All Chapters of GAIRAH ISTRI LIAR : Chapter 51 - Chapter 60
88 Chapters
Part 51
 "No, Kahfi. Bukan itu maksudku." Aku membantah dengan cepat, sambil mengusap air mata. Tak ingin kami kembali salah paham, dan dia bertingkah dan membuatku seperti orang gila. Aku menatap wajah yang penuh dengan tanda tanya itu. Kenapa lagi-lagi masalah Erik dan keluarganya selalu saja mengusik dan membuat masalah di antara hubunganku dengan Kahfi. Bukankah sejak saat itu, aku sudah tak peduli lagi dengan urusan mereka? Perasaan iba terhadap Elena membuatku secara tidak sadar menceritakan hal itu. Sesuatu yang hampir sama dengan yang pernah kualami. Hanya saja aku punya banyak cara untuk menolak, bahkan dengan cara kasar sekali pun. Aku juga pernah terlibat perkelahian. Memukul laki-laki kurang ajar dengan vas bunga di sebuah vila, meski saat itu aku kalah, dan babak belur di buat bajingan itu.Aku benar-benar mengadu pada Kahfi. Laki-laki berpostur tinggi tegap itu langsung datang begitu aku bercerita, dan memberi pelajara
Read more
Part 52
 Aku menyempatkan diri untuk singgah ke kamarku. Menghirup udara ruangan, yang sudah beberapa bulan ini kutinggalkan. Aku mengusap halus permukaan ranjang. Begitu nyaman dan jika kau berada di permukaannya. Berbanding terbalik dengan keadaan kamar yang aku tempati sekarang ini bersama Kahfi. Apa aku benar-benar telah jatuh cinta pada pemilik kamar tersebut? Hingga tak lagi menghiraukan apa pun yang kami pergunakan. Bagiku, tempat itu berkali-kali lebih nyaman dari pada kamar ini. Aku mulai membaringkan diri dan memejamkan mata perlahan. Memikirkan apa yang telah Elena katakan tadi. Kahfi memang pantas untuk dicintai wanita mana pun. Sifat dewasa dan bertanggung jawabnya, membuat siapa saja pasti berusaha ingin berdiri di sisinya. Ditambah lagi dengan paras yang rupawan. Ah, kenapa aku baru menyadarinya sekarang. Bahkan Papa langsung menyetujui, tanpa menghiraukan status sosialnya. Itu berarti dia punya pesona tersendiri di mata sem
Read more
Part 53
Oh, man! Laki-laki ini mulai sering bertingkah yang menunjukkan, kalau dia sedang cemburu. Kenapa tak marahi aku saja? Malah mendiamkanku seperti ini. Kekanakan sekali. "Hei!" Aku memukul lengannya. "Kenapa membelakangiku? Kau sedang merajuk?" Aku terkekeh. Dia bergeming, tak menjawab. Aku langsung merapatkan diri, dan memeluknya dari belakang. Lihat, siapa sekarang yang bersikap lebih dewasa. "Aku mengaku salah, karena tak menyadari perasaanmu sejak dulu. Haruskah kau mengungkit-ngungkitnya lagi?" Aku mulai membujuknya.Dia mengangkat sedikit lengannya, agar tanganku lebih leluasa menggapai hingga menyentuh perutnya. Lalu ia kepit kembali dengan lengan itu. "Aku sudah membayar semuanya. Sekarang aku juga merasakan sakitnya rasa cemburu. Kita impas, kan? Kau belum puas juga?" Aku masih berusaha merayunya. Hanya terdengar suara deheman tanpa kata. Oh, shit! "Ayolah! Berhenti bertingkah s
Read more
part 54
