All Chapters of Bakti Seorang Menantu : Chapter 11 - Chapter 20
221 Chapters
11. Selalu salah bagian B.
"Bang, ada kangkung," tanya Tika yang baru saja datang."Kangkung lagi, Tik? Pasti kawan lainnya tempe dan tahu," ucap Bu Usman."Emang kenapa gitu, Bu?" Tika yang biasanya diam kali ini dia mulai bersuara."Ndak apa-apa, cuma saya melihat kamu setiap hari beli kangkung aja dah bosen, gimana kalau memakannya. Mbok, ya beli yang bergizi, Tik." Bu Usman menatap Tika dengan tatapan meremehkan. "Bu, saya dan anak-anak suka sekali tumis kangkung, emang salah ya, apakah berdosa jika saya makan kangkung tiap hari? Buat saya sih, ya, Bu. Makan dengan lauk apapun tak jadi masalah. Yang penting saya gak suka minjem duit sama tetangga kalau ada kebutuhan mendadak." tegasnya sambil mengeluarkan smirk evilnya.Bu Usman sedikit melotot mendengar penuturan Tika. Sepertinya dia tersindir, karena yang aku tahu, Bu Usman sering meminjam uang sama Ibu mertuaku, tapi ketika tak dikasih pinjam, maka ibunya Tika-lah orang selanjutnya yang akan ia datangi."Saya pinjam sama siapapun juga bayar tepat waktu,
Read more
12. Perdebatan sengit bagian A.
"Alhamdulillah ya, Mas, tidak ada yang kurang," ucap Mala dengan binar bahagia. Ia tersenyum lega."Iya, Mas juga was-was. Alhamdulillah juga kita tidak sampai berhutang.""Besok, keberangkatanmu, Mas. Aku rasanya gimana gitu," ucap sang istri sambil menatap lekat wajah suaminya. Tangannya bergerak mengelus perutnya yang kian menampakkan identitasnya bahwa ia wanita yang sedang hamil."Hei, aku berangkat kesana dengan sejuta cita-cita untuk kita, aku, kamu juga anak ini," ucap Rahman sambil mengelus perut istrinya. Mala tak kuasa lagi menahan tangisnya. Ia merapatkan tubuhnya dan memeluk suaminya kemudian menangis sesenggukan di dada bidang suaminya, tempat dimana ia begitu merasa nyaman saat bersandar di sana.Jauh dilubuk hati Rahman, pun merasakan sakit yang tiada terkira, saat istrinya hamil, ia diharuskan menjauh demi sebuah pekerjaan. Namun tidak ada pilihan lain selain memang harus pergi dan meninggalkan istri juga keluarga sementara. Perekonomian keluarganya bergantung pada di
Read more
13. Perdebatan sengit bagian B.
"Siniin mangkuknya," bentak Susan. "Anak kecil songong banget dah.""Yang songong itu, Mbak, gak ada malu, gak beradab. Bisanya cuma minta, gak dikasih eh, nyuri," balas Ria dengan tatapan meremehkan. "Apa kamu bilang?" Susan mendekat ke arah adik iparnya. Rahman segera maju dan menarik ria kebelakangnya. "Ada apa ini? Tamu di depan masih pada ngobrol kalian sudah ribut saja." Bu Samirah tiba-tiba muncul di ruang tengah. "Ada apa sih?" Rahmat pun datang bersama Wulan dari arah depan."Nih, adikmu, kurang ajar banget ngatain aku pencuri," adu Susan pada suaminya. "Benarkah itu, Ria?" tanya Rahmat, sambil memandang ke arah Ria."Iya," jawab Ria tanpa rasa takut atau semacamnya."Kurang aj*r kamu," teriak Susan dan merangsek maju berusaha menggapai Ria yang ada di samping Rahman."Kamu punya bukti, kalau Susan mencuri?" tanya Rahmat."Aku gak punya bukti. Tapi Nayla melihat Mbak Susan mengambil beras di dapur sini. Lalu menukarnya dengan Pete, iya-kan? Ngaku hayoh?" Ria berbicara den
