All Chapters of Hati yang Terbagi : Chapter 41 - Chapter 50
147 Chapters
Bab 42
"Loh kenapa? Kalian kan suami istri tak baik tinggal terpisah. Tetaplah disini. Jika Gunawan masih menyia-nyiakan kamu, Mama pastikan semua harta Mama, tak akan Mama berikan padanya. Mama juga akan memaksa dia menceraikan perempuan itu sekarang."Aku menunduk dalam. Mama belum tahu jika semua harta Mama sudah hilang dibawa Siti. Dan aku tak punya istri lagi."Bukan Ma, bukan karena itu." Alina menoleh padaku, tepat saat aku melihat kearahnya."Alina mau fokus dengan restoran. Sementara Alina akan tinggal dekat resto, sehingga ga capek bolak-balik." Aku menghela nafas lega. Alina masih memikirkan kesehatan Mama, sehingga masih merahasiakan perceraian kami."Sayang, Mama janji tak akan merepotkan kamu. Mama akan berusaha agar cepat sembuh. Tak apa, Mama pakai pembantu. Tapi, Mama mau kamu tetap disini."Yes! Aku yakin langkah Lina makin berat meninggalkan Mama."Maaf Ibu, sebenarnya Alina masih dalam masa training. Dia akan saya angkat sebagai kepala toko jika pekerjaannya bagus. Jadi u
Read more
Bab 43
Back to Alina "Kamu merasa ga sih, pembantu Tante Tety itu aneh." ujar Lea, saat kami baru saja pulang dari rumah Mama Tety. Sejak Mama pulang dari rumah sakit, aku menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumahnya walau sekali seminggu. Itupun ditemani Lea juga Ubay, ada rasa sungkan juga bertamu ke rumah mantan. Padahal niatnya hanya untuk bertemu Mama. Tapi, takut nanti justru jadi fitnah. "Aneh, gimana?" "Kayak bukan pembantu gitu. Kalau Asisten rumah tangga biasanya terlihat dari pembawaannya. Lebih sopan, nurut, dan suka bersih-bersih." "Ga semua juga, Lele! Kadang ada yang jadi ART karena terpaksa. Padahal ga ada bakat dan kemauan. Cuma butuh uang." sahut Ubay yang tengah menyetir. "Tapi, ini beda lho. Kayak ga ada aura seorang pembantu." "Hahaha, ada-ada aja lu! Segala pembantu ada auranya." Ubay malah tertawa ngakak. "Ih, gw serius tau!" rajuk Lea. "Ini juga serius!" Ubay tak mau kalah. "Rese' emang lu, Bang!"Sungutnya. "Eh, btw lu udah jadian kan? Traktir dong."cetus L
Read more
Bab 44
Telepon dimatikan sepihak. Aku menghela nafas berat. Padahal aku sudah berharap hari ini bisa ke restoran dengan tenang dan mencari alasan untuk menghindari undangan Lea di acara lamaran Ubay itu. Tapi, teman si tukang paksa itu telah hendak menjemputku ke sini. Aku kembali duduk. Menatap resah ke halaman. Entah kenapa aku tak siap melihat laki-laki itu melamar wanita lain. Walau memang mereka sepadan. Tak lama sebuah mobil masuk ke halaman rumahku. Disusul satu buah mobil lagi yang parkir di sebelahnya. Aku berdiri, kok Lea menjemputku rame-rame begini. Oh mungkin, berangkat bareng-bareng ke rumah si perempuan.Satu per satu penumpang turun dari mobil itu. Lea, Nabila, Anggi, Dea, mereka ada disana. Senyum merekah terlihat dari bibir teman-teman rempongku itu.Ditangan mereka masing-masing memegang parcel. Aku bergegas mengunci pintu."Lho, ga usah dibawa turun. Biar aku yang kesana."Dari mobil satunya, Lea keluar menghampiriku setengah berlari. "Buka pintunya, Al." Aku terdiam, b
Read more
Bab 45
