sejak tadi. "Wah, ada apa gerangan, sosok kurir pengantar makanan datang ke sini? Apakah aku ada memesan sesuatu?" tanyanya. Pandai menyembunyikan keterkejutan akan kehadiran Bagus di depan rumah. Hanna kembali ke rumah karena ada sesuatu yang harus dia ambil. "Hanna Rihanna Kumalasari." Bagus menyebutkan nama wamita tersebut dengan mantap. "Ya?" tanya Hanna. Alisnya terangkat sebelah. Bingung kenapa Bagus bisa ada di sini. Bagus menarik napas dalam-dalam. Ada rasa bimbang, tetapi dia mencoba memantapkan hati. Tidak ada pilihan lain, demi kesembuhan sang ayah. "Aku mau menikah kontrak dengan kamu," ucap Bagus. Penuh keyakinan.
Read more
Bab 56
Hanna berkata pedas, didorongnya tubuh Bagus yang menghalangi jalannya masuk. Berdiri di depan pintu. Bagus ingin marah saat Hanna seperti tengah mendoakan ayahnya cepat mati. Namun, Bagus mencoba menahan diri sekuat mungkin. Dari pada makin emosi saat bersama dengan Hanna, Bagus memilih pergi saja tanpa sepatah kata dari kediaman wanita itu dengan tangan kosong. Hanna tersenyum lebar saat melihat punggung Bagus yang perlahan menjauh. Begitu masuk ke rumah, tawanya langsung lepas seketika. Hanna merasa sangat bahagia. Dia tertawa di atas penderitaan orang lain. Begitulah Hanna. Sesungguhnya adalah dia bisa saja menerima Bagus untuk menandatangani surat pernikahan kontrak mereka. Namun, pikiran Hanna berkata sebaliknya. Dia menolak dengan alasan pembalasan dendam. "Aku tidak suka penolakan. Ketika dia menolakku maka dia harus merasakan hal yang sama. Sekarang dia tahu rasa! Bagaimana perihnya aku tola
Read more
Bab 57
Ashari mengacak-ngacak rambutnya. "Tidak ada yang lebih penting bagi aku, selain uang," ucapnya lalu berjalan kembali menjauhi keponakannya itu. Ketika Ashari baru saja beranjak satu langkah, Bagus sudah tiga langkah ke depan. Menghalangi jalan pamannya. Membuat rasa jengkel Ashari kian membesar. "Minggir, Bodoh! Kau mau aku hajar di sini? Jangan menggangguku. Aku tidak ada waktu untuk meladeni semua kata-kata kau!" bentak Ashari. Satu kepalan tangan sudah hampir mendarat di wajah keponakannya. Namun, dia urungkan sebab tidak mau memancing keributan di tempat umum. Bagus yang mengira kalau pamannya sungguhan mau mencelakainya, lelaki itu sudah memasang posisi menghindar. Memundurkan wajahnya, kedua netra itu juga sempat terpejam selang beberapa saat. Ketika merasa tidak ada apa pun yang terjadi, dia menatap sang paman dan berujar dengan lembut. "Aku mohon, Paman. Dengarkan aku sekali ini saja," pinta
Read more
Bab 58
"Aku mohon Paman menyisihkan sebagian rezeki untuk membantu ayah dan juga beritahu keluarga lain, supaya kita bisa mengumpulkan uangnya bersama-sama," jawab Bagus. "Aku tidak akan memberitahu mereka. Biarlah itu menjadi urusan kalian. Lagian juga kami tidak bisa membantu apa pun. Se peser pun kami tidak akan mau mengeluarkan uang. Meskipun pada akhirnya dia mati karena tak bisa dioperasi, ya, itu memang sudah ajalnya," balas Ashari enteng. "Cukup, Paman! Jangan mendoakan ayah aku mati. Ayah itu masih anggota keluarga kita. Kalau saja aku tidak kepepet, aku tidak akan meminta seperti ini. Tapi kebetulan sekali bertemu dengan Paman. Anggota keluarga seharusnya saling membantu saat yang lain dalam kesulitan," ucap Bagus. Merasa geram dengan tingkah pamannya. Jika tidak membantu, setidaknya jangan menghina. Ashari mengendikkan bahu, bersikap cuek. "Kenapa kau marah? Perkataan aku itu benar. Kau tidak perlu meminta bantuan ke
Read more
Bab 59
Ketika Ashari menatap ke arah anak tersebut, tiba-tiba saja anak kecil itu berlari ke arah seorang wanita berambut panjang yang Ashari duga adalah ibunya. "Kenapa anak itu lari? Apa dia mengira aku hantu?" Ashari bertanya-tanya, merasa jengkel. Tatapan Ashari memang tajam dan ekspresi wajahnya sungguh tidak enak dilihat. Hanya satu yang menggambarkan wajah Ashari, yaitu menyeramkan. Jarang tersenyum, mata setajam pisau, rahang tegas, rambut acak-acakan, kulit hitam, hidung agak mancung, dan kedua alis yang menekuk. Badan kurus kering, penampilan biasa saja. Raut wajahnya tak pernah membawa aura positif. Aura kegelapan yang ada. Ashari hanya bisa memandang anak kecil dan ibunya tersebut dari kejauhan. Anak kecil itu mengarahkan jari telunjuknya ke Ashari sambil melirik-lirik kecil, seperti masih ada rasa takut. Sementara sang ibu, hanya menatap Ashari sekilas lalu mencoba menenangkan anaknya. Mengelus lembut rambutnya.
Read more
Bab 60
Bagus langsung memasang muka masan. "Kan sudah aku bilang. Kau mau apa? Cepat katakan! Kalau tidak, aku pergi," tanyanya ketus. Asep meletakkan telunjuknya di bawah bibir. "Eumm, aku tahu, kenapa kau buru-buru sekali. Kau pasti sedang sibuk mencari biaya untuk operasi ayah kamu, kan?" Pertanyaan dari Asep, membuat Bagus terkejut. Bola matanya melebar, mulut terbuka sedikit, dirinya mati kutu. Tubuh menegak di tempatnya. Bagus merasa tidak pernah menceritakan apa pun soal kondisi sang ayah kepada Asep, lantas dari mana lelaki itu bisa tahu? Melihat reaksi Bagus yang membisu, Asep tertawa licik. Senang dia melihat penderitaan Bagus yang tak ada habisnya. "Kalau diam, berarti omongan aku benar, kan?" Asep bertanya, memancing Bagus untuk berbicara. "Dari mana kau tahu soal itu?" Bagus akhirnya buka mulut dan langsung bertanya ke intinya. Dia ingat tidak pernah memberitahu soal ayahny
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status