Read more
14. Langsung tersebar bagian A.
Mala mengusap bahu Ria yang masih saja bersungut-sungut, mengumpat, Pak Manto kembali ke depan, dan Bu Samirah masuk ke kamar. "Besok-besok, kamu jangan ngomong lagi sama, Mbak Susan. Kalau ada kesini! Kamu masuk kamar. Mas harap tidak terulang lagi kejadian hari ini." pesan Rahman pada Ria. Sedangkan gadis itu malah duduk di meja makan, lalu meneguk segelas air. Emosinya belum mereda sepertinya. Ini bukan pertama kalinya Susan membuat ulah, tapi baru kali ini dia melawan Pak Manto. Mala memijit pelipisnya tiba-tiba saja kepalanya menjadi berdenyut sakit."Kamu kenapa?" tanya Rahman."Kepalaku sakit, Mas!" "Ayo, ke kamar, kamu harus istrihat."_____POV Susan."SUSAN!" teriak Bang Rahmat saat aku melawan bapaknya. Lah, siapa dia berani mengatur hidupku. Bahkan orantuaku pun tak kubiarkan mengatur hidupku. Apalagi mertua, siapa mereka? Aku meninggalkan rumah itu dengan segala macam teriakan dari si peraw*n tua juga Bang Rahmat. Berani suamiku macam-macam, selesai sudah rumah tangga
Read more
15. Langsung tersebar bagian B.
Aku mencuci mukaku lalu menyambar jaket. Tak kulihat lagi keberadaan Wulan, mungkin dia sudah pergi ke rumah neneknya, Baguslah. Eh, tapi Bang Rahmat kemana? Aku membuka kamar Wulan, dan kosong. Hmz, sudah mulai berani gak pulang rupanya suami kere itu. Baiklah Bang, lihat saja nanti apa yang akan aku lakukan. Aku berjalan menuju persimpangan kampung, disanalah tukang sayur biasa mangkal, sudah bisa terlihat ada beberapa ibu-ibu sedang berbelanja dengan segala obrolannya. "Eh, Susan, tumben belanja, mau masak ya?" tanya Umi Hamzah dengan ramah. Aku hanya tersenyum."Gak dines, San?" tanya Bu Yati. "Libur, Bu," jawabku singkat. "Masak ni ye," seru Bu Usman yang baru saja tiba. Yah, ada nenek lampir resek."Emang gak boleh saya belanja, Bu Usman?" ucapku dengan ketus."Engga sih, tapi beneran semalam kamu membentak Pak Manto, San?" tanya Bu Usman. Mulai kepo Nenek lampir ini. Dan begitu cepatnya kabar ini tersebar. Huft. "Apa? Susan membentak Pak Manto? Kualat kamu nanti, San!" uc
Read more
16. Kepergian Rahman bagian A.
Bu Samirah memeluk anak lelakinya denganan pilu, karena ini pertama kali dilepaskan oleh anak lelaki yang sangat perhatian padanya. Ia memang memiliki 4 anak, tapi hanya Rahman dan Ria yang terlihat menyayanginya. Sedang si sulung dan anak keduanya bak bara api bagi Bu Samirah, yang setiap waktu mengancam menimbulkan dirinya. Selalu ada saja tingkah keduanya yang membuat wanita tua itu menangis dan sakit hati. "Titip, Mala ya, Bu, dia sedang hamil anakku," ucap Rahman sambil mengelus punggung ibunya. Sengaja ia tekankan dengan menyebut anakku, karena ia tahu betul sifat ibunya yang selalu memarahi Mala. Bahkan kesalahan kecil pun kalau Mala yang sudah pasti akan jadi besar besar. Sungguh dalam hati, tak ada ketenangan meninggalkan sang istri meski di rumah orangtuanya sendiri. Tapi Rahman tak punya pilihan lain. "Jaga diri baik-baik, jaga anak kita," pesan Rahman dengan mengelus perut istrinya. Kepergian Rahman diiringi tangisan dari Ibu dan istrinya. Hingga punggung lelaki itu me
Read more
17. Kepergian Rahman bagian B.
"Apa yang kami katakan benar adanya loh, Mala," ucap Bu Usman lagi dengan yakin. Mala makin mendelik pada dua orang wanita dihadapannya. "Ya … Tuhan, apakah mereka tak punya empati padaku yang sedang hamil ini? Hingga begitu ringan mengatakan itu semua. Meski ada benarnya, tidak usah pula terlalu di yakinkan, bukankah yang melakukannya juga oknum, tidak semua PNS serta merta begitu," batin Mala bermonolog sendiri. Akhirnya ia permisi masuk dan tak meneruskan menyapu halaman. Tangisannya yang sejak tadi ditahan, pecah begitu saja ketika bokongnya menyentuh ujung kasur. Ia menangis sendirian dengan sesak yang teramat sangat. ———— Wanita 23 tahun itu entah berapa lama tertidur dengan tangisannya. Kini ia merasa pusing sekali, dunianya terasa berputar, kepala berdenyut. Saat matanya melirik benda bundar yang tergantung di dinding, ia terperanjat. Waktu telah menunjukkan pukul 10:25 wib. Bau masakan pun sudah menguar, suara orang ngobrol tidak begitu jelas di pendengarannya. Rasa penas