"Sebaiknya Mbak, nginap dirumah saudara Mbak saja dulu malam ini. Atau mau dirumah saya juga tak apa-apa. Tapi, ya begitulah keadaan rumah kami." ujar Pak RT. "Tak usah, Pak. Gapapa, nanti saya minta teman kesini."tolakku halus."Insya Allah, warga akan saya minta untuk berjaga-jaga di sekitar sini. Nanti kita lihat rekaman CCTV yang terpasang di depan gerbang perumahan. Semoga saja orang itu segera bisa kita tangkap."Pak RT yang berusia sekitar empat puluh tahunan itu memang begitu peduli pada warganya. Karena itu, aku cukup betah tinggal disini. Meski, kalau untuk sesama tetangga jarang ada interaksi karena rata-rata para pekerja semua yang sibuk diluar dan pulang hanya untuk beristirahat saja.Aku mengirim foto rumahku yang kacanya sudah jebol itu ke grup rempong.[Kenapa itu, Al?] balas Anggi cepat. [Ada yang melempar ini kerumah, Nggi.] Aku mengirim foto tulisan dibatu tadi.[Ya ampun, Alina. Pelakunya sudah tertangkap?][Belum.][Ya ampun, kamu nginap di rumahku saja malam in
Read more
Bab 46
Keesokan harinya aku diantar Lea dan Ubay pulang ke rumah."Apa ga sebaiknya kamu tinggal di rumahku aja sampai benar-benar aman, Al." ujar Lea setelah sampai dirumahku."Tak usah, Le. Aku disini saja. InsyaAllah gapapa, kok.""Nanti, kalau ada apa-apa jangan lupa langsung kabari, ya.""InsyaAllah, pasti kalian yang aku kabari terlebih dahulu.Tak lama Ubay datang bersama Pak RT yang tadi sudah aku kenalin padanya."Kami sudah melihat rekaman cctv, wajah dua pengendara itu tak begitu jelas terlihat karena tertutup helm. Nomor polisi kendaraannya juga tidak jelas. Sepertinya sengaja agar tak bisa dilacak.""Tak apa, Pak. Semoga saja ini hanya ulah orang iseng." sahutku.Setelah aku mengucapkan terima kasih, Pak RT pun pulang. "Sebentar lagi ada orang bayaranku yang akan menjaga kamu 24 jam. Jadi, kamu ga perlu khawatir." tutur Ubay."Maksudnya?""Aku udah nyewa dua orang body guard untuk menjaga kamu. Sementara! sampai aku yang akan jadi bodyguard kamu." "Cieee ...!""Lea apaan, sih!
Read more
Bab 47
Karena kejadian seperti itu, rencana pernikahan dimajukan. Bahkan tanpa menunggu Mamanya Lea yang masih di luar negeri, yang sedang ikut Papanya mengurus bisnis mereka."Tunggu Mama aja dulu, Bay."Ubay menatapku, lekat."Mas, maksudnya." aku meralat sambil menyunggingkan senyum tanda perdamaian."Jangan! aku khawatir akan keselamatan kamu.""Iya, Al. Nurut aja kan enak, bentar lagi kawin!" cetus Lea.Aku mencubit pinggang Lea. Sahabatku itu kabur menghindar. Akhirnya lewat sambungan telepon, kedua orangtua Ubay mengijinkan. Walau terdengar agak keberatan. Mungkin karena terkesan buru-buru. Tapi, Ubay bersikeras agar tetap menikah dalam waktu lima hari ini.Malam ini setelah pulang dari rumah Lea aku merebahkan diri di ranjang. Rasanya seperti mimpi. Dalam waktu dekat aku mengalami dua peristiwa besar dalam hidupku. Perceraian dan kembali menikah untuk kedua kalinya. Sungguh ironis, disaat aku sedang berusaha melupakan sakit karena dibohongin suami. Kini aku harus merasakan hidup den
Read more
Bab 48
"Mbak mau minum apa?""Ga usah repot-repot, Mbak. Saya ga lama kok.""Gapapa, Mbak. Saya buatkan teh, ya."Tanpa menunggu jawabanku, perempuan seksi itu berlalu."Mama tak suka sama dia. Gunawan, ah. Mama ingin mati saja." nada suara Mama terdengar berat."Mama, ga boleh begitu. Gimana pun mas Gunawan adalah anak Mama.""Entahlah, Sayang. Mungkin jika tidak ada kamu Mama tidak semangat lagi melanjutkan hidup ini."Aku terdiam. Sepertinya ini bukan saat yang tepat untuk mengatakan kepada Mama bahwa aku akan segera menikah. Keadaan Mama sedang tak baik-baik saja."Tinggallah di sini lagi, Nak. Mama khawatir perempuan tadi mengganggu suamimu. Gunawan, itu bod*h, Mama capek mengingatkan dia."Entah apa yang terjadi yang jelas ada sesuatu antara Mas Gunawan dengan Fatma. "Tapi, Ma ..." "Mama sudah mengalihkan semua aset Mama atas namamu. Kau simpan baik-baik, ya.""Tapi, Ma ... Ya Allah ... Kenapa harus pada Alina,Ma. Kan ada Mas Igun." aku menjawab cemas. Gimana ini?Mama menggeleng cep
