Semua Bab HANYA KARENA IBU RUMAH TANGGA, AKU DIREMEHKAN SUAMIKU!: Bab 31 - Bab 40
70 Bab
bab 31 Musda hilang?
"Rin … Rini!" teriakku begitu kaki sudah mulai menapaki teras rumahnya. Tak sabar rasanya aku ingin segera bertanya, gegas aku masuk ke dalam rumah yang kebetulan pintunya tidak tertutup. Namun, orang yang ingin ku temui tak tampak batang hidungnya. Hanya ada Sinta yang tengah berbaring di depan televisi sambil memainkan ponsel ibunya.Aku membuang nafas kasar. Pantas saja teleponku tidak dijawabnya, ternyata ponsel sedang berada dalam kekuasaan Sinta."Sinta … mamamu kemana?" tanyaku tanpa basa basi."Mama masih mandi," jawabnya tanpa menoleh, matanya terus melihat ke arah ponsel yang sedang dipegangnya.Merasa dicuekin, aku memilih untuk duduk di sofa tak jauh dari tempat Sinta tengah berbaring. Bermaksud menunggu Rini walaupun hati sebenarnya sudah tidak karu-karuan rasanya."Eh, ada Ibu! Kapan datangnya, Bu?" tanya pembantu Rini. Imah, namanya. Dia datang membawa piring yang berisi makanan, sepertinya hendak menyuapi Sinta."Barusan. Aku panggil-panggil nggak ada yang jawab, jadi
Baca selengkapnya
bab 32 pertengkaran
"Cukup!! Lalu kamu itu ayah yang seperti apa?!" Aku tersenyum sinis sambil menatapnya. Kini kami sudah berdiri saling berhadapan. "Ayah yang meminta bayaran atas darah yang akan diberikannya, padahal dia darah dagingmu, Mas! Dimana otak kamu itu!""Bu-bunda … Ayah …!"Aku langsung menoleh begitu juga dengan Mas Arka. Musda sudah berdiri di ambang pintu yang menghubungkan antara ruang tamu dan ruang tengah. Wajahnya sudah berderai air mata. Aku melangkah mendekatinya."Sayang … kenapa menangis? Mana nenek?" tanyaku lembut sambil memegang wajahnya dan berusaha menghapus air mata."Kenapa Bunda marahin Ayah?" tanyanya dengan polos."Bunda nggak marahin ayah, kok, bunda hanya sedang berbicara dengan Ayah saja. Musda masuk lagi, ya, sama nenek!" "Nggak! Musda maunya sama Ayah, Musda masih kangen sama Ayah!Tanpa ku duga reaksi dari gadis kecilku itu justru melangkah mendekati ayahnya dan langsung memeluknya. Astaga! Kenapa jadi seperti ini. Aku memijit pelipisku yang tiba-tiba terasa pusi
Baca selengkapnya
bab 33 kecemasan Rada
"Pap, nggak seharusnya Papa menghina mas Arka segitunya!" dengan hati-hati aku menegur Papa setelah mendengar suara mobil meninggalkan halaman."Kenapa? Kamu masih cinta sama dia?!""Nggak, Pa! Nggak gitu. Aku cuma …,""Halah, kamu ini, laki-laki seperti itu kok masih dicintai, kayak nggak ada laki-laki yang baik saja," ucap Papa menyela perkataan ku."Bukan seperti itu, Pap!""Lalu apa?""Makanya dengerin dulu dong, orang mau bicara dari tadi dipotong melulu," gerutuku."Apa?""Aku takut mas Arka bakal melakukan sesuatu yang tidak bisa kita duga, Pap! Dia itu orangnya nekat!" ujarku setelah menjatuhkan bobot tubuhku ke atas sofa."Memangnya apa yang bisa dilakukannya? Papa pengen tahu!""Pap! Jangan sombong," Mama berusaha mengingatkan."Sudahlah, Papa mau makan dulu. Gara-gara habis marah sama mantanmu itu Papa jadi lapar sekarang!" ujar Papa sambil menunjukku dengan dagunya."Nggak mandi dulu, Pap? Udah hampir magrib, loh!" Ucap Mama sambil menunjuk jam yang menempel cantik di dind
Baca selengkapnya