"Aku mencintaimu," bisiknya, dengan napas yang kian menderu. "Aku begitu mencintaimu, hingga mendengarmu menyebut nama Erik saja sudah membuatku hampir gila. Kau tahu? Betapa menderitanya aku, tiap kali menahan perasaan itu?""Ya, aku tahu, Fi. Karena kini, aku pun juga merasakan hal yang sama. Apa sekarang kau berencana membalas dendam padaku?" "Kenapa kau berpikir seperti itu? Kapan aku pernah dengan sengaja menyakitimu, hem?" Dia mulai menggigit kecil indera pendengaranku itu. Membuatku terlena hingga terpejam menikmati aksinya. "No, Kahfi. Kurasa aku pun telah menggila karena terlalu cemburu. Begitu banyak wanita yang telah kau buat jatuh hati. Bagaimana caramu melakukannya, hem?" Aku balas menyindirnya. "Apa hanya dengan mengedipkan sebelah matamu? Semudah itu?"Terdengar suara tawa lirih dari mulutnya. Membuat telingaku berdenging, dan sekujur tubuhku merinding. "Aku bahkan tak pernah menatap wajah mereka seperti aku menatap
Read more
Part 55
Aku duduk bersandar pada kursi kafe yang sudah dipesankan oleh Mama. Memenuhi janjiku untuk kembali bertemu dengannya, setelah insiden Elena tempo hari. Secangkir es americano sudah hampir tandas, hingga akhirnya wanita yang masih terlihat seksi itu, muncul begitu saja di hadapanku. "Mama terlambat. Aku tak punya banyak waktu," sinisku, merasa kecewa. "Come on, sweety. Mama punya sedikit masalah dengan Papanya Elena," ucapnya tanpa berbasa-basi. Oh, shit! Apa-apaan ini? Apa mereka main gila lagi?Setahuku mereka sudah lama berpisah. Bahkan sebelum Papa dan istrinya yang sekarang menikah. Entah terjadi masalah apa di antara mereka, aku tak pernah berniat mencari tahunya. Perpisahan memang terjadi pada mereka. Tapi, bukan berarti Mama berharap kembali pada Papa, atau berusaha untuk dekat denganku. Dia kembali mengencani pria lain, dan kemudian menetap di Bali untuk tinggal bersama. Oh, my God. Aku bah
Read more
Part 56
Wanita bergaya elegan itu, pasti merasa marah, karena nyatanya kehidupan kami, perlahan mulai membaik. Sejak aku menikah, aku hampir tak pernah mengulah lagi. Bahkan suara Papa tak pernah lagi terdengar keras saat berbicara, apalagi sampai memukulku. Entah aku, atau pun dia yang berubah, aku sama sekali tak peduli. Yang jelas pernikahanku dengan Kahfi, membawa hal positif bagi keluarga kami. "Kenapa, Mom? Bukankah hal itu tidak penting buat Mama?" Giliranku yang mentertawakannya. "Kau sudah kelewatan, Key. Seharusnya ini kesempatanmu untuk menyingkirkan keluarga parasit itu. Mereka hanya ingin mengeruk harta Papamu saja. Kau tidak menyadari itu?""Sudah kubilang aku tak peduli. Aku hanya mementingkan kebahagiaanku saja saat ini. Mama sudah selesai? Mama sudah membuang banyak waktuku!" Aku bangkit, dan mengambil tas genggamku di atas meja. "Mama belum selesai, Key." Wanita yang mengenakan blazer navy itu terlihat semakin bera
Read more
Part 57
"No, Kahfi. I'm fine. Kau tidak perlu khawatir tentang hal itu." Aku berusaha menghilangkan rasa cemas di wajahnya. "Benarkah?" Matanya masih mencari-cari di setiap inci wajahku. "Kau bisa lihat sendiri, kan?" Aku meyakinkan. Lalu membingkai wajahnya dengan kedua telapak tanganku. "Lain kali kalau ingin bertemu, kau bisa mengajakku." Kami masih dalam posisi saling memandang. Dan itu cukup membuatku bergairah. "Kupikir kau tak mau lagi bertemu dengan Mama.""Aku akan mengawasimu dari jauh. Kau keberatan?""Course not. Kurasa aku juga harus berpikir ulang untuk menemuinya." Aku mengusap pipinya dengan ibu jariku. "Baguslah! Jangan lagi menemuinya tanpa seizinku, kau bisa?""Sure. Itu hal yang mudah." Aku menarik wajahnya, lalu melepaskannya setelah basah. Dia tersenyum puas. "Baguslah," ucapnya kemudian. "Lalu bagaimana dengan perkembangan kasus Elena?" Oh, shit. Meski