Read more
18. Awas saja bagian A.
"Anda siapa? Minta nomor suami saya segala?" tanyaku, kesabaranku sudah habis rasanya. "Oh, saya Helen, Mantan pacar Rahman. Cinta pertama Rahman," ucapnya sambil menyodorkan tangan ke arahku, tapi aku tak tertarik bersalaman dengannya, pede sekali dia saat menyebutkan kata mantan dan cinta pertama suamiku. kubiarkan tangannya menggantung begitu saja hingga ia menarik kembali dan mulai menatap sinis. "Oh, MANTAN?!" ucapku dengan melihatnya dari atas ke bawah. Penampilan seperti yang mau konser saja. Dengan bulu mata yang cetar juga warna soflen yang mencolok. Ku akui wanita didepanku ini cantik. Bak seorang biduan yang akan manggung. Helen kembali duduk disamping Ibu, sedangkan aku meneruskan membuat teh hangat, kebetulan dapur dan ruang makan menyatu. Jadi percakapan apapun dimeja makan terdengar jelas."Jadi kamu sekarang pulang kampung, Len?" tanya Kak Eni. "Engga sih, di kota tidak ada teman, aku ingin disini dulu saja, aku gak bisa hidup disini lah, Kak," ujarnya sombong. "J
Read more
19. Awas saja bagian B.
Sayup-sayup aku dengar suara Helen. "Kamu kangen aku gak sih?" Whaaaat? Dia sedang bertanya pada suamiku kah? Cih! Sungguh janda gak tau malu. Semakin ku tajamkan pendengaran, agar apa yang mereka bahas terdengar jelas."Nanti aku nyusul kamu kesana, ya. Kirim alamatmu saja," ucap Helen. Dan otakku sudah tak bisa mentolerir dia lagi. Wanita mana yang akan membiarkan suaminya digoda oleh mantannya. Aku bangkit dan menuju ke arah meja makan. Oh, ternyata mereka sedang video call. Mas Rahman juga awas saja! Berani-beraninya dia mengangkat telepon dari si pirang ini."Kamu masih ingat gak, waktu kita jalan, terus motornya mogok?" ucap helen, membuat hatiku semakin mendidih. Sungguh keterlaluan mereka semua. Kurampas ponsel mahal itu. Dan ku matikan panggilan video nya. Tak lupa kuhapus nomor Mas Rahman tentu saja setelah ku tampakan wajah pada suamiku tercinta. "Eeh, apa-apaan ini?" teriak Helen histeris saat aku merampas ponsel mahalnya. "Mala, kamu tidak sopan pada tamu, Ibu," ucap m
Read more
20. Pov Rahman bagian A.
Terdengar dering ponselku begitu nyaring tapi hanya ku lirik sekilas. Ponsel yang sejak tadi tergeletak di nakas. Terus meraung-raung dan tertera nomor baru yang tidak tersimpan namanya. Siapa pula yang menelepon saya sore ini? Aku taknya dan memilih fokus pada layar laptop yang sedang menyala. Ya, Aku sedang mempelajari cara mengikuti tes CPNS minggu ini. Dan aku harus mempersiapkannya dengan matang. Aku tak ingin gagal kali ini. Sudah banyak yang aku korbankan hingga sampai di tempat ini. Bukan hanya biaya dan waktu, terutama Mala yang aku tinggalkan dalam keadaan berbadan dua. Akh, seketika aku rindu istriku itu. Dreet… dreet. Kembali ponselku bergetar dan tanda gagang teleponnya bergerak kesana-kemari. panggilan video dari nomor yang sama dengan tadi. Akh sudahlah, ku angkat saja. Siapa tau penting atau dari orang rumah yang memakai nomor baru. "Halo, assalamualaikum," ucapku saat telah ku geser tombol hijau yang menari-nari di layar ponselku. "Waalaikum salam, Rahman," panggi
Read more
PREV
123456
...
23
DMCA.com Protection Status