All Chapters of Suami yang Tak Diinginkan: Chapter 291 - Chapter 300
305 Chapters
291. Hendra Tidak Bersalah.
“Siala! Ini tidak bisa dibiarkan!” Juwita mencari ponselnya dan dia segera menghubungi Steve. Setelah membuat kerja sama dengan laki-laki itu berapa hari yang lalu, dia memang memiliki nomor Steve. “Halo, Juwita, apa kabar hari ini? Lo pasti sedang tidak sehat, ya? Biar gue tebak, apa mungkin jantung lo perlu dokter?” sambut Steve saat mengangkat telepon. Tak diragukan lagi, semua ini memang ulah laki-laki itu. Juwita merasakan amarahnya memuncak ke ubun-ubun. “Kau yang menyebarkan surat kontrak itu?” teriak Juwita, dia sangat berharap Steve ada di depannya sekarang, agar bisa memukul wajah menjijikkan itu. “Woooh... lo agresif juga ternyata. Santai... tarik napas dulu, lalu keluarkan perlahan. Ingat lo lagi hamil, teriak-teriak nggak bagus untuk anak lo. Lo nggak mau anak itu lahir prematur, kan?” katanya tanpa sedikit pun rasa bersalah. Bahkan dia menyepelekan kelahiran prematur, menganggap itu sebuah lelucon. Dia pun tertawa mengejek Juwita yang sudah tak bisa mengontrol diriny
Read more
292. Aku Tidak Tahu Apa-apa
“Kami butuh penjelasan, apakah benar Lisa menjual suaminya?”“Steve Jordan, tolong katakan sesuatu, apa kau tidak tahu itu sebelumnya?”“Apakah kau akan tetap mempertahankan pernikahanmu setelah tahu Lisa itu menjual Hendra pada Juwita?”“Bagaimana responsmu untuk berita yang beredar ini? Kau tidak takut jika Lisa melakukannya padamu?”Steve Jordan dikerumuni para reporter. Dia didesak, semua berebut mengajukan pertanyaan padanya. Steve terjebak di tengah orang-orang dari berbagai stasiun televisi itu. Dia menunjukkan wajah sedih, terlihat sangat tertekan.Semua ini sudah Steve atur dengan matang. Sengaja dia pergi ke super market beralasan berbelanja bulanan. Kantong plastik yang menunjukkan sebagian isinya membuat Steve terlihat bagaikan suami yang selalu membantu istri. Sungguh mendukung untuk mengundang rasa simpatik. Steve menatap orang-orang yang menghentikannya di pintu keluar itu.“Tolong, aku harus keluar sekarang,” ucapnya dengan wajah sedih.“Steve Jordan, tolonglah katakan
Read more
293. Membunuh Juwita!
“Apa ini? Si-siapa yang melakukan ini?”Wajah Lilis memerah padam melihat unggahan sosial media yang sedang ramai. Banyak yang menandai dirinya di dalam komentar, menyebut Lilis sebagai perempuan tidak tahu diri. Semua komentar itu mencekamnya, bahkan tidak sedikit yang terang-terangan berkata ingin mencekik Lilis. Dia sangat marah sampai ingin melempar ponselnya.“Sialan! Siapa yang berani merusak nama baikku?!” umpatnya penuh emosi.Baru beberapa hari ini Lilis mendapat tempat di hati warga net dan penonton televisi, lalu sekarang namanya sudah menjadi buruk lagi? Bahkan belum sempat Lilis menikmati ketenaran yang baru dia rasakan, lantas sekarang semua orang sudah berkomentar buruk tentangnya. Harapan akan menjadi artis terkenal pun akan menjadi hancur!“Tidak... ini tidak benar! Aku harus menghancurkan orang yang sudah berani menyebarkan surat perjanjian itu!” teriaknya keras.Dia baru saja bangun tidur, bahkan mandi pun Lilis belum. Tidak peduli dengan penampilan yang berantakan,
Read more
294. Menjaga Harga Diri
“Lepaskan, Lilis! Apa yang kau lakukan padaku, perempuan gila!” Juwita menjerit, dia berusaha ingin menarik rambut Lilis juga, tapi tubuhnya yang sudah lebih berat itu terlalu sulit dalam bergerak.Satpam yang tadi membukakan pintu pun berlari ke arah keduanya. Segera dia membantu menjauhkan tangan Lilis dari rambut Juwita, tapi cengkeraman perempuan itu terlalu kuat.“Ibu Lilis, lepaskan. Anda sudah menyakiti Ibu Juwita!” Satpam masih berusaha melerai, tapi Lilis tidak peduli. “Mbok Asih... Ratih... Siapa pun di sana, cepat bantu aku!” Satpam itu menjerit meminta bantuan.“Aku akan membunuhmu! Aku tidak akan membiarkan kau hidup, Juwita!” Lilis masih terus menjambak rambut Juwita, dengan mulut yang berteriak mengumpat.“Kau gila? Lepaskan aku, Lilis! Kau bisa terkena pasal penganiayaan!” Juwita terduduk di atas rumput taman, dia semakin lemah oleh rasa sakit di kepalanya.“Peduli setan dengan pasal-pasalmu! Karena kau sudah berani mengunggah surat itu, aku harus membunuhmu sekarang!”
