Semua Bab Cinta Sepesukuan: Bab 11 - Bab 20
148 Bab
Bab 11. Sahabat Dekat Kintani
“Bagaimana tanggapan orang tuamu mengenai Bang Ridwan?” “Maksudmu?” Kintani balik bertanya. “Ya, apakah kedua orang tuamu merestui hubungan kalian? Maaf sebelumnya karena kamu sendiri bilang jika Bang Ridwan hanya tamatan SMK dan bekerja serabutan di pasar raya.” “Oh, kedua orang tuaku nggak mempermasalahkan semua itu. Ayah dan Ibuku sejak dulu tak pernah melarang dan mengekangku berteman dengan siapa saja, termasuk menjalin hubungan dengan seorang pria. Asal pria itu jika nggak kuliah lagi, minimal dia memiliki pekerjaan bukan seorang pengangguran,” tutur Kintani. “Pandangan dan cara berfikir kedua orang tuamu sangat bijaksana, mereka sama sekali tak mempersoalkan perbedaan status sosial seseorang. Inilah yang membuat aku dan Irfan ragu untuk saling mengenal dengan kedua orang tua kami, secara Irfan tergolong lebih segalanya dibandingkan aku,” ujar Dila. “Harta kekayaan merupakan salah satu titipan Allah SWT yang setiap saat bisa saja diambil-Nya kembali, saat ini mungkin kita l
Baca selengkapnya
Bab 12. Perpustakaan Kampus
Kintani merupakan mahasiswi yang berprestasi di kampus itu, di setiap semester dia selalu mendapatkan IPK tertinggi, hal itu bukan tampa alasan karena sejak dari SMP dulu dia sosok siswi yang rajin membaca dan pandai memanfaatkan waktu luang di luar jam sekolah atau kuliahnya di perpustakaan ketimbang bermain ataupula menghabiskan waktu itu di kantin. Seperti siang itu dia dan Eva berada di dalam perpustakaan kampus di waktu jam jeda kuliah, Eva akhir-akhir ini saja mau bergabung dengan Kintani ke perpustakaan itu setelah menyadari beberapa semester sebelumnya IPK yang ia peroleh sangat rendah. “Di perpustakaan ini buku-bukunya lengkap, kamu bisa mencari mana buku yang berkaitan dengan mata kuliah yang kamu anggap dua semester lalu nilainya paling rendah,” tutur Kintani. “Ya Kintani, selama ini aku pikir cukup dengan mencari materi-materi itu melalui internet, ternyata banyak hal-hal yang nggak aku temui di sana berkaitan dengan mata kuliah dari dosen.” “Searching di internet juga
Baca selengkapnya
Bab 13. Kantin Kampus
“Nggak tahu juga, soalnya aku nggak pernah bilang hal itu padanya. Aku juga ngerasa hal yang sama, kalau Fita nggak pernah juga mencintaiku sampai detik ini,” jawab Hengki lalu menyeruput jus yang tadi ia pesan di kantin itu. “Saranku mending kalian bicarakan itu secara baik-baik, jika memang rasanya nggak memungkinkan lebih baik diakhiri aja, daripada dipaksakan untuk terus lanjut yang ada nanti di antara kalian akan bermusuhan jika salah seorang dari kalian merasa sakit hati dengan hubungan yang sedang kalian jalani itu,” Irfan menasehati Hengki. “Iya Fan, ntar aku cari waktu yang tepat untuk bicarakan itu sama Fita.” “Nah, kalau semuanya udah clear dan hubungan kalian berdua nggak mungkin lanjut, baru kamu coba dekatin cewek lain,” ujar Dila. “Sip, tenang aja Dila. Secepatnya akan aku selesaikan, ya udah aku duluan, ya?” “Loh, kamu mau ke mana?” tanya Irfan saat Hengki hendak pamit pergi dari kantin itu. “Ada perlu sama teman, tadi aku udah janji sama dia,” jawab Hengki. “Oh
Baca selengkapnya
Bab 14. Tak Disukai Tante Ayu
