All Chapters of Sepiring Tumis Pepaya Muda: Chapter 11 - Chapter 20
70 Chapters
Bab 11
Harapan untuk bersanding dengan Mas Bima kini kubuang jauh. Kenyataan ini memang sangat pahit untuk diterima, tapi aku masih bersyukur, karena Allah masih menjaga aibku. "Terima kasih Tuhan, karena kau mencegahku untuk mengatakan kejadian malam terkutuk itu pada Mas Bima, setidaknya aku masih bisa berdiri dan menegakkan kepala dihadapan mereka," gumamku dalam hati.****Matahari masih terlihat malu malu dan bersembunyi dibalik awan saat aku mendorong gerobak pagi ini. Beberapa orang menyapaku ramah, aku pun membalas sapaan mereka, ketika kami berpapasan.Sudah dua hari berlalu sejak pertemuanku dengan orang tua Mas Bima, dan sejak malam itu aku memutuskan sendiri untuk mengakhiri hubungan kami, karena akan percuma untuk diteruskan. Mengingat kedua orang tuanya tak akan memberikan restu.Beberapa kali Mas Bima mencoba mencari ataupun meneleponku, namun tak pernah sekalipun kujawab, aku selalu menghindar, hingga dalam pesan terakhirnya semalam, ia berkata akan datang kerumah untuk menj
Read more
Bab 12
"Maaf, kerena telah mengganggu waktumu, Zia. Tapi mbak ingin bicara sebentar.""Apa ini ada hubungannya dengan adik Mbak Soraya?" Aku balas bertanya."Iya, kau benar. Aku mengajakmu kesini, karena memang ingin membicarakan tentang dirinya, tentang kejadian malam itu." Jawab Mbak Soraya yang sontak langsung membuatku tercekat.****Aku merebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Rasanya hari ini lelah sekali, kupijat sebentar kepalaku yang terasa berat. Setidaknya, ini sedikit meringankannya.Tadi siang Mbak Soraya mengajak ku bicara. Ia memohon padaku untuk memberi satu kesempatan pada adik laki lakinya, Rangga. Meminta ku agar memberikan padanya kesempatan untuk lebih mengenal diriku."Hanya satu hari saja, Zia! Berikan Rangga waktu satu hari saja bersamamu, agar kalian saling mengenal, Setelah itu, jika kau masih tetap ingin menolak pernikahan ini, maka adikku tak akan mengganggumu lagi." Ucapan Mbak Soraya tadi siang masih terngiang di telingaku.Dari penjelasan Mbak Soraya, aku tahu j
Read more
Bab 13
"Mas Rangga lebih baik pulang saja, karena aku tidak jualan hari ini." Usirku cepat."Kalau begitu baguslah, cepatlah mandi dan berdandanlah secantik mungkin, karena aku akan mengajakmu berkencan hari ini."Perkataannya sukses membuatku tak berkedip memandangnya. Apa yang sedang direncanakan pria ini sebenarnya?***Aku tercekat, kemudian mencubit lenganku keras, memastikan jika ini nyata, wajah Mas Rangga terlihat menyunggingkan seraut senyum saat melihat sikapku. Kulirik lenganku yang memerah karena bekas cubitan tadi. Jadi ini nyata?"Ayo cepat, Zia. Masuk dan bersiap siaplah, aku akan menunggumu disini," ucapnya karena melihatku yang masih bergeming.Butuh beberapa detik agar bisa mengembalikan kesadaranku. Oh astaga! Inikah yang dimaksud dengan permintaan Mbak Soraya saat kami bicara kemarin? sungguh lucu, rasanya ingin menertawakan diriku saat ini. Ia masih memandangiku, menunggu jawaban dariku. Aku melipat kedua tangan di dada lalu balas menatapnya tajam."Jika tujuanmu ke
Read more
Bab 14
