All Chapters of TERPAKSA MENIKAH KARENA SKENARIO GILA SAHABATKU: Chapter 21 - Chapter 30
123 Chapters
21. Sebuah Permulaan
"Kamu yakin saya boleh tidur disini?" Alana menaikkan satu alisnya, memandang heran Arkasa yang nampak ragu sembari memeluk bantal guling putihnya. Beberapa waktu lalu, dengan percaya diri suaminya itu menawarkan hubungan serius dalam pernikahan mereka dan berusaha akan menjadi suami yang sesungguhnya. Dia bahkan tak memberikan Alana kesemmpatan untuk menolak sama sekali. Sekarang Alana tengah memberinya kesempatan. Sebagai suami istri, bukankah merupakan hal yang normal untuk tidur bersebelahan di satu ranjang yang sama? Berkacak pinggang karena mulai jengah dengan keanehan Arkasa. Sekarang ini Alana merasa bahwa seakan-akan dirinyalah yang agresif karena meminta Arkasa untuk menghuni sebelahnya di kasur yang sama. Dia hanya membantu Arkasa untuk mewujudkan curahannya tadi. Tapi respon Arkasa ini seolah-olah lelaki itu terlalu polos dan suci yang bahkan tak berani mendekati wanita. Apa- apaan ini? "Aku memberi kamu kesempatan lho, mas! Lagipula ini hanya tid
Read more
22. Hobi Baru
Alana tak tahu sebelumnya kalau sinar mentari juga bisa menambah pancaran karisma seseorang. Tak mau bergerak dan justru terpaku pada pahatan mahakarya yang tengah bernafas teratur sembari satu tangannya masih memeluk pinggang kecil Alana posesif. Sekarang ini belum ada niatan bagi Alana untuk bergerak bangkit atau melakukan apapun. Biarkan saja dia berkecamuk dalam pikiran sembari menikmati pemandangan pagi yang tak boleh terlewatkan. Dalam hati Alana merutuk, bisa- bisanya selama sebulan ini dia melewatkan pemandangan wajah polos Arkasa yang tengah tertidur. Lelaki itu nampak seperti bayi meskipun berada di usia awal tiga puluhan. Wajah tegas dan tatapan dinginnya tak berlaku saat dia sedang mode istirahat begini. Diam- diam dia merasa beruntung karena mendapatkan kesempatan untuk memandang dekat wajah tampan lelaki yang mungkin dulu banyak dibayangkan sebagai tokoh fiksi saat dia masih remaja. Senyum simpulnya terpancar, namun tak berapa Alana menggeleng
Read more
23. Buru-Buru
Setelah menempuh perjalanan panjang yang super melelahkan, pasutri yang tanpa sengaja kompak mengenakan atasan dan kacamata berwarna hitam itu akhirnya tiba di Indonesia. Arkasa menarik dua buah koper yang berisi barang miliknya dan sang istri. Sementara didepannya, Alana menjinjing tas kerja dengan langkah sedikit diseret. Sejak turun dari pesawat memang Alana terlihat agak lemas dan tak fokus. Beberapa kali ia hampir tersungkur, menabrak orang lain ataupun salah arah jalan. Untung saja Arkasa suami siaga yang dengan sigap menuntunnya hingga sampai mobil. Meskipun dalam kondisi yang kurang baik, Alana masih sempat menerbitkan senyum ramah pada supir keluarga Pradipta yang hari ini menjemput keduanya di bandara. Setelah memastikan bahwa Alana masuk kedalam mobil dengan aman, barulah Arkasa membantu sang supir untuk memasukkan barang bawaan kedalam bagasi. "Langsung pulang, pak?" tanya pak supir sebelum keduanya masuk kedalam mobil. Arkasa nampak berpikir sebentar l
Read more
24. Uji Kesabaran