“Kamu harus ngerti dong, kan aku udah bilang jika Ridwan sebelum datang ke sini tengah mengalami masalah besar di kampung. Pertunangannya sengaja dibatalkan karena tradisi serta adat-istiadat di sana menentang, wajar jika Ridwan belum bisa melupakan itu dan tak bisa konsen bekerja,” tutur Paman Ramli. “Harus sampai kapan dia begitu, Bang. Hidup di Jakarta ini keras dan harus selalu siap untuk bersaing, urusan pribadi nggak boleh dibawa ke pekerjaan. Mending gaji orang lain aja jika keponakan Abang nggak akan bisa bekerja seperti yang kita harapkan,” Tante Ayu begitu ketusnya berbicara. “Hus, kamu kalau bicara jangan keras-keras nanti kedengaran sama Ridwan.” “Ya baguslah kalau ia dengar biar dia sadar jika di sini bukanlah di kampungnya, mau digaji tapi kerja nggak becus!” kembali Tante Ayu bicara ketus. “Ayu..! Untuk kamu ketahui saja, Ridwan itu keponakan kandungku bukan orang lain. Di dalam adat-istiadat kami posisi Ridwan tak jauh beda dengan putra kita sendiri, kalau bicara j
Baca selengkapnya
Bab 15. Ridwan Dan Randi Curhat
“Sama seperti Pamanmu, Kak Gita juga punya toko hanya saja bukan di kawasan pasar tanah abang blok A melainkan di jalan jati bunder, yang buka 24 jam,” jawab Randi yang mengetahui jika toko Pamannya Ridwan berada di kawasan Blok A pasar tanah abang. “Oh, jadi pasar tanah abang itu banyak ya, Bang?” “Ada 3 lokasi, pasar tanah abang di jalan jati bunder, lalu Blok A dan Blok F,” Randi menjelaskan karena Ridwan memang belum tahu banyak akan kawasan pasar tanah abang itu. “Kalau sekiranya aku ikut Abang Randi aja, gimana? Nanti aku bantu deh Bang Randi kerja di toko Kak Gita itu,” Randi terkejut mendengar permintaan dari Ridwan. “Loh, emangnya kamu nggak kerasan tinggal dan kerja bareng Pamanmu?” “Paman Ramli sih baik dan sangat ngertiin aku, akan tetapi Tante Ayu agaknya nggak suka dengan kehadiranku di rumahnya. Tadi malam aku sempat dengar pertengkaran Paman dan Tante menyangkut keberadaanku di rumah mereka, aku jadi nggak enak Bang.” “Kenapa Tantemu begitu? Setahuku kamu sosok y
Baca selengkapnya
Bab 16. Bercerita Tentang Randi
“Aku mengerti Bang, aku hanya akan mengambil keputusan itu jika aku benar-benar tak sanggup lagi bertahan tinggal dengan mereka,” jawab Ridwan. “Hemmm, kamu nggak usah kuatir Ridwan. Aku dan Kak Gita akan menerimamu kapan saja kamu ingin tinggal bersama kami, kamu cukup beritahu nanti aku akan menjemputmu.” “Terima kasih, Bang,” ucap Ridwan. “Hemmm, sama-sama Ridwan. Yuk, kita makan nanti keburu dingin kurang enak,” Randi terseyum lalu mengajak Ridwan untuk menyantap pesanan yang mereka pesan di tempat itu. Sementara di toko milik Paman Ramli, Tante Ayu merasa penasaran kemana Ridwan dan menemui siapa? Karena dia sendiri tahu di Jakarta selain Ridwan tak memiliki saudara selain Paman Ramli. “Tadi Ridwan pamit mau ke mana, Bang?” “Oh, Ridwan mau ketemuan sama temannya,” jawab Paman Ramli sambil menata barang-barang dagangannya yang tak lama lagi toko itu akan ia tutup. “Teman? Bukannya Ridwan baru satu bulan di sini dan itupun nggak pernah ke mana-mana selain di toko ini dan di
Baca selengkapnya
Bab 17. Tangisan Tengah Malam
Malam kian larut hujanpun tak kunjung reda sama derasnya air mata yang turun membasahi kedua pipi Kintani, dia benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan untuk meredam rasa yang tiba-tiba hadir menyesakan dadanya. Semakin ia berusaha menepis bayangan wajah Ridwan, semakin lekat di pelupuk matanya.Karena tak kuasa dan tak tahu berbuat apa-apalagi, Kintani berserah diri pada Allah SWT dalam do’a di sholat tengah malam yang ia lakukan, setelah hatinya tenang barulah Kintani berbaring dan dapat pejamkan mata.“Tok, tok, tok. Kintani..! Yuk, berangkat kuliah bareng,” seru Dila dan Eva yang pagi itu berdiri di depan pintu kos-kosannya bersiap berangkat kuliah.Beberapa kali mereka mengetuk pintu dan memanggil, namun tak ada sautan dari dalam, hingga akhirnya Kintani tersentak kaget saat Dila dan Eva mengedor pintunya cukup keras.“Astaqfirullah, aku kesiangan!” kejut Kintani bangkit dari tempat tidur dan bergegas menuju pintu.“Waduh, kamu baru bangun, Kintani?” Eva terkejut dan heran m
