All Chapters of Salah Kirim Paket: Chapter 11 - Chapter 20
140 Chapters
Kepanikan Alvan 2
Pov AlvanSenyum merekah saat aku membuka mata. Bukan, bukan karena kecupan dari Alia tapi karena hari ini aku akan bertemu Aira, anak kesayanganku. Tak sabar ingin segera menggendong buah hatiku dengan Mega. Ting... Satu pesan masuk dari nomor Mega. Sengaja tak ku simpan nomornya agar Alia tak mencurigai. Meski dia tak akan bisa membuka ponsel karena sudah ku beri sandi. Dan ia tak akan tahu,karena sandinya adalah hari kelahiran putri cantikku. [Paket baju bayi itu dari Sasya.]Darahku mendidih seketika setelah membaca pesan dari istriku itu. Memang dasar adik tak tahu terima kasih. Untung saja Alia tak curiga, kalau saja dia tahu. Akan ku hajar Sasya, tak perduli jika dia adik kandungku sendiri. Amarah ku mereda saat Mega kembali mengirimkan pesan padaku. Sebuah foto Aira yang sangat mengemaskan membuatku tersenyum sendiri. Aku sampai tak menghiraukan keberadaan Alia yang ada di sampingku. Memang dasar dia bod*h, sama sekali dia tak curiga jika aku tengah berkirim pesan dengan M
Read more
Alia Mulai Beraksi
"Maafkan aku sayang, bukan maksud memarahimu tadi. Aku hanya panik karena Sasya merengek di dalam telepon." Mas Alvan mencoba menyentuh tangan tapi segera kutepis. Tak sudi tangannya menyentuh tubuhku. "Mana koper kamu, Mas? Katanya tidak jadi ke luar kota?" Sejak menginjakkan kaki di kamar benda itulah yang ku cari. Namun tak ku temukan. Aku yakin dia berdusta. Memang dari awal dia tak ada tugas ke luar kota. Pasti dia sedang berada di rumah perempuan itu. Perempuan yang telah menghancurkan kehidupanku. "Itu sayang, koper ketinggalan di rumah ibu. Tadi kan mengantar ibu dulu."Aku hanya menggeleng dengan jawaban suamiku. Katanya sarjana tapi mencari alasan yang logis saja tidak bisa. Jarak antara salon dan rumah ibu mertua memerlukan waktu hampir satu jam dengan kecepatan sedang.Belum dari rumah ibu mertua ke mari. Dari sini saja kamu terlihat sedang berbohong, Mas. Ya begitulah jika orang suka berbohong. Selamanya akan terus berbohong hingga pada akhirnya kebohongan itu terkuak d
Read more
Alia Mulai Beraksi 2
"Bik Sum!" Kucari asisten rumah tangga ke dapur. Jam segini adalah saat wanita paruh baya itu memulai aktifitas memasak. "Ibu cari saya?" tanyanya sambil mematikan kompor. Bau aroma nila goreng menyeruak masuk ke indera penciuman. Rasa lapar hadir dengan sendirinya. Ah, tapi aku tak boleh sarapan di sini. Takut Mas Alvan bangun dan menghalangiku pergi ke kantor. "Bik, kalau bapak tanya saya mau ke rumah Mama." Bik Sum menatapku dari ujung kaki hingga kepala. Dia seperti bingung dengan penampilanku yang terkesan formal. "Ada acara dengan Mama bik, mau bertemu teman Mama." Bik Sum menganggukkan kepala, mengerti dengan intruksi yang ku berikan. Jalan masih terbilang sepi saat aku melewatinya. Maklum jarum jam masih menunjukkan angka enam. Sengaja aku ingin datang lebih pagi agar bisa memantau siapa saja yang datang terlambat. Aku yakin Mas Alvan tak pernah memperhatikan itu karena dia selalu berangkat pukul delapan dari rumah. Sangat jauh berbeda dengan kebiasaanku yang selalu bera
Read more
Ancaman Alia