"Maaf ya nak Zia. Sebenarnya sudah lama Bima akan kami jodohkan dengan Vira. Tolong jangan tersinggung, tapi Bima perlu seorang wanita yang cerdas, berpendidikan dan berasal dari keluarga yang baik untuk mendampinginya. Nak Zia mengerti kan maksud Tante?" Meski Tante Mira mengatakan kalimat itu pelan, tetap saja mampu membuat kepercayaan diriku hancur. Keluarga yang baik? Apakah karena aku berasal dari keluarga sederhana? Aku meremas ujung pakaianku lalu menggigit bibirku. Menahan sesak didada atas hinaan yang kuterima, belum cukup sampai disitu, tak lama gadis bernama Vira itu juga menyiramnya lebih panas membuat hatiku semakin terbakar api kemarahan, ketika Tante Mira pamit meninggalkan kami berdua ke kamar kecil sebentar."Maaf, ya mbak Zia. Tapi, Mas Bima dan mbaknya sampai kapanpun tak akan bisa bersama, berkacalah dulu sebelum berniat ingin menikahi Mas Bima, penjual gorengan keliling kok bisanya berkhayal tinggi menjadi seorang nyonya Bima Satria Hanggono." Aku berdiri menga
Read more
Bab 15
Aku diam tak bergeming sambil menatapnya tanpa berkedip, untuk beberapa saat ku pejamkan mata. Rasa sakit hati dan nyeri yang masih tersisa akhirnya membuat sebuah keputusan yang selalu kuhindari selama ini.Sebuah keputusan yang ku harap akan mengubah hidupku."Ayo Zia, cepat masuk kedalam. Tubuhmu sudah basah.""Mas ..." Panggilku lirih."Bicara didalam saja, Ayo." Kembali ia mengulang ajakannya."Tunggu, mas! A-aku datang kemari dengan maksud untuk menagih hutang dan janji Pak Lukman pada almarhum bapakku. Demi membebaskan papamu, aku menerima perjodohan itu dan bersedia menikah denganmu," ucapku lirih sambil menyeka air mata yang tak mampu lagi kutahan.****Ia memandangku dengan sorot mata penuh tanya, menyadari hujan mulai bertambah deras, setengah berlari ia menghampiriku dan merangkulku, menutupi tubuhku agar tidak terkena guyuran air hujan."Lekas masuk ke dalam Zia, kau bisa sakit jika terlalu lama terkena air hujan malam-malam begini."Refleks, aku menepis tangannya. Tubuhk
Read more
Bab 16
"Aku tahu apa yang kulakukan, mas, aku juga ingin membicarakan hal ini denganmu. Karena kau yang sudah memulai percakapan mengenai hal ini lebih dulu, baiklah akan kupertegas.""Jujur saja, aku masih takut dengan mu, aku juga masih trauma akan kejadian malam itu setiap kali melihatmu. Kau benar, memang ada hal lain dibalik keputusan ini, dan aku ingin kau tahu alasan dibalik keputusanku ini, aku tak akan berbohong dan menutupinya darimu."Mata itu semakin dalam menatapku, ada rasa getar didalam hati saat ia menatapku seperti itu."Tadi siang aku bertemu dengan Tante Mira dan Vira, ibunya Mas Bima dan calon istri yang dipilih kedua orang tua Mas Bima untuknya. Mereka berdua ...."Aku memejamkan mataku, rasa sesak didalam dadaku kini kembali saat mencoba kembali mengingat kejadian tadi siang."Lanjutkan Zia, aku ingin tahu.""Mereka berdua habis habisan menghinaku dengan perkataan yang tidak bisa ku lupakan." Aku mulai menceritakan detail kejadian tadi siang padanya, hingga tanpa kusad
Read more
Bab 17
"Neng Zia ...?" Terdengar suara seseorang memanggilku."Ya, ada apa?" "Neng, Mpok minta buah pepaya yang di belakang rumah, yah," Teriaknya dari luar."Ambil saja Mpok," balasku."Terima kasih, neng!" Sahutnya yang samar terdengar.Aku melangkah menuju kamarku, merebahkan tubuhku di atas ranjang ini, mencoba berisitirahat. Sambil memikirkan apa yang bisa kulakukan nanti.****Wangi harum bawang menguar ketika pepaya muda yang baru saja selesai kutumis ini ku tuang ke atas piring, pepaya ini kutemukan tergeletak di depan pintu rumah, kelihatannya Mpok Lela sengaja menaruhnya di sana untukku, saat ia meminta buah ini tadi.Kuletakkan sepiring tumis buah pepaya muda itu diatas sebuah piring kaleng, buah pepaya muda ini kumasak sebagai lauk makanku siang ini, karena aku tak sempat kewarung.Kuambil sebuah piring dan mulai mengisinya dengan nasi, piring kaleng yang berisikan tumis buah pepaya muda kugeser mendekat ke arahku. "Ya tuhan, nikmat sekali makanku siang ini," bisikku."Zia," ter