Read more
295. Maafkan Aku, Hen....
Terburu Juwita memasuki restoran milik suaminya. Dua bola matanya memendar pandangan ke segala sudut mencari keberadaan Hendra. Restoran itu sangat sepi, hanya dua meja yang diisi pelanggan siang ini. Usi yang sedang beredar pasti sangat memengaruhi nama restoran, sehingga pelanggan enggan datang. Lupakan tentang itu, Juwita kembali fokus pada suaminya, tapi hanya Rahmat yang dia lihat bersama pelayan lain. Rahmat mendatanginya dan bertanya dengan sopan. “Ibu memerlukan sesuatu?” “Di mana Pak Hendra? Dia di ruangannya?” tanya Juwita lekas, berharap suaminya memang ada di ruangan ini. Rahmat membungkuk. “Tidak, Bu. Bapak tidak ke sini sejak kemarin,” katanya. Teringat akan surat cerai yang dia titipkan pada Rahmat, Juwita sedikit merasa lega. Jika Hendra memang tidak masuk sejak kemarin, dia berpikir Rahmat pasti belum menyerahkan surat itu. “Ah, begitu. Ngomong-ngomong, surat yang kemarin... boleh aku memintanya kembali?” ucap Juwita lagi, sedikit salah tingkah dia mengingatnya.
Read more
296. Papa Datang Jemput Alan.
Senyap. Tak ada yang menyahut atau pun membukakan pintu untuk Juwita. Padahal, dia sudah mengatakan orang yang di luar ini adalah dirinya. Juwi mengetuk lagi, berpikir mungkin Hendra tidak mendengarnya. Kali ini dia memanggil dengan suara yang lebih keras. “Hen, ini Juwita. Buka pintunya, tolong.” Tapi lagi pintu itu tidak juga dibuka, sahutan pun tidak terdengar meski sekedar penolakan. Juwita menjadi sangat ragu. Apakah Hendra sangat marah karena Juwi mengabaikan kata untuk bertemu? Apakah Hendra mungkin sudah tak mau berbicara dengannya, setelah mendapatkan surat cerai itu? Tapi, Juwita tidak rela jika kehilangan suami yang—sejujurnya masih sangat dia cintai. “Hendra, tolonglah. Aku tahu sudah melakukan banyak kesalahan, tapi tolong buka pintunya. Aku ingin meminta maaf padamu,” ucap Juwita, suaranya lebih keras lagi. Bukannya Hendra yang muncul, tapi seorang petugas kebersihan hotel itu lah yang datang dari kamar di sebelahnya. Terlihat dari peralatan yang dia bawa, laki-lak
Read more
297. Berikan Alan Padaku!
Dalam kecewanya yang mendalam terhadap Steve, Lilis mencengkeram baju lelaki itu, lalu merosot perlahan-lahan. Saat itu dia mendengar deru mesin mobil di sebelahnya, dalam keputusasaan dia melihat ke kanan, berharap seseorang mungkin mendengar pertengkarannya dengan Steve. Mungkin seseorang itu bisa bersaksi untuk Lilis, bahwa semua ini sudah direncanakan Steve, dan laki-laki itu adalah alasannya bercerai dari Hendra.“He-Hendra. I-itu Hendra!” seru Lilis penuh harap. Dia berpikir Hendra bisa membantunya untuk itu.Namun, benarkah Hendra mau membantunya? Meski laki-laki itu mendengar pertengkarannya dengan Steve, Hendra tidak mungkin mau membantu Lilis. Harapan yang tadi sempat singgah, perlahan menjadi rasa takut.“Tidak! Dia tidak boleh mengambil Alan!” seru Lilis lantas berdiri. “Jangan ambil Alan! Alan milikku!”Tidak Lilis hiraukan lagi Steve yang kebingungan melihatnya, Lilis sudah berlari kembali ke dalam mobil. Dia harus menghentikan Hendra sebelum lebih dulu mengambil Alan.