Memasang senyum kaku selama hampir empat puluh menit rasanya benar- benar membuat otot wajah terasa sakit. Alana meneguk kembali kopinya yang sudah dingin hanya untuk menghilangkan kecanggungan yang menerpa. Kembali ia memasang senyum manis basa-basi ketika dua orang dan satu manusia jadi-jadian dihadapannya mengutarakan jenis kerjasama yang mereka inginkan untuk projek kali ini. Alana mengangguk sopan mengiyakan permintaan client super VIP-nya itu. Sejujurnya permintaan itu bukanlah hal sulit dan ia sangat yakin timnya lebih dari mampu untuk mengerjakan dengan baik projek kali ini. Hanya saja, dia tak pernah menyangka akan duduk satu meja bersama dengan wanita berusia empat puluhan yang terang- terangan meliriknya sinis sejak tadi. Veronica Delani, wanita yang berstatus sebagai istri sah dari Saddam Giovandra. Alana memang tahu bahwa Veronica dikenal sebagai social butterfly atau justru malah lebih terlihat seperti penjilat kalangan atas. Tapi siapa sangka ternyata
Read more
25. Mempermalukan Saddam
Alana terkesiap kala Arkasa yang entah muncul darimana menarik dan mendekap pinggangnya posesif. Penampilan lelaki itu masih sama seperti tadi pagi saat mengantarnya. Seingatnya tadi setelah mengantarnya, Arkasa langsung melenggang ke kampus karena ada jadwal ajar. Alana mendongak sekilas, mendapati satu senyuman ringan namun berarti terukir di bibir tebal Arkasa. Sorot matanya nampak tenang meskipun satu alisnya yang terangkat bisa jadi mengartikan sesuatu yang berbeda.Bukan hanya Alana, kehadiran Arkasa juga turut mengagetkan baik Rosaline maupun Saddam yang membeku di tempat masing- masing. Meskipun Arkasa masuk dengan senyuman ramah, tapi jelas semua yang berada disana paham apa maksud dari tarikan tersebut.  "Mas?" Arkasa menoleh sebentar kearah Alana yang memandangnya sedikit bingung. Lebih tepatnya bingung mengapa Arkasa yang tiba- tiba bisa berada disini.Lelaki tiga puluh tahun itu tersenyum kecil sembari mengusap pelan lengan A
Read more
26. Filosofi Soto
"Kenapa kesini?"Memindai suasana luar yang terlihat cukup ramai,  Alana menengok kearah Arkasa yang tengah memarkirkan mobil.  Lelaki itu mematikan mesin lalu balas melirik Alana, "saya lapar,  kita berdua juga baru sarapan roti satu slice tadi pagi," jawabnya datar.Alana tak mau banyak mendebat Arkasa,  terutama setelah bantuan lelaki itu.  Sungguh, Alana belum bisa melupakan wajah panik Saddam dan cengo Veronica di depan cafe tadi. Karena ia cukup puas dengan hasil kerja Arkasa,  kini Alana berniat membayarnya setidaknya dengan mengikuti saja kemana Arkasa membawanya. Keduanya masuk kedalam rumah makan yang cukup sederhana.  Arkasa memang lama tinggal di negeri orang,  tapi kalau sudah kembali ke tanah air,  dia jadi lebih suka makanan-makanan khas disini. Tipikal yang meskipun sultan namun tetap merakyat.  Untuk makan sendiri, Arkasa juga bukan tipikal yang pilih-pilih dan harus di resto
Read more
27. Transparan
"Bikin malu!" Veronica duduk bersila sembari menyilangkan tangan di depan dada di kursi kebesarannya. Tatapannya tajam menghunus kearah suami mudanya yang kini duduk lesu sembari menunduk dihadapannya. Lelaki dengan rambut mulai panjang itu sama sekali tak mampu melontarkan sepatah katapun pada wanita yang berstatus sebagai istrinya itu. Memang  benar, seluruh kendali ada pada Veronica. "Maaf," lirihnya. Katakanlah Saddam tipikal suami takut istri. Namun dia bisa apa? Kenyataan bahwa lelaki itu memang ada dibawah tekanan istri adalah sesuatu yang tak terelakkan. Veronica yang delapan belas tahun lebih tua darinya itu memang wanita kaya yang telah banyak menyelamatkan hidupnya, terutama dalam bidang finansial. Meskipun Saddam terkenal cerdas dan banyak relasi, hal itu masih belum bisa banyak membantu perekonomiannya. Belum lagi orang tuanya yang meninggalkan milyaran hutang membuatnya kian terdesak. Disaat Alana tengah merintis bisnisnya, g