Read more
Bab 18
"Nak Zia, kau tak keberatan jika pernikahan kalian dilakukan bulan depan? Maaf, tapi bapak ingin secepatnya melihat pernikahan kalian," ucapnya membuatku terbangun dari lamunanku dan langsung membulatkan mataku, disaat yang bersamaan kulihat anak laki-laki nya juga terkejut mendengar keputusan yang tiba tiba ini."Secepat itukah aku harus menikahi laki laki itu?" jeritku dalam hati.***Dalam jangka waktu satu Minggu, berita tentang pernikahanku dengan putra bungsunya Pak Lukman, tiba tiba menyebar disekitar rumah dan tetanggaku, entah darimana kabar itu mereka dengar, membuatku kadang malas menjawab pertanyaan mereka tentang kepastian kabar tersebut. Ibarat pepatah tak ada asap jika tak ada api, aku yakin ada seseorang yang mengetahui tentang rencana pernikahan ini, entah siapa yang membuka kabar ini hingga menyebar. Seperti biasa hari ini aku mendorong gerobakku kembali, beberapa diantara mereka ada yang menanyakan kebenaran kabar itu dariku, membuatku kadang malas melayaninya. "K
Read more
Bab 19
Sepanjang jalan menuju rumah, aku terus menertawakan kebodohanku, tadinya sempat terpikir jika Mas Bima benar benar akan berusaha memperjuangkan hubungan kami, ternyata aku salah. Laki laki itu sangat cepat berubah.Kurebahkan tubuhku diatas tempat tidur, lama kutatap foto diriku dan bapak yang ada diatas meja kecil samping tempat tidur."Bapak, kuharap dengan menikahi anak laki laki Pak Lukman adalah keputusan yang benar." Bisikku pelan. ***Siang ini sinar matahari tak terlalu terik, dengan setengah berlari aku mengejar sebuah angkot. Lewat panggilan telepon kemarin lusa, Pak Lukman memintaku untuk menemuinya, tadinya beliau akan mengirimkan seorang supir untuk menjemputku, namun kutolak, karena aku tak mau tetanggaku akan heboh jika melihatku masuk kedalam sebuah mobil mewah. Entah untuk urusan apa, beliau memintaku untuk menemuinya, hanya saja aku masih tak percaya jika akan menjadi salah satu bagian dari keluarganya, setelah pernikahanku dan Mas Rangga nanti. Hampir setiap mal
Read more
Bab 20
"Zia, aku mencarimu, tolong beri aku waktu untuk bicara sebentar," pintanya. "Tak ada yang perlu dibicarakan lagi denganmu, mas. Hubungan kita sudah selesai. Aku beritahu padamu, sebentar lagi aku akan menikah, jadi kuminta jangan lagi menemuiku atau menghubungiku untuk urusan apapun," tegasku. "Menikah? Jadi berita yang kudengar ini benar?" "Iya, itu benar." "Dengan anak laki laki Pak Lukman itu?" Wajah itu menatapku seakan tak percaya dengan kalimat yang baru saja kuucapkan. "Apa yang kau lakukan hingga ia mau menikahimu?" ***"Jaga mulutmu, mas. Aku gadis baik baik dan memiliki harga diri. Kau yang harusnya berpikir mengapa masih saja mengurusi hidupku, bukankah lebih baik kau urus saja urusanmu."Aku tersinggung dengan perkataannya, baru kali ini aku melihat Mas Bima bersikap seperti ini padaku."Aku kenal dengan Mas Rangga, kami sering bertemu saat aku menemani papa menghadiri acara acara penting para pejabat, kurasa tak mungkin ia memilihmu untuk menjadi istrinya?" "Oh y
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status