bab 34 ungkapan cinta Aldo
Entah kenapa aku merasa ada yang aneh pada sikap Aldo malam ini. Namun, aku masih diam menanti dia meneruskan perkataannya."Kamu … mau nggak ….""Om Aldoo …." teriak Musda membuat kami kaget, seketika Aldo langsung terdiam tidak melanjutkan kata-katanya."Sayang, sudah selesai ngajinya?" tanyaku dengan tangan terulur ingin memeluknya, namun gadis kecilku itu justru mendekati Aldo."Om … kok diam saja, sih!" protes Musda menarik-narik tangan Aldo tatkala hanya mendapat respon diam tak menanggapi seperti biasanya."Oh, eh … kenapa, Sayang?" Aldo menjawab dengan tanya, sepertinya dia baru sadar dari tidurnya.Aku terkikik geli melihat Aldo yang kewalahan menghadapi Musda yang super aktif. Minta ini, minta itu, mengajak bermain dan entahlah apa lagi, aku saja kadang pusing menghadapinya yang super duper aktif itu.Musda menarik tangan Aldo menjauh dariku, entah akan dibawa kemana. Aku hanya melambaikan tangan sambil tertawa kecil. Setelah bayangan mereka berdua tidak terlihat, aku merenu
Baca selengkapnya
bab 35 hari pertama ngantor
Hari ini adalah hari pertama aku akan berpindah kantor. Seperti biasa, aku berkeliling kompleks dengan berlari-lari kecil selepas subuh tadi. Setelah memutari gang dimana rumah orang tuaku berada, dan karena sudah merasa lelah juga. Aku memutuskan untuk kembali. Langit terlihat kemerahan, pertanda sang mentari sebentar lagi sudah akan muncul. Jalan yang tadinya sepi, kini mulai terlihat ramai. Bergegas aku lari agar segera sampai rumah. Malu rasanya kalau dilihat banyak orang, terlebih aku hanya sendirian.Ciiiiiììitt!Suara bunyi roda mobil yang beradu dengan aspal jalanan begitu memekakan telinga. Hampir saja mobil itu menabrak tubuhku yang sedang akan menyeberang. Tiba-tiba aku ingin makan bubur ayam, kebetulan tempat pedagangnya terletak di seberang aku berdiri. Hanya tinggal beberapa senti lagi bagian depan mobil itu menyentuh tubuhku. Aku yang kaget malah hanya berdiri saja ditempat. Untunglah pengendara mobil itu segera mengeremnya."Wooii … bisa minggir, nggak?! Gue tabrak b
Baca selengkapnya
bab 36 luapan emosi Rada
Saat sedang serius mengecek laporan keuangan kantor ini, tiba-tiba pintu ruangan ada yang membuka dari luar membuatku terperanjat kaget."Pak Arka, ada apa? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu!" ujarku dengan nada sedikit keras. Aku kesal karena dia tiba-tiba saja masuk tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Nggak sopan!"Bagaimana pekerjaanmu? Apakah sulit?" Tanyanya dengan nada meremehkan."Baru saja aku mempelajarinya dan belum selesai membacanya, tapi anda tiba-tiba masuk dengan tidak sopannya, membuat konsentrasiku menjadi terganggu!" balasku. Mas Arka tampak geram setelah mendengar jawabanku."Ada apa?" tanyaku sambil menutup berkas yang belum selesai aku baca."Jangan terlalu ngoyo bekerja disini. Serahkan saja semua padaku. Perusahaan ini baik-baik saja! Bahkan kami sebenarnya tidak membutuhkanmu disini,"ujarnya sambil mengambil duduk di depanku."Oh, ya? Baik-baik saja, ya!""Iya ….""Aku hanya melakukan tugas yang diperintahkan oleh pak Agus, lagi pula pak Hartono sendiri yang men
Baca selengkapnya
bab 37 melly selingkuh?