Read more
Bab 49
"Heh! Kamu sini!" Tante Irma menatap garang pada Fatma yang mulai ketakutan. Perempuan itu menghampiri Tante Irma ragu-ragu. "Kamu mau ke mana? Ingat ya Fatma kamu itu hanya pembantu di rumah ini! Jika kamu macam-macam, saya akan bilang kepada bibimu biar kamu dipulangkan lagi ke kampung." ancam Tante Irma. "Ja-jangan, Bu. Saya masih mau bekerja." "Kalau mau bekerja, kamu kerja yang benar! Dari awal saya sudah peringatkan, jangan pakai baju kekurangan bahan seperti ini. Apa kamu tidak malu, walaupun kamu pakai baju tapi tubuhmu tercetak dengan jelas." "Malu, Bu." Lirihnya. "Sekarang ganti baju kamu!" Fatma berbalik arah dengan wajah masih menunduk. "Tunggu!" cegahku. Aku memeriksa kantong celana Fatma dimana obat tadi dia simpan. "Ada apa, Al?" Tante mendekatiku, heran. Fatma berusaha menepis tanganku. Namun, aku bersikukuh memeriksa celana perempuan itu. "Ini! Ini apa?" seruku sambil mengacungkan sebuah bungkusan dengan plastik kecil berisi bubuk warna putih. "I-itu obat
Read more
Bab 50
Setelah minum obat, Mas Gunawan duduk tertunduk. "Kamu sungguh kelewatan, Gunawan!" Desisnya.Mas Gunawan hanya diam. Tak lama Fatma yang sudah diusir Tante Irma keluar dari kamarnya."Jangan coba-coba kamu mendekati ponakan saya lagi." Bentak Tante Irma sebelum Fatma melangkah keluar. Dengan membawa kopernya perempuan itu pergi."Tante, Sebenarnya kedatangan Alina kesini mau mengabarkan sekaligus minta do'a restunya." ujarku memulai kata. Hari makin tinggi. Aku tak mau berlama-lama lagi disini."Kabar apa, Sayang?"Aku menghela napas dalam-dalam. Kini mereka berdua menatap ke arahku."InsyaAllah, lima hari lagi Alina akan menikah dengan Mas Baihaqi.""Ya Allah ..." Tante Irma merebahkan tubuhnya lagi ke sofa."Dek, kamu ga jangan begitu. Tega sekali kamu, Mama dalam masa penyembuhan. Jika dia tau kita sudah bercerai dan kamu akan menikah, pasti darah tinggi Mama akan kumat lagi." "Gunawan! Apa kamu tak punya malu?"Mas Gunawan terdiam dan kembali menunduk."Alina, Tante tak punya h
Read more
Bab 51
"Ajarin apa?"Mas Ubay menunduk malu. Wajahnya memerah."Kalau aku ceritakan kamu jangan ketawa apalagi cerita-cerita pada, Lea." ujarnya pelan. Rasa penasaran yang membuncah membuatku sanggup berjanji didepannya. "Aku masih perjaka." Kalimat itu terlontar dari bibir laki-laki yang sudah menjadi suamiku itu.Mataku membulat sempurna."Jangan bohong! Kamu udah nikah kan sebelumnya? Lalu kalian ngapain aja dikamar berdua? Main ular tangga?" Antara ingin tahu dan ingin tertawa mendengar pengakuan Mas Ubay."Janji kamu bisa dipegang kan?" Aku mengangguk cepat. Apa laki-laki yang menikahiku ini punya kelainan? Atau jangan-jangan dia impoten? Oh tidak! Semoga saja bukan."Sejak menikah dengan Aina, kami tidur terpisah. Awalnya Aina bilang belum siap jika nanti dia hamil.""Hah? Kan kalian bisa pakai pengaman.""Entahlah, dia tak mau. Katanya nanti saja kalau dia sudah siap. Aku mengalah, tak mau egois dengan memaksa dia. Namun, akhirnya aku tahu jika Aina sedang mengikuti audisi untuk seb
Read more
PREV
1
...
34567
...
15
DMCA.com Protection Status