All Chapters of TERPAKSA MENIKAH KARENA SKENARIO GILA SAHABATKU: Chapter 31 - Chapter 40
123 Chapters
31. Gundah Lagi
Alana menggigiti kuku jarinya cemas. Sementara dua kaki jenjangnya mondar-mandir gusar di dalam kamar mandi berukuran cukup besar yang untuk pertama kali dia gunakan. Gadis itu kembali menelaah tampilan dirinya di cermin, wajah bangun —ralat wajah tidak bisa tidurnya akibat banyak pikiran semalaman. Bagaimana tidak? setelah melemparkan sebuah kalimat menantang pada suaminya, Alana mendapati pancaran panas tersorot dari netra Arkasa. Jujur saja dia masih terus berdebar bahkan hingga kini jika mengingat bagaimana tangan besar Arkasa yang kemarin merambat naik dari pinggangnya menuju punggung memberi sengatan luar biasa. Belum lagi bisikan sialan yang membuatnya terus meremang hingga kini. Semuanya masih terekam jelas dalam benak wanita dua puluh delapan tahun itu. Bagaimana Arkasa memerangkapnya dalam pelukan ditengah selembar selimut dan membisikkan kata-kata yang berdampak besar pada ketenangan batinnya. "Saya pastikan untuk mendapatkan apa yang meman
Read more
32. Ngambek
Melepaskan kaca mata kerja lalu meletakkan laptopnya di sofa. Alana meregangkan tubuhnya yang kaku setelah seharian membabi buta mengerjakan hal-hal yang bisa dia lakukan untuk mengisi hari minggunya. Gadis itu bisa saja istirahat, namun pikirannya seolah tak mengizinkannya untuk bersantai barang sedetikpun. Rencana awalnya adalah menonton drama sembari menikmati cemilan yang penuh dalam kulkas. Berada sendirian di rumah artinya ia bisa leluasa menonton tanpa harus diganggu suaminya yang sering jahil itu. Namun belum lima menit ditayangkan, Alana sudah gelisah karena pikirannya terus tertuju pada satu nama, Arkasa Dean Pradipta. Merasa bersantai justru tak bisa membantunya rileks sama sekali, Alana memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan. Setidaknya dengan sedikit tekanan, dia merasa sibuk dan pikiran-pikiran tak penting tidak akan bisa menembusnya. Itulah yang dia yakini hingga akhirnya nekat mengerjai diri sendiri seperti itu. Tak membiarkan barang sedi
Read more
33. Tamu Tak Diundang
Memicingkan matanya pada tamu tak diundang yang mendadak duduk bersilang kaki di ruang kerjanya. Ralat, tidak pantas disebut tamu, ini lebih cocok masuk kategori penyusup. Alana berkacak pinggang, menatap tak suka pada lelaki sepantaran dengannya yang tengah memamerkan senyuman tipis nan licik di bibirnya. "Selamat pagi, Bu Alana," sapanya dengan nada menyebalkan. Siapa sih yang membiarkan lelaki ini masuk kedalam ruangannya pagi- pagi begini? Suasana kantor masih amat sangat lenggang, hanya ada beberapa pekerja yang sampai di meja masing- masing. Melirik jendela ruangan yang terbuka lebar seolah memberinya jawaban bahwa pria gila dihadapannya itu benar- benar masuk lewat frame lebar yang mudah dibobol. Rasanya seperti keluar dari kandang harimau lalu terperangkap bersama buaya. Alana yang tadinya tengah menghindar, mau tak mau berangkat cepat- cepat tanpa membangunkan suaminya yang tadi masih tidur memeluknya. Meskipun Alana benar- benar ingin protes se
Read more
34. Keraguan
