Semua Bab AKIBAT PELIT PADA ANAK ISTRI: Bab 81 - Bab 90
105 Bab
Bab 80 Hilang
"Sayang, aku mau ke toko dulu. Kamu mau ikut atau langsung ke kantor?" tanya Wita saat menyiapkan sarapan untuk Hanan. "Ke kantor, Sayang. Ada sedikit urusan dengan Pak Agus. Sepertinya beliau sudah menemukan kunci perampokan kemarin," balas Hanan kemudian. Wita cukup kaget mendengar jawaban suaminya. Dia pun duduk bersebelahan dengan Hanan lalu ikut menikmati nasi goreng seafood buatannya sendiri. "Pak Agus sudah tahu siapa dalang perampokan itu, Mas?" tanya Wita lagi. Hanan terdiam sejenak lalu menatap istrinya beberapa saat. "Belum pasti sih, Sayang. Cuma Pak Agus bilang beliau curiga dengan seseorang. Belum tahu siapa soalnya kemarin beliau bilang ingin membicarakan masalah itu pagi ini di kantor. Kamu tak perlu risau, Sayang. Soal itu biar aku dan Pak Agus yang urus," ucap Hanan meyakinkan. "Nggak lapor polisi aja, Mas? Kerugian kita cukup besar soalnya, Mas.""Lapor dong, Sayang. Tapi nanti dulu setelah bertemu Pak Agus ya? Apa info yang beliau dapat."Wita kembali mengangg
Baca selengkapnya
Bab 81 Foto Mengejutkan
Wita cukup shock saat melihat foto suaminya yang tengah berpelukan dengan seorang perempuan di tepi jalan. Di tengah guyuran hujan pula. Nesya. Iya, perempuan itu memang Nesya. Air mata Wita menetes seketika apalagi saat foto demi foto bermunculan di handphonenya. Ada lima buah foto yang semuanya berisi tentang Hanan dan Nesya. Terakhir foto Hanan yang terbaring lemah di ranjang dengan luka di sebagian tubuhnya. |Suamimu. Dia rela bertaruh nyawa demi menolongku. Yakinkah kamu jika di hatinya tak ada lagi cinta tersisa untukku? Padahal jelas dulu dia begitu mencintaiku sebelum kamu hadir kembali dalam ingatannya.| Sebuah pesan yang Wita yakini dari Nesya muncul di sana. Pesan yang kini membuatnya bertanya-tanya. Mungkinkah masih ada cinta suaminya untuk perempuan itu? Apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka? Mengapa Hanan tiba-tiba menghilang bahkan nomor handphonenya pun tak bisa dihubungi? Wita benar-benar tercekat saat melihat pemandangan di layar ponselnya. Berusaha men
Baca selengkapnya
Bab 82 Rencana Perempuan Itu
"Kamu?! Ngapain kamu di sini?" tanya Nesya cukup kaget saat melihat Syifa sudah berada di belakangnya. Perempuan berambut agak ikal itu menoleh ke arah temannya yang hanya mengedikkan bahu. Sinta tak tahu jika Syifa yang sedari tadi dilihatnya berdiri di samping kasir itu ternyata mengenal sahabatnya, Nesya. "Dimana kakakku?" tanya Syifa cepat tanpa membuang waktu. "Mana kutahu. Memangnya aku istri kakakmu?!" balas Nesya cuek. Dia kembali mengaduk minuman di gelasnya, tak peduli dengan Syifa yang masih berusaha mengorek informasi tentang Hanan."Kamu pikir aku bodoh, Nes? Aku tahu siapa kamu. Di mana kakakku?!" Sentak Syifa lagi. Dia menarik paksa lengan Nesya hingga dia nyaris terjengkang. "Apa-apaan kamu! Kasar banget jadi perempuan!" Nesya tak mau kalah. Dia pun mendorong kasar Syifa hingga terjadi keributan diantara merek. Beberapa orang termasuk sahabat Nesya pun berusaha melerai mereka dan membawa dua perempuan itu ke luar cafe. Tak enak jika mengganggu pengunjung yang lain
Baca selengkapnya
Bab 83 Mati Kutu