Read more
Part 58
"Apa yang kau lakukan?" Aku langsung berang, karena nyatanya dia tak menepati janji."Sebentar saja. Aku ingin bicara padamu.""Tak ada lagi yang harus dibicarakan. Urusan kita sudah selesai."Dia tak lagi menjawab, malah semakin menyeretku ke sebuah ruangan. Apa ini? Gudang? Aku bahkan tak tahu ada ruangan seperti ini di hotel milik Papa. Apa tadi dia sengaja, menekan tombol ke lantai ini untuk menjebakku?Oh, shit! Seharusnya aku tahu dimana kantornya berada. Kenapa aku tidak menghindar sebelumnya, untuk menepati janjiku pada Kahfi. "Kau mau apa lagi? Tidakkah kau merasa sedang menghianati Kahfi dari belakang?" rutukku, saat ia melepaskanku dari tangannya. "Dia bahkan sudah menganggapmu sebagai temannya. Tidakkah sedikit saja kau bisa menghargainya sebagai laki-laki yang sudah menikahiku?" Aku berteriak histeris.Dia terlihat gusar, sembari mengusap rambutnya yang di sisir rapi ke belakang. "Maafkan aku, Key. Aku tidak b
Read more
Part 59
"Elena tidak bersalah, Erik. Dia diperkosa dan hampir gila. Kau ingin aku bernasib sama seperti itu? Kau ingin balas dendam padaku?" Aku masih berusaha untuk membebaskan diri. Dia melepaskan wajahnya dari tubuhku, lalu memandangku dengan tatapan tak menentu. Tangan besar itu masih setia menggenggamku dengan tekanan, tak memberiku ruang gerak lagi tuk melepaskan diri. "Apa maksudmu?""Laki-laki yang menghamili Elena, aku tahu siapa dia. Kau bisa lepaskan aku sekarang?" Aku menarik tanganku sekuat tenaga. "Siapa?" Kulihat dia menelan salivanya, masih dengan napas yang memburu. "Lepaskan saja aku. Akan kukatakan semuanya padamu.""Pembohong!" Dia kembali menghentakkan tubuhku. "Kau hanya beralasan.""Kalau begitu bunuh saja aku, Erik. Aku lebih baik mati, daripada menerima perlakuan kejimu seperti ini. Itu yang kau inginkan, kan?""Keji? Kau dulu menikmatinya, Key. Kita begitu saling mencintai.""Sem
Read more
Part 60
Aku membenahi diri di toilet. Merapikan pakaian dan juga rambutku yang acak-acakan karena ulah Erik. Dia melepaskan dan membiarkanku pergi setelah tak mampu lagi meyakinkan hatiku. "Kau akan mengadu pada Kahfi?" tanyanya saat duduk bersandar pada dinding pintu. Menghalangi aku yang ingin buru-buru keluar dari ruangan itu. Aku terpaksa ikut duduk bersamanya. Menjauh ke sudut ruangan, agar terhindar dari sentuhannya lagi. Dia bersedia menjaga jarak, begitu mata pena itu kuarahkan ke leherku, dan melaksanakan ancamanku tadi. "Kau sudah bersiap untuk mati?" Aku berdecih, menjawab pertanyaannya. Dia sedikit tertawa."Kau punya rokok?" Dia menatapku, sembari mengulurkan tangannya. "Aku sudah berhenti.""Kahfi melarangmu?""Itu bentuk rasa cinta kami," sinisku kemudian. Dia ikut berdecih. "Kalian tidur bersama?""Hampir setiap malam." Raut wajahnya berubah kecewa. "Kau ingin aku percay
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status