"Berandal gila!" Dentingan sendok yang dilempar Adara mau tak mau menarik perhatian beberapa pengunjung resto. Alana yang duduk dihadapannya setengah malu akan perangai sahabatnya yang selalu menanggapi cerita dengan emosi mendidih. Memang sejak awal Adara tak pernah menyukai Saddam, entah karena apa. "Kalau tahu dia akan bertindak senekat itu, harusnya sejak awal kuminta ayah menempatkan beberapa bodyguard di perusahaanmu!" tambah Adara lagi dengan memelankan sedikit nada suaranya. Alana melotot tak terima, "tidak tidak! Bukannya Saddam yang takut, namun justru para karyawanku yang merasa terintimidasi oleh orang- orang suruhan itu," Alana bergidik mengingat saat beberapa minggu lalu ada beberapa bodyguard berjaga di perusahaannya dan membuat para karyawan jadi tidak nyaman karena seolah terus diintai. Adara kembali mengambil sendok yang tadi dilemparnya. Menyendok makanan di piring mahal yang baru ia suap beberapa sendok saja. Dia sudah mual dari awal, n
Read more
35. Jam Malam
"Baru pulang?" Lampu remang-remang di ruang tamu, Alana pikir suaminya sudah tidur lebih dulu. Tapi dugaannya salah, Arkasa justru tengah duduk bersidekap di sofa sembari memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Alana membalasnya dengan satu deheman kecil. Gadis itu sebenarnya hendak menghindari Arkasa makanya ia pulang larut setelah menghabiskan girls time bersama Adara. Dia pikir itu akan mengenyahkan kegundahan miliknya sejak semalam, tapi ternyata tidak seratus persen efektif. Lelaki itu seakan bangkit dari singgasananya, tubuh tegap dan cukup berotot miliknya seakan menutupi pandangan Alana dari seluruh elemen ruangan yang ada dibelakangnya. Mata tajam yang tengah menghunus menatapnya menguarkan aura jerat yang membuat Alana terjebak dalam fokus. Arkasa dalam beberapa hitungan detik telah berdiri dihadapannya seperti pemangsa buas yang hendak melahapnya hidup- hidup. "Kamu pergi kemana sampai larut malam begini? Saya susul ke kantor katanya k
Read more
36. Pembalasan
Netranya berkilat, jelas menyiratkan tatapan macam apa yang tengah Arkasa hadiahkan pada istrinya yang memerah. Rekah di bibir Alana yang sedikit terbuka dan dadanya naik turun karena terus meraup udara. Arkasa sengaja memberi jeda setelah ciuman panas mereka hanya untuk melihat bagaimana reaksi Alana. Kalau dilanjutkan, Arkasa pasti tak akan bisa lagi mengendalikan diri. Alana yang terengah begini saja sudah membuat iman tipisnya teruji. Bagaimana kalau dia bertindak lebih jauh? Sial, Alana malah menjilat sedikit bibirnya dan pemandangan itu tidak luput dari mata Arkasa pastinya. Tangan besar Arkasa terulur untuk merapikan kembali helaian rambut istrinya yang sempat berantakan karena tanpa sadar ia acak sebelumnya. Melihat Alana belum mengeluarkan respon kata apapun, Arkasa menyatukan kembali kening mereka dan menikmati nafas terengah keduanya. "Kamu bisa pegang omongan saya, yang kemarin itu bukan apa-apa," Arkasa menjeda untuk kembali menga
Read more
37. Main Kasar
Kalau saja benda mati bisa bicara,  mungkin  bantal dengan sarung warna abu itu sudah protes keras akibat jadi sasaran empuk ketidakjelasan Alana.  Belum lagi selimut tebal dengan warna senada yang sudah teronggok di lantai akibat dia tendang tak karuan.  Sekembalinya dari kamar Arkasa kemarin,  dia dengan riang mandi bahkan bersiul dan tidur super lelap.  Tapi kenapa pagi ini tiba-tiba jadi begini?  Mengingat momen semalam dan membuatnya berguling serta memukul- mukul bantal tak bersalah miliknya. Kaki jenjang Alana akhirnya perlahan menyentuh dinginnya lantai kamar kala wanita itu berhasil membawa dirinya untuk bangkit dari ranjang. Berhenti tepat di depan cermin dan menilik wajahnya yang bersemu akibat bayangan kotor yang langsung melintas saat dia baru bangun tadi. Komat kamit di depan cermin seolah berusaha memberi afirmasi positif untuk mengawali hari.  Semuanya baik-baik saja!  Berusaha mengingatka
