Entah kenapa aku merasa ada yang aneh pada sikap Aldo malam ini. Namun, aku masih diam menanti dia meneruskan perkataannya."Kamu … mau nggak ….""Om Aldoo …." teriak Musda membuat kami kaget, seketika Aldo langsung terdiam tidak melanjutkan kata-katanya."Sayang, sudah selesai ngajinya?" tanyaku dengan tangan terulur ingin memeluknya, namun gadis kecilku itu justru mendekati Aldo."Om … kok diam saja, sih!" protes Musda menarik-narik tangan Aldo tatkala hanya mendapat respon diam tak menanggapi seperti biasanya."Oh, eh … kenapa, Sayang?" Aldo menjawab dengan tanya, sepertinya dia baru sadar dari tidurnya.Aku terkikik geli melihat Aldo yang kewalahan menghadapi Musda yang super aktif. Minta ini, minta itu, mengajak bermain dan entahlah apa lagi, aku saja kadang pusing menghadapinya yang super duper aktif itu.Musda menarik tangan Aldo menjauh dariku, entah akan dibawa kemana. Aku hanya melambaikan tangan sambil tertawa kecil. Setelah bayangan mereka berdua tidak terlihat, aku merenu
Hari ini adalah hari pertama aku akan berpindah kantor. Seperti biasa, aku berkeliling kompleks dengan berlari-lari kecil selepas subuh tadi. Setelah memutari gang dimana rumah orang tuaku berada, dan karena sudah merasa lelah juga. Aku memutuskan untuk kembali. Langit terlihat kemerahan, pertanda sang mentari sebentar lagi sudah akan muncul. Jalan yang tadinya sepi, kini mulai terlihat ramai. Bergegas aku lari agar segera sampai rumah. Malu rasanya kalau dilihat banyak orang, terlebih aku hanya sendirian.Ciiiiiììitt!Suara bunyi roda mobil yang beradu dengan aspal jalanan begitu memekakan telinga. Hampir saja mobil itu menabrak tubuhku yang sedang akan menyeberang. Tiba-tiba aku ingin makan bubur ayam, kebetulan tempat pedagangnya terletak di seberang aku berdiri. Hanya tinggal beberapa senti lagi bagian depan mobil itu menyentuh tubuhku. Aku yang kaget malah hanya berdiri saja ditempat. Untunglah pengendara mobil itu segera mengeremnya."Wooii … bisa minggir, nggak?! Gue tabrak b
Saat sedang serius mengecek laporan keuangan kantor ini, tiba-tiba pintu ruangan ada yang membuka dari luar membuatku terperanjat kaget."Pak Arka, ada apa? Kenapa tidak mengetuk pintu dulu!" ujarku dengan nada sedikit keras. Aku kesal karena dia tiba-tiba saja masuk tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Nggak sopan!"Bagaimana pekerjaanmu? Apakah sulit?" Tanyanya dengan nada meremehkan."Baru saja aku mempelajarinya dan belum selesai membacanya, tapi anda tiba-tiba masuk dengan tidak sopannya, membuat konsentrasiku menjadi terganggu!" balasku. Mas Arka tampak geram setelah mendengar jawabanku."Ada apa?" tanyaku sambil menutup berkas yang belum selesai aku baca."Jangan terlalu ngoyo bekerja disini. Serahkan saja semua padaku. Perusahaan ini baik-baik saja! Bahkan kami sebenarnya tidak membutuhkanmu disini,"ujarnya sambil mengambil duduk di depanku."Oh, ya? Baik-baik saja, ya!""Iya ….""Aku hanya melakukan tugas yang diperintahkan oleh pak Agus, lagi pula pak Hartono sendiri yang men
Gubraak!Aku terkesiap kaget karena ada seseorang yang terjatuh tepat di depanku. Rupanya dia tersandung oleh kakiku. "Ma-maaf … anda tidak apa-apa?" ujarku sambil mengulurkan tangan, bermaksud membantunya bangun. Terdengar pelan dia mengaduh."Saya, tidak apa-apa … loh, kamu!" ucapnya kaget. Sama kagetnya denganku.Mendadak aku menjadi merasa bersalah padanya. Pagi tadi gara-gara aku dia hampir saja berurusan dengan hukum karena akan menabrakku dan sekarang dia terjatuh gara-gara aku. "Dunia ini sempit sekali sepertinya, ya! Entah kenapa aku terus bertemu kamu dalam kesialan!" ucapnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya pada kemeja yang dikenakan."Maafkan saya … saya benar-benar tidak sengaja?" ucapku karena memang benar aku yang salah."Om … Om Rony …," ucap Sinta tiba-tiba menarik tangan lelaki di depanku ini. Aku mengernyit, Om?"Loh, Sinta, kamu kok disini? Sama siapa?" tanyanya membuatku heran, bagaimana Sinta bisa mengenalnya."Aku sama ….""Hai … Da! Loh, ada apa ini?" sap
