All Chapters of Hati yang Terbagi : Chapter 51 - Chapter 60
147 Chapters
Bab 52
Dua minggu setelah kami menikah, aku mulai di ajak Mas Ubay untuk ikut dalam rapat. Begitu canggung rasanya, tapi menurut Mas Ubay aku harus terbiasa. Karena dia berharap aku bisa menjalankan bisnis berdua dengannya."Kalian ini kayak perangko tau ga! Kemana-mana selalu berdua." "Ciee ... yang ngiri ...!" ledek Mas Ubay."Gw ga ngiri, gw nganan doang." "Hahaha, sabar Bestie. Gimana hubungan kamu dengan Pak pengacara?" Tanyaku sambil merangkul Lea yang tengah cemberut."Tau ga, Al. Minggu ini aku mau dikenalin pada orang tuanya. Aku deg-degan banget sumpah.""Emang lu, bisa deg-degan juga, Lele!"potong Mas Ubay cepat."Bisa lah! Lu kira gw batu, apa!""Jangan sewot, Le. Entar cepat tua.Mas Ubay makin semangat memanas-manasi Lea."Lu yang bikin gw cepat tua, nyebelin. Aturan gw ga restuin elu nikah sama teman gw. Kasian Alina dapat suami kayak kanebo kering.""Eh, sembarangan! Tanya Alina aja, aku kanebo kering apa waslap basah." Tawa Lea terdengar lantang. Hingga bahunya terguncang
Read more
Bab 53
Aku sampai di rumah Mama setelah sebelumnya menunggu Mas Ubay pulang dari kantor. Mendengarku menangis, lelaki itu langsung membatalkan semua agendanya hari ini. Dan meluncur bersamaku ke rumah duka.Aku terisak, melihat jasad yang sudah dimandikan itu terbujur kaku di tengah rumah dan siap untuk di kebumikan. Bayangan Mama yang begitu perhatian padaku bahkan lebih menyayangiku dari pada anaknya sendiri melintasi begitu saja. Membuat air mataku kian deras mengalir."Maafin Mbak Tety, kalau ada salah ya, Al," ujar Tante Irma sambil memelukku. "Mama orang baik, Tante. Sangat baik, Mama sudah seperti Mama kandungku sendiri. Mama tak punya salah, InsyaAllah," sahutku dengan suara bergetar menahan tangis."Sejak dia tau kamu dan Gunawan bercerai, Mbak Tety mulai jarang mau makan. Setiap hari melamun. Sempat Tante bawa ke rumah sakit, karena khawatir. Tapi, belum ada perkembangan. Dokter bilang, mbak Tety ga boleh banyak pikiran.""Apalagi, setelah kamu menikah, keadaannya makin parah. Da
Read more
Bab 54
Kini kami di jalan menuju pulang. Tak ada pembicaraan yang tercipta. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Sebelah tangan Mas Ubay masih setia menggenggam jariku. Seakan sedang memberikan semangat baru. Dan mengatakan semua akan baik-baik saja.Kami pun sampai di rumah."Ih, kalian jalan-jalan ga ngajak-ngajak!" Sungut Lea.Mas Ubay tak menjawab, dia langsung menuju ke kamar. Sedangkan aku memilih duduk di samping Lea. Aku menceritakan kepada Lea, Apa yang terjadi hari ini. Lea sangat kaget, terlebih saat dia tahu jika si Siti sudah kembali."Gila emang mantanmu itu. Jelas-jelas waktu itu Siti telah menyia-nyiakan ibunya. Sekarang malah dibiarkan kembali. Emang otaknya kurang se-ons tuh anak."Akupun berpikiran sama. Entah apa yang sudah merasuki Mas Gunawan. Sehingga tega membiarkan ibunya dirawat oleh perempuan seperti Siti."Jangan-jangan dia yang membunuh Ibunya, ups!" Lea sontak menutup mulutnya."Maaf, Al. Aku keceplosan.""Gapapa, Lea. Aku sebenarnya juga berpikiran seperti
Read more
Bab 55