Read more
298. Aku Ikut
“Jangan bawa Alan, Hendra! Kamu nggak boleh bawa dia sebelum kasih duit ke aku!”Hendra sudah berhasil merebut paksa Alan dari Lilis dan Ratna, tapi saat akan membawanya masuk ke mobil, Lilis segera menghentikan Hendra. Perempuan itu betul-betul tak merelakan Hendra pergi tanpa memberinya uang. Lilis bahkan bergantung di kaki Hendra, memegangi agar lelaki itu tidak bisa bergerak.“Kasih aku uang dulu! Kamu nggak boleh pergi dari sini sebelum ngasih aku uang!” kata Lilis terus berteriak, memeluk kaki Hendra sangat erat.Setiap kali Hendra akan melangkah, kakinya selalu ditahan oleh Lilis. Bahkan hampir saja Hendra terjatuh karena tidak bisa menjaga keseimbangan.“Lepasin, Lilis! Kamu ini jangan bikin malu!” Hendra berkata geram, orang-orang sudah berkerumun menyaksikan mereka di halaman itu. Sudah seperti suami kejam saja Hendra dengan posisi Lilis memeluk kakinya.“Nggak! Aku nggak bakal lepasin kaki kamu, sebelum kasih aku uang!” sahut Lilis semakin mempererat pelukannya di kaki Hend
Read more
299. Mereka Kejar Kita, Pa....
Ketika Hendra masih memaksa Lilis agar keluar dari mobilnya, dua mobil lainnya datang ke tempat itu. Berhenti tepat di sebelah Hendra, membuatnya bertanya-tanya siapa kira-kira orang yang datang di dalam sana. Hendra menghela napas panjang ketika melihat itu adalah Steve dan beberapa orang dengan kamera besar.Reporter lagi?Astaga... entah sampai kapan Hendra harus bertemu dengan orang-orang itu, dia sudah sangat lelah.Tidak cukup hanya Steve dan reporter saja yang datang ke sana. Tidak lebih dari dua menit, ada mobil polisi yang juga ikut parkir di halaman warga yang luas itu. Entah apa yang akan terjadi di ke depan nanti, Hendra sudah sangat lelah berpikir. Menghadapi Lilis saja sudah membuatnya kesulitan, kenapa Steve harus datang ke sini membawa reporter dan polisi?“Itu perempuan yang menghancurkan kaca mobil saya, tolong tangkap dia, Pak. Meski Lisa adalah istri saya, saya tidak terima mobil saya dirusak begitu saja,” kata Steve pada polisi, menunjuk Lilis di dalam mobil Hendr
Read more
300. Tertangkap.
Taksi yang Hendra tumpangi dengan Alan pun meluncur di jalanan. Sopir taksi itu merasa iba melihat Alan yang menangis berkata takut, dia membayangkan andaikan dirinya bersama anaknya yang ada di posisi Hendra sekarang. Meski sebenarnya pak sopir juga terlihat ketakutan, wajahnya berkeringat saat melihat dua petugas polisi dari kaca spion-nya.“Bapak ini mau ke mana, toh? Saya nggak berani kalo Suria Hotel, itu terlalu jauh, takutnya dikejar sama polisi. Saya juga punya anak istri, Pak, tidak berani berurusan dengan mereka,” kata pak sopir, nadanya gemetar saat bertanya.Hendra pun tidak mungkin melibatkan orang lain dalam kasusnya. Suria Hotel terbilang jauh dari posisi mereka sekarang, sangat benar yang dikatakan sang sopir kalau petugas kepolisian itu mungkin tengah mengejarnya. Lagian, Hendra juga tidak mungkin pergi ke sana lagi, akan sangat gampang jika polisi melacaknya.Beruntung saja ponselnya terselip di saku celana Hendra, sehingga dia bisa menghubungi Rahmat untuk meminta
Read more
PREV
1
...
262728293031
DMCA.com Protection Status