Read more
38. Obsesi
Suara lenguhan menjijikan yang  terdengar bersahutan membuat wanita berambut pendek yang baru saja berhasil masuk kedalam flat memutar bola matanya malas. Ia masih sempat mengisi gelas dengan sedikit air sebelum sepatu hak tingginya melangkah makin dekat menuju ruangan sumber suara. Adara membuka pintu  dan mengacaukan fokus dua insan diatas ranjang yang hampir sama-sama mencapai puncaknya mungkin. Raut kesal tak dapat sang laki- laki  sembunyikan saat Adara menghampirinya dengan wajah datar dan kelewat santai. Ditambah lagi wanita itu dengan ringan menyiram keduanya dengan air yang dibawanya tadi."Apa- apaan kamu, Dar?" teriak marah laki- laki yang kini beringsut menjauh dari tubuh wanita berambut pirang. Adara menyilangkan dua tangannya di dada, "kita bisa bicara setelah kamu usir jalang nomor sekianmu ini dari sini," balasnya sembari kini meneliti wanita yang mencuri pandang kearahnya dengan tatapan takut- takut.Laki-laki i
Read more
39. Anak Baru
Arkasa menyugar rambutnya kebelakang dengan gerakan perlahan. Mata tajamnya masih meneliti satu per satu halaman kertas yang tertumpuk di meja kerjanya. Jemarinya sesekali mencoret tanpa ampun dan memberikan catatan kecil untuk perbaikan. Ujung jarinya menyentuh frame kaca mata kerja yang tengah ia kenakan setelah beberapa halaman isa periksa. Layar ponselnya menyala, menampakkan satu pesan masuk dari istri kesayangannya yang akhirnya membalas pesannya setelah sekian lama. Arkasa tersenyum kecil saat melihat jawaban jutek yang wanita itu balaskan padanya. Dia tak peduli, yang jelas Alana sudah membalas pesannya. Setelah mengetikkan beberapa kata balasan, Arkasa meletakkan kembali ponselnya agar bisa fokus pada pekerjaan lagi. Sejujurnya, seberapa besarpun dia berusaha fokus pada pekerjaan, bayang- bayang Alana terus mengusiknya. Entah sejak kapan senyum dan semua ekspresi yang gadis itu keluarkan seolah menjadi tontonan paling menarik buat Arkasa.
Read more
40. Siapa Dia?
Panggilan dari mama mertua kadang bak sirine yang membuat Alana panik hingga harus meninggalkan sebagian pekerjaannya hari ini. Bukan masalah besar sebenarnya, terutama karena dirinya adalah tipe yang mengerjakan sesuatu sejak jauh- jauh hari sehingga untungnya tak ada schedule mendesak hari ini. Hanya saja, pemandangan yang didapatinya ketika sampai di kediaman megah utama keluarga Pradipta sedikit membuatnya jengkel.Alana mengaduk jusnya perlahan, mencuri pandang setengah kesal bercampur bingung kearah gadis muda yang nampak ceria bergelendot manja di lengan kekar suaminya. Tak ada satupun yang terlihat hendak menjelaskan situasi ini padanya sejak ia menginjakkan kaki lima belas menit lalu. Bahkan suaminya hanya melempar senyum tipis padanya tanpa mengutarakan sepatah katapun.Meskipun rumah besar ini punya sistem pendingin yang pastinya berfungsi normal, Alana yang sudah terlanjur kegerahan akhirnya lebih memilih menyusul mama mertuanya di dapur. Dengan da
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status