POV GunawanSial! Mobil Alina dan laki-laki itu berhasil mundur dengan cepat. Sehingga mereka masih selamat, hanya mobilnya saja yang lecet itupun tak parah."Ga becus kalian!" Hardikku para preman karbitan itu kesal."Seharusnya buat mereka celaka, tak perlu sampai mati. Yang penting mereka paham dengan siapa mereka berhadapan." Dua orang bertato yang kusewa itu hanya diam."Sekarang pergi kalian jauh-jauh, jangan sampai tertangkap. Kalau kalian sampai ditemukan, jangan bawa-bawa nama saya!"Aku melempar uang lima juta pada mereka. Tanpa malu, uang itu dipunggut dan dibawa pergi."Sial, buang-buang uang saja!" rutukku.Siti yang sedari tadi melihat hanya tersenyum mencibir. Perempuan itu kembali setelah beberapa saat Fatma, pembantu yang pandai memuaskanku itu diusir Tante Irma. Adik Mama itu terlalu ikut campur. Semua juga karena Alina, dia biang keladinya. Pasti karena sakit hati, dia sengaja membuat hidupku hancur."Seharusnya kamu lakukan sendiri, dong. Masa begitu aja takut," uj
Read more
Bab 56
Hah! Brengs*k perempuan ini, membuatku kesal saja. Akhirnya aku mengalah. Pintu terbuka. Tiga orang berpakaian rapi sudah berdiri disana. Dua orang diantaranya berbadan tinggi besar."Nyari siapa?" tanyaku."Maaf, Pak. Rumah ini tolong segera di kosongkan. Karena akan segera direnovasi oleh Pak Anton.""Pak Anton? Siapa Anton?""Pak Anton yang membeli rumah ini,""Yang beli? Saya ga menjual rumah ini. Bahkan, surat-suratnya saja saya belum pegang," tolakku."Maaf, Bapak. Kami hanya menjalankan perintah. Pak Anton sudah membayar lunas rumah ini kepada Bu Alina Putri Sabiya yang memiliki sertifikat rumah ini yang juga atas namanya. Ini kwitansinya."Laki-laki yang memakai baju serba hitam itu menyerahkan kwitansi bermaterai sebagai bukti pembelian yang sah kepadaku.Mataku membulat sempurna, benar saja. Rumah ini sudah dialihkan Mama atas nama Alina. Dan kini perempuan itu menjualnya tanpa menunggu persetujuanku. Perempuan Jahan*m! Matre! Baru saja Mama meninggal, dia sudah menjual ruma
Read more
Bab 57
Kami sampai disebuah hotel, walau bukan hotel mahal setidaknya cukup bagus untuk dijadikan tempat tinggal sementara. Beruntung masih ada mobil merah milik Mama yang sempat dibawa oleh Siti. Memang tak terlalu bagus, Tapi lumayan nyaman untuk dipakai saat ini. Hanya ini harta Mama yang aku dapat. Selebihnya entah dimana. Tante Irma tak mau menjawab saat aku tanya.Bahkan mulai membawa-bawa statusku yang hanya anak angkat Mama Tety."Kita tinggal disini? Hotel murahan ini?" Cetusnya tak suka."Sementara, Sayang. Nanti kalau sudah dapat warisan dari Mama aku akan belikan kamu dan Sabila rumah mewah, apapun yang kamu inginkan akan aku penuhi,"Siti tersenyum tipis. Sejak pertemuan pertama kami dulu, aku sudah tertarik pada Siti. Entah kenapa wajahnya membuatku candu. Bahkan aku ikhlas menikahi Siti yang seorang pelac*r. "Buruan, Mas rebut harta itu. Aku tak bisa menunggu lama,""Maksud kamu? Memang kamu mau kemana?""Ti-tidak, tidak kemana-mana. Aku hanya ga mau hidup susah dan kembali k
Read more
Bab 58
Aku pulang dengan perasaan tak menentu. Aku bingung mau melanjutkan hidup. Sementara belum ada pemasukan sama sekali."La, Mama mana?" Saat kulihat Sabila duduk sendiri didepan televisi."Mama lagi nelpon." sahutnya tanpa menoleh padaku. Aku pun mencari Siti yang mungkin ada di balkon."Sabar, Ki. Saya belum ada uang. Nanti kalau sudah ada uang, pasti akan saya serahkan. Saya tak mungkin kabur."" .... ""Iya, saya paham. Saya akan usahakan secepatnya. Jika tidak ada, saya ikhlas dengan kesepakatan kita yang kedua. Tapi, tolong jangan lepaskan benda ini. Saya masih butuh."Aku menangkap pembicara Siti dengan seseorang di telepon. Siapa dia? Uang apa?"Suami saya akan menyiapkan uangnya. Tenang saja, uang segitu baginya tak ada apa-apa."Entah apa jawaban diseberang sana, teleponnya pun berakhir."Uang apa, Dek?" Siti berbalik, wajahnya langsung pias."Kamu sudah pulang, Mas? Sejak kapan kamu disitu?" tanyanya."Sedari tadi. Aku ingin tau untuk apa uang itu dia minta? Dan siapa dia?"A