Aneh, kenapa dia bisa secepat ini datang ke kantor? Bukannya tadi dia masih tidur dengan nyenyak. Atau jangan-jangan ada orang yang memberitahu jika aku ada di kantor. Lalu siapa yang kata-kata itu? Bik Sum kah? Atau mungkin orang kantor. Tapi siapa?Berbagai pertanyaan silih berganti memenuhi pikiranku. "Alia!" Lelaki yang memakai pakaian tak matching berjalan mendekat dengan dada naik turun menahan emosi. Kulihat seksama Mas Alvan. Aku ingin tertawa melihat dia memakai kemeja kotak-kotak lengan pendek berwarna merah dengan celana biru tua. Tak lupa jas berwarna biru senada dengan celananya. Itu adalah penampilan terburuk suamiku. Dari mana dia memiliki kemeja itu. Seingatku aku tak pernah membelikannya. Aku lebih suka memberikannya kemeja tanpa motif dengan warna kalem. "Hahahaha ...." Lepas sudah apa yang sedari tadi ku tahan. "Kenapa kamu tertawa?" bentak Mas Alvan saat melihatku memegangi perut karena tertawa terpingkal-pingkal. Ya Allah, bagaimana bisa aku mempunyai suami m
Read more
Mencoba Kuat
Ku ambil ganggang telepon lalu segera menekan nomor telepon kantor polisi. Biar Mas Alvan tahu rasa setelah main-main denganku. Biar kapok! Terdengar suara sambungan telepon tapi belum juga diangkat. Tak berselang lama terdengar suara pria. "Hallo Pak ...."Tuutt... Tuuutt... Tuuutt. Sambungan telepon diputus sepihak oleh suamiku. "Jangan telepon polisi Al!" Mas Alvan mengiba."Biar Pak Dahlan di penjara,Mas. Aku tak mau kamu difitnah. Biar semua orang tahu kebenarannya." Kutekan lagi nomor yang sama.Mas Alvan kembali menggagalkan panggilan teleponku."Kenapa sih, Mas? Aku ingin tahu kebenarannya.""Aku yang mengambil uang itu," ucapnya sambil menundukkan kepala. Akhirnya kamu mengaku juga, Mas. Gertakan sedikit saja sudah membuatmu ketakutan. Payah. "Untuk apa uang itu, Mas?"Mas Alvan diam, bahkan ia tak berani menatap mataku. "Untuk apa uang sebanyak itu, Mas?" tanyaku lagi dengan intonasi tinggi. Tak perduli masih ada Pak Dahlan di ruangan ini. Seenaknya dia mengmbil uang
Read more
Dia dengan siapa?
"Are you okay?" tanyanya dengan wajah cemas. Kenapa dia selalu tahu jika aku tak baik-baik saja? Kenapa hanya dia yang selalu mengerti perasaanku. "Aku baik-baik saja. Apa kamu tidak bisa lihat aku tersenyum." Kuberi seulas senyum meski terasa begitu berat. Aku hanya tak ingin ia khawatir. "Bohong!"Ya Tuhan, ternyata susah berbohong darinya? Dia memang seseorang yang mampu mengerti perasaanku setelah mama. Ya,mereka berdua adalah keluaraga yang begitu berarti bagiku. Abang Rizal adalah kakak laki-lakiku. Dia adalah orang yang sangat tahu perasaanku. Dengan mudah ia bisa menebak apa yang tengah aku pikirkan. Kami berdua memiliki ikatan batin yang kuat. Dialah pelindungku selama ini. Bahkan melebihi Mas Alvan, suamiku. Meski kita sudah jarang bertemu. Namun dia selalu ada di saat aku butuhkan. Seperti saat ini. "Kamu ada masalah kan? Alvan ngapain kamu? Dia bentak kamu? Dia selingkuh?"Aku hanya diam, tak membantah atau mengiyakan. Ya, meski semua yang ia katakan benar. Namun ak
Read more
Gagal