Gubraak!Aku terkesiap kaget karena ada seseorang yang terjatuh tepat di depanku. Rupanya dia tersandung oleh kakiku. "Ma-maaf … anda tidak apa-apa?" ujarku sambil mengulurkan tangan, bermaksud membantunya bangun. Terdengar pelan dia mengaduh."Saya, tidak apa-apa … loh, kamu!" ucapnya kaget. Sama kagetnya denganku.Mendadak aku menjadi merasa bersalah padanya. Pagi tadi gara-gara aku dia hampir saja berurusan dengan hukum karena akan menabrakku dan sekarang dia terjatuh gara-gara aku. "Dunia ini sempit sekali sepertinya, ya! Entah kenapa aku terus bertemu kamu dalam kesialan!" ucapnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya pada kemeja yang dikenakan."Maafkan saya … saya benar-benar tidak sengaja?" ucapku karena memang benar aku yang salah."Om … Om Rony …," ucap Sinta tiba-tiba menarik tangan lelaki di depanku ini. Aku mengernyit, Om?"Loh, Sinta, kamu kok disini? Sama siapa?" tanyanya membuatku heran, bagaimana Sinta bisa mengenalnya."Aku sama ….""Hai … Da! Loh, ada apa ini?" sap
Baca selengkapnya
bab 38 pov Melly adegan 21+
Pov. Melly adegan 21+Dimohon untuk skip bagi yang belum cukup umur✌"Ah, sialan! Kenapa kalah lagi, sih! Brengsek!"Maaf, Mbak, bukannya saya ikut campur, tapi mengumpat itu nggak baik lo, lebih baik Mbaknya banyak-banyak istigfar," ucap pengemudi taxi yang sedang aku tumpangi.Saat ini aku memang tengah berada dalam sebuah taxi. Pulang dari rumah temanku Mira. Rumah yang biasa buat kumpul bagi kami para penjudi. Entah kenapa sudah beberapa bulan ini aku terus mengalami kekalahan hingga membuatku berhutang banyak. Padahal sebelum-sebelumnya aku selalu menang. Bahkan uang hasil judi ku bisa buat beli barang-barang branded dan bahkan masih tersisa untukku tabung. Tapi sekarang tabungan itu pun sudah aku gunakan. Sekarang saja aku sudah menggunakan uang jatah belanja dari mas Arka."Kenapa memangnya?! Saya itu lagi jengkel makanya harus diluapin atau Bapak mau saya caci maki?!" balasku."Ya, nggak begitu juga,Mbak! Maksud saya jangan di dalam mobil saya, nanti rejeki saya ditarik sama
Baca selengkapnya
bab 39 Rahasia Melly
"[Sayang … besok istriku keluar kota, kita ketemuan, yuk? Kangen, nih!]" Begitu bunyi pesan yang baru saja aku buka di ponselku. Sebelum membalasnya, terlebih dulu kepalaku menengok kekiri dan kekanan, kalau-kalau ada mas Arka. Setelah memastikan tidak ada suamiku, segera jari-jariku bergerak dengan lincah di atas layar ponsel mengetik balasan untuk om Herman. Lelaki tua kaya yang akhir-akhir ini rutin memberiku uang.["Boleh, tapi seperti biasa, ya, jemput!]" Balasku."Mell … mana tehku?! Lama banget bikinnya?!" terdengar teriakan mas Arka dari depan."Iya … iya … sebentar, Mas!" Jawabku dengan berteriak juga.Segera ku ketik pesan pada om Herman agar tidak membalas pesanku, lalu setelahnya aku menghapus semua riwayat pesan. Saat ini aku memang sedang membuatkan teh pesanan suamiku. Teh campur telur bebek lalu di aduk menjadi satu. Jamu kuat kata mas Arka. Halah paling kuatnya paling lama cuma sepuluh menit. Itu Pun harus minum ini dulu. Kalau tidak paling cuma dua menit. Aku mengge
Baca selengkapnya
bab 40 menemukan kejanggalan
Sudah hampir dua bulan lamanya aku ditugaskan bekerja di kantornya pak Hartono. Selama itu juga aku sudah menemukan berbagai kejanggalan, khususnya pada bagian keuangan. Hari ini aku berencana untuk mengecek secara langsung di lapangan.Aku tidak akan mengabari mereka jika aku akan datang. Namun aku akan datang dengan tiba-tiba. Kebetulan hari ini ada jadwal pengiriman ke beberapa minimarket. Aku akan mengawasinya secara langsung.Waktu menunjukkan sudah hampir jam sepuluh, tapi orang yang ku minta untuk menghubungiku saat mobil yang biasa mengirim stok barang berangkat, belum juga telpon ataupun mengirim pesan padaku. Aku menunggu dengan harap-harap cemas. Semuanya harus segera terbongkar biar jelas semua.Ting!Bunyi ponselku menandakan ada pesan yang masuk. Gegas aku segera membukanya."[Mobilnya baru saja berangkat, Bu!]"Begitu bunyi pesan yang dikirimkan oleh Roni. Pekerja gudang yang mau aku ajak kerjasama. Awalnya dia tidak mau dan takut, namun aku berhasil meyakinkan dirinya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status