Read more
Bab 59
Bugh!Sebuah hantaman mendarat di perutku. Serangan yang tiba-tiba membuatku yang tak siap, sehingga terjengkang ke belakang. Pisau kecil yang kupegang terlempar entah kemana."Mama, gapapa?""Adit!"Ibu dan anak itu berpelukan sejenak, sebelum Adit mulai menghantamku lagi."Adit! hentikan!" Pekikku.Tapi, pria yang lebih muda dariku itu tak menghiraukan."Bang, siapapun yang menyakiti Mama, berhadapan dengan gw!"Adit terus menyerangku, walau aku berusaha menjelaskan. Tapi, provokasi dari Tante Irma mematahkan kebohongan yang aku ciptakan demi keselamatanku. Sepupuku itu dengan semangat memberikan bogem mentah pada wajahku.Kemudian, berdua dengan mamanya. Mereka mengikat tangan dan menyuruhku duduk. Kini aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Tangan terikat ke belakang, begitu juga dengan kedua kaki. Keringat bercucuran, entah apalagi yang akan mereka lakukan padaku."Adit, lepaskan, Dit!"Pria muda itu tertawa. Tak menyangka wajah polos Adit ternyata hanya kedok. Adit, seperti anak mud
Read more
Bab 60
"Saya tak mau, Om!" Aku berusaha berontak, aku juga butuh harta itu. Setidaknya aku akan mengambil sebagian saja untuk menyambung hidup agar tak kembali ke jalanan seperti dulu."Tak ada kata tak mau, Gun! Kamu itu sudah banyak dosa sama Mbak Tety. Jika semua harta itu diberikan pada kamu, Tante yakin, hanya sekejap mata saja habis ditangan kalian. Lebih baik kami sumbangkan untuk pembangunan mesjid,""Tapi, itu hak saya, Tante!" Aku bersikeras."Tadinya, kami akan menyerahkan padamu. Namun, apa yang kamu lakukan hari ini pada saya. Itu membukakan mata hati saya, jika merawat kamu itu seperti membesarkan anak singa. Setelah besar bukannya balas budi, malah mengigit tuannya,"Aku terdiam penuh penyesalan. Andai tak terburu-buru, andai aku bisa bersabar, andai ... Ah, semua sudah terlambat. Tante dan Om Baskoro sudah tak percaya padaku."Saya janji akan memanfaatkan sebaik-baiknya, Tante, Om," rayuku."Halah, lu mah udah tabiat, Bang. Anggap aja lu menuai apa yang lu tanam. Lagian kan l
Read more
Bab 61
Aku berlari kencang ke kamar mencari Siti. Aku butuh penjelasan. Rasanya juga tak masuk akal jika Sabila diculik di dalam kamar hotel seramai ini."Siti! Siti! ..." Aku langsung meneriaki nama perempuan itu sesampainya aku di dalam kamar.Namun, aku sama sekali tidak melihat sosoknya. Kamar masih berantakan seperti saat aku tinggal tadi. Tunggu! Sepertinya ada yang beda. Aku mendekat ke arah lemari yang terbuka lebar. Pakaian Siti dan Sabila tak ada disana begitu juga tas tempat pakaian kami. Hanya tersisa tumpukan pakaianku yang tak seberapa."Aarggghh! Sitiiiiii ...!" Aku berteriak histeris. Kenapa hidupku seperti ini? Semua barang yang kutemui kulempar untuk memuaskan hati. "Siti ...! Kau menghancurkan hidupku Siti ...!" Teriakku dengan suara parau.Tok tok tok!Ketukan di pintu membuat emosiku sedikit meredam. Apa mungkin itu Siti? Cepat berjalan ke arah pintu dan membukanya."Maaf, Pak, mohon agar suaranya dikecilkan karena suara Bapak terdengar sampai ke kamar sebelah," ujar l
Read more
PREV
1
...
45678
...
15
DMCA.com Protection Status