All Chapters of Aku Bukan Pelakor: Chapter 41 - Chapter 50
80 Chapters
40. Penangkapan Rizal
Bu Mila mengantarkan makanan untuk Tari pagi ini, itu saja sudah harus menggunakan izin suami sebab kunci kamar milik Tari, Pak baron yang memegang. Pria itu merampas kasar piring makanan yang ada di tangan Bu Mila dan memberikannya pada Tari tepat di depan pintu."Makan. Jangan sampai kamu kekurangan gizi saat kamu bertunangan besok," ujar Pak Baron dengan pandangan tajam. Pria itu pun lekas menutup pintu kamar Tari dan menguncinya kembali. Seperti biasa, kunci itu akan dia bawa agar aman dan istrinya itu tidak bisa melepaskan putrinya.Sebelum pintu tertutup, pandagan Bu Mila tanpa sengaja bertabrakan dengan Tari. Dia melihat jelas ekspresi memohon dari putrinya itu. Tanpa sadar dia memegang dadanya karena ikut merasakan sakit yang dirasa Tari. Namun, sayangnya dia tak bisa melakukan apa-apa.Suara obrolan membat Bu Mila berjalan menuju ruang tamu. Dia bisa mengenali kala suara itu sudah jelas. Rizal. Bu Mila pun memilih untuk masuk kembali. Namun, panda
Read more
41. Kepergian Tari Dan Bu Mila Dari Rumah
"Menurut informan saya, ternyata Rizal memang dicari oleh polisi. Identitas aslinya yang tidak diketahui membuat polisi terkecoh dengan dirinya. Dengan data yang diberikan orang kepercayaan saya kemarin, ternyata analisanya cocok dan benar Rizallah yang selama ini mereka cari," jelas Aska. Sore ini dia sudah berada di kontrakan Nada karena mereka akan menyelamatkan adiknya Nad la yaitu Tari."Jadi, kita akan langsung ke sana sekarang tanpa ke kantor polisi terlebih dahulu?" tanya Reno. Dia masih tidak menyangka kalau orang yang akan dinikahkan dengan adik-adiknya adalah seorang bandar narkoba.Aska mengangguk. "Ya. Kita akan berangkat bersama, Kak. Polisi akan datang bersama orang-orang saya.""Baiklah. Kita berangkat sekarang," ujar reno yang langsung bangkit dari duduknya. Dia merasa tak sabar untuk melepaskan adik dan ibunya dari jerat pria seperti bapaknya. Kali ini Reno tak akan tinggal diam lagi dan dia akan memaksa adik dan ibunya pergi."Aku ikut," ujar Nada yang tiba-tiba ikut
Read more
42. Berkumpul
Pagi pertama untuk Nada dan ibunya juga Tari ketika mereka tinggal bersama. Tampak tiga perempuan itu sedang berkutat bersama-sama di dapur kontrakan Nada yang kecil. Mereka sedang memasak sarapan bersama. Ah, lebih tepatnya hanya Tari dan Bu Mila yang memasak karena mereka meminta Nada untuk beristirahat saja."Memangnya Ibu mau masak apa?" tanya Nada yang masih asyik duduk di lantai, lesehan sembari menikmati teh hangat buatan ibunya. Rasanya dia sangat merindukan racikan teh ibunya ini. Padahal, kan dulu di rumah dia selalu membuatnya sendiri karena ibunya memang tak dia perbolehkan melakukan apa pun sebab kesehatan.Namun, hari ini Bu Mila sendiri yang memaksa untuk Nada agar duduk saja. Rasanya memang benar-benar berbeda. Suasana tempat tinggalnya saat ini membuat dia lebih bersemangat."Melihat bahan yang ada di kulkas kamu, ibu mau buat sayur bening sama dadar jagung dan ikan goreng. Kamu harus makan-makanan yang memenuhi agar baik juga untuk keseha
Read more
43. Permintaan Maaf Nada Pada Rina