Perlahan aku menepikan mobil karena penasaran dengan pesona yang terkirim di handphoneku barusan. Sinta pun ikut kepo, memintaku membacakan pesan yang ternyata dari Syifa itu. |Kamu di mana, Nes? Papa mau bicara sama kamu! Ke sini kamu, kalau nggak mau aku laporkan ke polisi sekarang juga! Polisi pasti bisa dengan mudah menyelidiki kecelakaan ini yang kuyakin semua gara-gara kamu!|"Apa kubilang, Sin. Pasti mereka akan menghubungiku. Apa pula si Syifa ini. Bisa-bisanya dia terus menyudutkan dan menuduhku sengaja membuat Hanan celaka," ucap Nesya sembari berdecak kesal. "Kamu yang membawa Hanan ke klinik tantemu kan? Jadi ya wajar kalau mereka berharap kamu datang dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi." Sinta menoleh ke arah sahabatnya yang masih cukup kalut dan takut jika rencananya terbongkar. "Tadi kan aku sudah jelaskan ke perempuan itu, Sin. Masa kurang jelas juga.""Sama Syifa kan? Papa dan Hanan belum dengar penjelasanmu," balas Sinta lagi."Soal tuduhan Syifa tadi gima
Baca selengkapnya
Bab 84 Penyelidikan
Syifa masih saja tak terima dengan perlakuan Nesya. Dia begitu yakin jika perempuan itu memang sengaja merencanakan kecelakaan kakaknya, tapi papa kembali menenangkannya. Papa bilang pada anak perempuannya itu kalau cidera di kaki Hanan tak terlalu parah, mungkin memang saatnya Hanan istirahat sebab akhir-akhir ini dia cukup sibuk di kantor.Wita pun mencoba menenangkan adik iparnya. Dia kembali berterima kasih sebab Syifa sudah membelanya di depan Nesya. Dua perempuan itu pun saling peluk satu sama lain. Sementara Nesya masih saja mengumpat tak terima karena Syifa terus menuduhnya mencelakakan Hanan, padahal tak ada niat sedikitpun di hatinya untuk melakukan itu. Dia hanya ingin Wita cemburu, itu saja. "Sudahlah, Nes. Beruntung keluarga Hanan tak memperpanjang masalah ini kan? Coba kalau Om Rizal mengiyakan ancaman putri kesayangannya itu, kemungkinan besar mereka akan tahu kalau kamu memang pura-pura depresi agar Hanan menolongmu," ungkap Sinta saat mereka sampai di rumah Nesya.
Baca selengkapnya
Bab 85 Balasan Telak
Seminggu setelah perampokan terjadi, Pak Agus dan papa membawa bukti lain untukku. Bukti pengakuan Romi bahawa memang dialah yang memberitahukan letak cctv di toko busana milikku pada para preman itu. Dengan begitu mereka bisa merusak cctvnya terlebih dulu sebelum melancarkan aksinya demi menghilangkan jejak. Namun namanya bangkai meski berusaha ditutupi serapat mungkin, seiring berjalannya waktu akan tercium juga. Begitu pula dengan kasus yang terjadi di tokoku itu. Penyelidikan berjalan lancar hingga mereka berhasil menggelandang lima orang pelaku perampokan itu ke jeruji besi. Sementara kini aku kembali berhadapan dengan Romi yang tengah menunduk, meminta maaf berulang kali agar aku memaafkan kesalahannya. "Saya benar-benar minta maaf, Bu. Sungguh, tak bermaksud mencurangi ibu, hanya saja mereka memang selalu membully bahkan mengancam saya setiap hari. Gaji saya kerja di sini nyaris selalu habis hanya untuk menuruti kemauan mereka. Tak ada nyali melawan sebab mereka menang ban
Baca selengkapnya
Bab 86 Membalas Hinaan Mereka
Tak ingin terjadi keributan antara Nesya dan Syifa kembali, aku pun meminta ketiga perempuan itu segera pergi. Namun yang kudapatkan justru dorongan kasar Nesya karena tak ingin diatur-atur olehku, katanya. "Siapa Lo sok ngatur!" ucapnya sembari mendorong kasar bahuku. Beberapa pengunjung mall pun menoleh ke arah kami seketika. Syifa yang sejak kecelakaan Mas Hanan itu masih menyimpan kekesalan pada Nesya akhirnya tak tinggal diam. Dia dorong balik perempuan itu hingga nyaris terjengkang karena dia tak siap dan saking kagetnya. "Lo yang sok ngatur hidup kakak gue. Jangan hina Mbak Wita lagi kalau Lo nggak mau berurusan dengan gue. Dasar perempuan matre! Yang Lo hina ini jauh lebih baik dibandingkan Lo. PuZa butik, cari saja di google, itu milik perempuan yang Lo hina ini. Butik yang dia miliki sebelum nikah sama kakak gue. Paham!" sentak Syifa sembari menatap tajam Nesya yang berdiri di tengah kedua temannya itu. "Salah satu karyanya yang Lo pakai itu!" sentaknya lagi. Kutarik pe