Baca selengkapnya
Bab 18. Kejamnya Tante Ayu
“Oh, ya pas deh kalau begitu.” ujar Paman Ramli lalu menyeruput teh hangat yang baru dibuatkan pembantu rumah itu.Walaupun Ridwan tak begitu peduli berapapun yang diberikan Tante Ayu di dalam amplop yang saat ini masih berada di kantong celananya, namun Ridwan penasaran berapa potongan biaya makan-minum yang dimaksudkan Tantenya itu, Ridwan segera mengeluarkan amplop dari kantong celananya lalu membuka dan menghitungnya.“Rp. 3.500.000,- berarti biaya makan-minumku di rumah ini sebesar Rp. 1.000.000,- dipotong Tante,” gumam Ridwan dalam hati.Sejatinya Ridwan tak pernah meminta upah ataupun gaji dari kesehariannya membantu Paman Ramli di toko, akan tetapi sikap Tante Ayu yang semakin hari makin membuatnya tak nyaman jadi beban pikiran baginya. Terutama dengan pemotongan biaya makan-minum segala di rumah Pamannya, ia merasa seperti orang lain ataupun orang asing di rumah itu.Selepas sholat magrib Ridwan yang telah memperkirakan jika Randi tidak dalam keadaan sibuk di toko Kakaknya la
Baca selengkapnya
Bab 19. Tentang Hubungan
Siang itu sepulang dari masjid melaksanakan sholat jum’at, Ridwan bicara berdua dengan Pamannya sebelum sampai di toko kembali. “Paman, kapan Paman punya waktu untuk ketemuan dengan Bang Randi? Katanya ada hal penting yang ingin dia bicarakan dengan Paman,” tanya Ridwan berjalan beriringan dengan Pamannya itu menuju toko. “Kan dulu Paman udah pernah bilang sama kamu untuk mengundang Randi ke rumah, nah kebetulan jika memang ada hal penting yang ingin ia sampaikan undang saja ia ke rumah besok malam,” tutur Paman Ramli. “Tapi Paman hal yang ingin ia sampaikan pada Paman itu cukup kita bertiga saja yang tahu, aku kuatir jika Tante Ayu mendengarnya akan salah paham nantinya,” ujar Ridwan. “Memangnya Randi mau ngomong soal apa? Kok sampai kamu merasa kuatir kalau Tantemu akan salah paham?” “Nanti jika kita udah ketemuan bertiga dan bicara, Paman pasti paham kenapa Bang Randi meminta bicarakan itu di luar bukan di rumah Paman.” “Oh ya udah, besok siang setelah zhuhur kamu telpon Rand
Baca selengkapnya
Bab 20. Kekuatiran Bu Anggini
“Ya Bang, aku setuju. Nanti aku akan ajak Paman ke sana. Tapi Bang sebelumnya aku ingin tanya, apakah keinginanku ini udah Abang kasih tahu sama Kak Gita?” “Oh tentu udah dong, tadi Kak Gita ke sini dan aku juga ceritakan tentang kelakukan Tantemu itu. Kak Gita ikutan geram mendengarnya dan menyuruhku secepatnya mengajakmu untuk kerja dan tinggal bersama kami,” tutur Randi. “Oh ya udah kalau begitu, berarti besok siang udah sepakat kita ketemuannya di tempat yang kemarin itu ya, Bang?” “Iya Ridwan, aku akan tunggu kalian di sana.” “Oke Bang, hanya itu yang ingin aku sampain. Bang Randi silahkan untuk ngelanjutin kerjaannya, sampai ketemu besok. Assalamualaikum,” ucap Ridwan. “Waalaikum salam,” balas Randi sembari menutup panggilan di ponselnya. Di kenagarian P di rumah Kintani, Pak Wisnu dan Bu Anggini masih belum pejamkan mata meskipun mereka telah berbaring di pembaringan. “Abang yakin jika Kintani akan baik-baik saja di Padang?” Bu Anggini membuka pembicaraan di kamar itu.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status