"Akhinya terbebas juga dari pria itu. Waktunya membuat pesta kebebasan," ujar Rina yang baru saja keluar dari ruang sidang perceraiannya dengan Saka. Dia menoleh pada sosok pria berkacamata yang selalu mendampinginya selama proses perceraian, siapa lagi kalau bukan pengacaranya? Keduanya berjabat tangan. "Terima kasih untuk bantuannya selama ini, Pak.""Sama-sama Nona Rina. Kalau begitu, saya duluan." Pria itu memilih untuk pamit undur diri lebih dulu.Tiba-tiba saja ketenangan Rina terganggu kembali. "Sekarang kita sudah resmi berpisah. Jangan sampai kamu menyesal karena telah melakukan ini," ujar Saka dengan kepercayaan dirinya yang begitu tinggi.Satu sudut bibir Risa tertarik menukik naik. "Sampai kapan kamu mau percaya diri seperti itu? Untuk apa juga aku menyesali keputusan berpisah denganmu." Risa menatap remeh mantan suaminya itu.Detik selanjutnya dia mengibaskan tangan di depan wajah. "Sudahlah. Tak perlu lagi kau urusi aku. Ba
Read more
44. Perasaan Reno Sejak Lama
"Nggak usah tarik-tarik. Kalau mau ngomong ya ngomong aja," ujar Rina setelah dia menarik tangannya dari genggaman Reno. Perempuan itu menatap Reno kesal setelah berani menarik dirinya memasuki area taman kota yang kebetulan hari ini sedikit sepi. Yaiyalah, bukan hari libur.Rina mengibaskan rambutnya ke belakang. "Kalau mau ngomong ya ngomong aja. Nggak usah pakai acara tarik-tarik. Masih untung saya mau ngomong sama Anda yang seorang pembunuh ini," ujar Rina dengan pandangan sinis yang dia berikan pada Reno.Reno memejamkan matanya. "Aku bukan pembunuh, Rin," ujar Reno dengan suara dalam dan lemah. Pandangan pria itu sangat sendu.Rina yang mendengar itu hanya tertawa mengejek. "Bukan pembunuh katanya?" tanya Rina jelas itu sebuah cemoohan.Reno meraup wajahnya dengan kasar. "Oke aku akui kematian kakak kamu karena aku. Tapi aku bersumpah aku tidak berniat untuk membunuhnya. Aku hanya membela diri," ujar Reno Pria itu kembali mencoba menjelaskan
Read more
45. Kecelakaan
Seorang perempuan dengan pakaian rapi kini berdiri di depan sebuah kontrakan yang cukup sederhana. Ekspresinya tak menggambarkan apa pun, hanya datar. Bahkan perempuan itu menggunakan kacamata untuk menutupi bengkak di mata akibat tangisnya semalam.Tangan kanan terangkat untuk mengetuk pintu yang tertutup di hadapannya. Dia mengetuk beberapa kali sampai akhinya si pemilik membukakan pintu. Kini, dia mendapati sosok pria yang hanya mengenakan celana pendek tanpa pakaian bagian atas. Dia sempat terkejut dengan melotot, untung saja dia memakai kacamata.Reno. Pria yang baru saja terbangun dari tidurnya di hari yang sudah siang karena sedang izin tidak bekerja itu langsung melotot kala mendapati sosok perempuan di hadapannya. Sejak insiden kemarin, dia tak pernah membayangkan kalau Rina akan menemuinya secepat ini. "Ri---Rina?" panggil Reno dengan suara terbata."Di mana anak kakakku?" tanya Rina. Ekspresinya masih datar, dari balik kacamata dia menatap Reno
Read more
46. Pelaku Tabrakan
"Tambah lagi." Sejak percerainnya dengan Rina, dia yang dipecat dari perusahaan oleh kakaknya, juga Nada yang menolak untuk kembali padanya, Saka tak tahu lagi harus melakukan apa. Walhasil, inilah yang dia lakukan. Hanya mabuk-mabukan saja.Sebagai penjaga bar, sosok pria yang sejak tadi melayani pembeli pun langsung menuangkan minuman dengan kadar alkohol tinggi ke dalam gelas Saka karena itulah yang Saka minta. Bagaimana tidak langsung menuangkannya kalau mereka di sana, kan memang untuk berjualan.Saka mengangkat gelas yang ada di tangannya, berisi minuman dengan warna sedikit kekuningan. Pandangannya mengabur dan tiba-tiba saja banyangan dua tangan yang saling menggenggam melewati benaknya. Sontak saja ekspresi kemarahan terlihat jelas di wajah pria itu.Tanpa ragu, Saka langsung meneguk minuman itu hingga tandas dalam sekali tegukan saja. Dia meletakkan gelas dengan sedikit membantingnya ke atas meja. "Tambah lagi!" serunya dengan keras. Tak akan ter