Baca selengkapnya
Bab 87 Kecelakaan
Aku tak tahu pasti maksud pengirim buket bunga itu, tapi aku menangkap sesuatu yang tak baik dari semua ini. Cinta pertamaku adalah Mas Hanan, sementara lelaki lain yang mengisi hatiku pun hanya Mas Aris. Dia nggak mungkin melakukan hal konyol seperti ini, sebab kata Mbak Henny mantan suamiku itu tengah ta'aruf dengan seorang janda tanpa anak. Seperti dugaanku semula, Syarnila tak mungkin menerima dia apa adanya apalagi setelah dia bangkrut dan sekarang masih berusaha membangun usaha bengkelnya pasca kebakaran waktu itu. "Mas, papa ke mana? Pagi-pagi kok sudah nggak ada di kamarnya," ucapku pada Mas Hanan yang baru saja pulang dari joging. "Ohya, papa tadi minta diantar Pak Sasro ke rumah Syifa soalnya papa beli seblak kesukaannya," balas Mas Hanan sembari melepas sepatunya. "Papa pulang atau nginep di sana, Mas?" Sejak melahirkan Isan, papa memang ikut tinggal bersamaku dan Mas Hanan, sementara rumah papa sendiri sengaja dikontrakkan. Papa tak ingin kesepian di sana dan me
Baca selengkapnya
Bab 88 Firasat
Rumah Sakit Bakti Husada. Aku dan Mas Hanan sudah sampai di sini. Buru-buru memarkirkan mobilnya di tempat yang sudah disediakan lalu kembali menelpon Anjas. Mas Hanan menanyakan kondisi papa dan di sebelah mana papa dirawat. "Papa masih kritis, Sayang," ucap Mas Hanan lirih dengan mata berkaca. Dia menghela napas lalu mengajakku berjalan lebih cepat menuju UGD. Di sana sudah ada Anjas dan Syifa yang saling berpelukan dan menguatkan. Anjas memberikan tempat duduknya untukku. Dia memilih berdiri dan ngobrol dengan Mas Hanan. Sementara aku dan Syifa masih saling peluk untuk sama-sama menguatkan. "Papa, Mbak. Aku takut banget terjadi sesuatu padanya. Rasanya benar-benar nggak sanggup." Lirih kudengar suaranya di tengah isak. Aku mengusap lengannya pelan. "InsyaAllah papa akan kuat dan sehat. Kita hanya bisa berdoa, Syifa," balasku kemudian. Mas Hanan dan Anjas pamit sebentar untuk menjenguk Pak Sasro juga meminta keterangan darinya. Aku pun mengiyakan saja. Ada banyak hal yang
Baca selengkapnya
Bab 89 Pesan Misterius
"Papa harus sembuh. Syifa janji kalau papa sembuh akan ajak papa umrah sama-sama lagi. Jangan tinggalkan Syifa, Pa. Maaf kalau selama ini Syifa banyak menyusahkan papa. Syifa janji akan terus berusaha memperbaiki diri." Kalimat itu kembali meluncur di bibir adik iparku, Syifa. Dia yang kini masih tergolek lemah di samping pembaringan papa. Dia terus mengiba pada Yang Esa agar memberikan papa kesembuhan dan umur lebih panjang. Dia selalu berharap sekalipun dalam hati tahu bahwa papa kini telah tiada. Seperti apapun permintaannya, tak akan bisa mengubah takdir jika papa memang telah pergi meninggalkannya. Papa hanya mampu bertahan lima hari saja di rumah sakit. Lima hari yang dilaluinya tanpa bicara apa-apa dan tak berpesan apapun juga sebab beliau koma. Tak hanya Syifa yang berduka. Seluruh keluarga besar bahkan para tetangga pun merasakan kepedihan yang sama. Papa terkenal baik, ramah dan dermawan, wajar jika banyak yang merasa kehilangan. Karangan bunga untuk mengucapkan be
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status