Pov. Melly adegan 21+Dimohon untuk skip bagi yang belum cukup umur✌"Ah, sialan! Kenapa kalah lagi, sih! Brengsek!"Maaf, Mbak, bukannya saya ikut campur, tapi mengumpat itu nggak baik lo, lebih baik Mbaknya banyak-banyak istigfar," ucap pengemudi taxi yang sedang aku tumpangi.Saat ini aku memang tengah berada dalam sebuah taxi. Pulang dari rumah temanku Mira. Rumah yang biasa buat kumpul bagi kami para penjudi. Entah kenapa sudah beberapa bulan ini aku terus mengalami kekalahan hingga membuatku berhutang banyak. Padahal sebelum-sebelumnya aku selalu menang. Bahkan uang hasil judi ku bisa buat beli barang-barang branded dan bahkan masih tersisa untukku tabung. Tapi sekarang tabungan itu pun sudah aku gunakan. Sekarang saja aku sudah menggunakan uang jatah belanja dari mas Arka."Kenapa memangnya?! Saya itu lagi jengkel makanya harus diluapin atau Bapak mau saya caci maki?!" balasku."Ya, nggak begitu juga,Mbak! Maksud saya jangan di dalam mobil saya, nanti rejeki saya ditarik sama
"[Sayang … besok istriku keluar kota, kita ketemuan, yuk? Kangen, nih!]" Begitu bunyi pesan yang baru saja aku buka di ponselku. Sebelum membalasnya, terlebih dulu kepalaku menengok kekiri dan kekanan, kalau-kalau ada mas Arka. Setelah memastikan tidak ada suamiku, segera jari-jariku bergerak dengan lincah di atas layar ponsel mengetik balasan untuk om Herman. Lelaki tua kaya yang akhir-akhir ini rutin memberiku uang.["Boleh, tapi seperti biasa, ya, jemput!]" Balasku."Mell … mana tehku?! Lama banget bikinnya?!" terdengar teriakan mas Arka dari depan."Iya … iya … sebentar, Mas!" Jawabku dengan berteriak juga.Segera ku ketik pesan pada om Herman agar tidak membalas pesanku, lalu setelahnya aku menghapus semua riwayat pesan. Saat ini aku memang sedang membuatkan teh pesanan suamiku. Teh campur telur bebek lalu di aduk menjadi satu. Jamu kuat kata mas Arka. Halah paling kuatnya paling lama cuma sepuluh menit. Itu Pun harus minum ini dulu. Kalau tidak paling cuma dua menit. Aku mengge
Sudah hampir dua bulan lamanya aku ditugaskan bekerja di kantornya pak Hartono. Selama itu juga aku sudah menemukan berbagai kejanggalan, khususnya pada bagian keuangan. Hari ini aku berencana untuk mengecek secara langsung di lapangan.Aku tidak akan mengabari mereka jika aku akan datang. Namun aku akan datang dengan tiba-tiba. Kebetulan hari ini ada jadwal pengiriman ke beberapa minimarket. Aku akan mengawasinya secara langsung.Waktu menunjukkan sudah hampir jam sepuluh, tapi orang yang ku minta untuk menghubungiku saat mobil yang biasa mengirim stok barang berangkat, belum juga telpon ataupun mengirim pesan padaku. Aku menunggu dengan harap-harap cemas. Semuanya harus segera terbongkar biar jelas semua.Ting!Bunyi ponselku menandakan ada pesan yang masuk. Gegas aku segera membukanya."[Mobilnya baru saja berangkat, Bu!]"Begitu bunyi pesan yang dikirimkan oleh Roni. Pekerja gudang yang mau aku ajak kerjasama. Awalnya dia tidak mau dan takut, namun aku berhasil meyakinkan dirinya
"Anda siapa? Punya wewenang apa sampai berani menyuruh untuk menurunkan barang dari dalam mobil saya!" ucapnya sambil menatapku tajam.Oh, sepertinya dia belum mengetahui siapa aku. Baiklah, kita bermain-main dahulu."Bukankah beliau adalah atasanmu? Bagaimana kamu tidak mengenalnya?" tanya Andra pada Roki. Membuatku tersenyum"Atasan? Atasan yang biasa memerintahku itu adalah Pak Arka, lagipula aku belum pernah melihatnya di kantor," ucapnya lagi."Jelas saja kamu tidak pernah melihatku. Tempatku di lantai tiga dan di dalam ruangan ber-AC, sedangkan kamu kebanyakan berada di gudang dan di jalan," ucapku.Andra dan karyawan lainnya tertawa kecil mendengar perkataanku. Wajah Roki langsung memerah seperti marah. Sebenarnya bukan maksudku untuk menghina, namun gayanya yang songong membuatku terpaksa ingin memberinya pelajaran."Tidak percaya? Silahkan telpon pak Joni atau pak Arka. Tanyakan pada mereka siapa Rada," ucapku.Dia segera mengambil ponselnya dan langsung menelpon. Entah siapa