Read more
47. Janin yang Tak Bisa Diselamatkan
Pintu yang sejak tadi tertutup kini sudah terbuka menampilkan seorang dokter yang keluar dengan melepas maskernya. Semua yang sebelumnya dilanda kesedihan langsung mendekati dokter itu secara bersama-sama. Kekhawatiran semakin terasa kala pakaian dokter itu dipenuhi darah juga ekspresinya yang seperti mengisyaratkan sesuatu."Bagaiman keadaan anak saya, Dokter?""Bagaimana keadaan Nada, Dokter?" tanya Bu Mila dan Aska secara bersamaan. Mereka benar-benar tidak sabar untuk mengetahui bagaimana keadaan Nada juga harapan untuk tak terjadi hal yang tidak diinginkan.Dokter berkacamata itu menatap Bu Mila dan Aska secara bergantian. Ada embusan napas kasar yang terdengar dari bibirnya. "Keadaan pasien masih belum stabil. Dan untuk kandungannya ...." Dokter itu menjeda kalimatnya karena ada rasa tidak tega untuk mengungkapkan. Namun, itu sudah tugasnya."Untuk kandungannya kami harus mengeluarkan bayinya karena janin dalam kandungan sudah tidak bernyawa," jelas sang dokter.Pastilah semua l
Read more
48. Penangkapan Saka
"Nada!" teriak Saka tiada henti. Kalian tahu di mana dia saat ini? Seperti biasanya, dia ada di diskotik melampiaskan apa yang dia rasakan pada minuman."Maafkan aku Nada!" teriaknya lagi. Kepala pria itu sudah bertumpu pada meja bar di mana penjaga bar itu hanya geleng kepala melihat kelakuan abnormal Saka. Sejak tadi berteriak tidak jelas."Tambah," ujar Saka sekali lagi."Bung. Anda sudah mabuk, Bung," ujar sang penjaga bar. Meski kesusahan, Saka mencoba mengangkat kepalanya untuk duduk dengan tegak. Dia berusaha menatap tajam pria yang ada di hadapannya. "Memangnya kenapa?" tanya Saka kemudian."Kebanyakan minum tidak akan membuat aku mati, kan?" tanya Saka dengan suara serak. Beberapa kali pria itu mengalami cegukan.Saka menggelengkan kepala. "Tidak. aku tidak akan mati dengan minuman," ujar Saka sekali lagi.Detik kemudian Saka tiba-tiba saja menangis. Tentu itu membuat penjaga bar itu menjadi bingung. Apalagi Saka mulai meracau tak jelas. Namun, dia mencoba mendengarkan.Saka
Read more
49. Hajar Saka
Aska berjalan dengan pandangan tajam dan lurus. Ekspresinya memperlihatkan benar kalau pria itu sedang diliputi kemarahan. Emosinya seakan di ujung tanduk dan siap meledak kapan saja. Aska baru saja sampai di tempat di mana orang-orang kepercayaannya membawa Saka.Satu pintu yang ada di depannya dia buka dengan satu tendangan yang sangat keras. Memasuki ruangan itu, dia melihat sosok pria yang tergeletak di lantai dengan penampilan acak-acakan."Sejak kapan dia ada di sini?" tanya Aska tanpa menoleh.Salah satu orang kepercayaannya yang berdiri di belakang tubuhnya segera menjawab, "Sejak semalam, Tuan. Kami menemukan dia di sebuah klub malam dan sedang mabuk.""Air?" tanya Aska."Sudah siap, Tuan.""Siram dia," ujarnya dengan pandangan tajam. Kebencian tak lagi tersirat karena Aska memperlihatkannya secara terang-terangan. Tak lama, anak buahnya pun langsung melakukan apa yang dia perintahkan.Satu ember disiramkan pada Saka yang masih memejamkan mata di lantai. Mabuk sejak semalam,
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status