Read more
28. Tumbang
Alana keluar dari kamar tidurnya dan mendapati kehampaan merayap. Dia menarik nafas dalam bak mengendus, menyadari tak ada aroma kopi ataupun roti bakar disana. Padahal biasanya Arkasa sudah berada di pantry dan duduk santai dengan secangkir kopi yang aromanya akan memenuhi seluruh rumah. Gadis itu melirik jam dinding yang tergantung diatas pintu menunjukkan pukul sembilan pagi. Ini hari sabtu, mungkin Arkasa sudah berada di Gym ataupun lari keliling kompleks sekarang. Gadis itu mengenakan kaos oversize dan celana pendek santai seperti biasa. Kaki jenjangnya melangkah riang menuju pantry untuk menyiapkan kopi miliknya. Setelah sepekan di Manhattan dan kemarin langsung kembali ke kantor, akhirnya hari ini dia punya waktu istirahat yang cukup. Itu juga yang akhirnya membuat Alana bablas baru bangun pukul sembilan. Tersenyum menghirup aroma kopinya yang menyeruak, Alana baru saja hendak menyeruputnya. Namun suara batuk yang samar- samar terdengar lebih menarik atensi w
Read more
29. Sidak Dadakan
Arkasa membuka matanya perlahan,  hal pertama yang menyapanya adalah rasa pegal berkat kepala Alana yang menimpa tangannya. Sebenarnya itu salahnya sendiri,  guna mencegah Alana keluar dari kamarnya,  Arkasa menggenggam kuat tangan Alana hingga gadis itu pasrah dan tetap duduk menemaninya. Menengok jam di nakas,  memicing untuk memastikan benar angka yang ditunjuk disana pukul 7. Kembali ia tolehkan pandangannya pada Alana yang masih bernafas teratur,  pasti lehernya akan sakit akibat tertidur dengan posisi demikian.Putra sulung Pradipta itu berusaha menegakkan tubuhnya dengan perlahan,  bukan karena pusing, tapi karena tak ingin membangunkan Alana yang terlelap.  Omong-omong soal pusing,  sekarang ini dia sudah merasa lebih segar,  tak ada pening dan suhu tubuhnya tak begitu panas lagi. Senyuman kecil terbit di bibir tebalnya,  perlahan tangan satunya mengelus lembut puncak kepala dan rambut gadis y
Read more
30. Keputusan Baru
"Kamu gak apa tidur seranjang sama saya?" Alana langsung naik keatas ranjang Arkasa, menarik selimut dan menenggelamkan dirinya disana. Malam ini keduanya harus sekamar karena duo ibu berada tepat di kamar sebelah, ngotot untuk menginap. Meskipun ada dua kamar lagi di lantai atas, mereka tak mungkin tidur terpisah. Bisa-bisa muncul wejangan 1001 malam. "Gak ada masalah. Lagipula waktu di Manhattan juga kita tidur satu ranjang terus, kan?"Gadis itu memutar bola matanya malas. Terkadang, Arkasa yang nampak gagah dan tenang itu selalu mempertanyakan hal yang menurutnya bukanlah hal besar. Tidur di ranjang yang sama misalnya. Arkasa mengerutkan alisnya sebelum tersenyum miring, "bukan," decaknya. Lelaki itu ikut menaiki ranjang dan mengambil posisi tepat disebelah Alana, keduanya telentang memandangi langit-langit langit kamar. "Maksudnya, saya kan masih agak demam. Kamu memangnya gak takut ketularan?" Agak malu s
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status