Kami mulai asyik bercerita sambil menikmati masakan khas Negeri Sakura. Mataku membulat sempurna saat melihat seseorang yang sangat ku kenal berjalan menuju kasir bersama seorang wanita yang tidak ku kenal. Tapi aku tak bisa melihat wajahnya. Tempat duduk yang terletak di pojok sangat menguntungkanku. Aku bebas melihat tanpa ada yang menyadari keberadaanku. Tubuh tegap Bang Rizal mampu menyembunyikan tubuhku yang sedikit gempal. Bukan sedikit, memang nyatanya gempal.Setelah kedatangan Sasya mulailah berdatangan orang hingga memenuhi meja di dalam restoran. Lagi-lagi keadaan ini sangat menguntungkan. Sepertinya keberuntungan sedang berpihak padaku. Dua wanita itu tengah duduk di kursi tunggu tak jauh dari kasir. Sepertinya mereka sedang memesan makanan untuk di bawa pulang. Sasya sangat akrab dengan wanita itu. Siapa sebenarnya wanita itu? Apa jangan-jangan dialah istri kedua Mas Alvan. Aku harus mengikuti Sasya agar tahu dimana Mas Alvan menyembunyikan gundiknya itu. Dengan begitu
Read more
Permintaan Rahmawati
Mobil yang dikendarai Rizal telah berhenti di halaman rumah Rahmawati. Sambil bercanda kedua kakak beradik itu melangkah ke rumah masa kecil mereka. Senyum merekah nampak jelas di wajah keduanya. Alia memang sering berkunjung ke rumah ibunya. Namun tanpa kehadiran Rizal, rumah itu terasa sunyi. Dan sekarang ketika sang kakak berada di sana.Rumah megah itu terasa hidup kembali. Rizal adalah sosok periang dan penyayang saat bersama keluarganya. Itu yang membuat Alia selalu merindukan kehadiaran kakak lelakinya. Bagi kebanyakan wanita cinta pertama adalah sang ayah. Namun tidak bagi Alia. Justru cinta pertamanya adalah sang kakak lelaki. Untuk sesaat Alia melupakan masalah besar yang menerpa hidupnya. Kehadiran Rizal bagai pengobat lara. Luka yang masih mengangga mampu ditutup sementara karena kehadiaran lelaki penuh kharisma itu. "Masih ingat almari hias ini bang?" Alia menunjuk alamari hias yang terbuat dari kayu jati asli. Almari yang berada di ruang tamu. Rizal tersenyum meli
Read more
Ancaman Alvan
Pov AlvanAku berjalan sambil menahan emosi yang sudah di ubun-ubun. Sial*n kenapa seceroboh ini! Harusnya tak ku biarkan Alia masuk kantor sebelum laporan keuangan ku ubah. Kalau begini bisa mati aku! Kenapa juga aku tidur seperti orang mati, sampai aku tak mendengar alarm yang beryanyi nyaring. Sekarang aku sudah tak bisa menginjakkan kaki di kantor ini. Lalu bagaimana semua rencanaku? Hancur sudah! Aku acak rambut, frustasi. Pusing kepalaku memikirkan semua ini. "Pagi, Pak," sapa karyawan yang berjalan melewatiku. Aku tetap diam tak menjawab, kubiarkan saja mereka berlalu dengan pandangan penuh selidik ke arahku. "Penampilan Pak Alvan hancur banget ya?""Bu Alia ke kantor, apa ada masalah?""Pasti masalah besar. Tahu sendiri kan kelakuan suaminya bagaimana?""Mungkin sudah tahu kedoknya?"Terdengar cuitan para karyawati bagian marketing. Ku toleh tiga wanita bertubuh gempal itu. Seketika mulut mereka membisu. Nah kan baru sekali di lirik sudah mati kutu. Awas saja jika aku kemb
Read more
Ancaman Alvan 2
Pov Alvan"Sini, Mas!" Mega mendesak. Dan aku selalu tak berani menolak permintaannya. Mesti nantinya aku akan menderita. "Ada di saku belakang." Tangan Mega dengan gesit merogoh saku celanaku dan mengambil benda di dalamnya. Benar dugaanku. Tangan mulus Mega mengambil kartu debit dan kartu kredit yang ada di dalamnya. Setelah barang yang ia cari berpindah tangan. Dompet hitamku dimasukkan kembali ke dalam saku celana. "Ayo Sya!" Mega melambaikan tangan ke arah adikku yang duduk sambil memainkan ponselnya. Aduh, gawat! "Mau kemana sih yang?" "Mau shopping dong, Mas. Aku bisa stres di rumah terus dengan Aira. O, ya, kamu jagain Aira ya. Kalau ada apa-apa bisa panggil Mbak Ria di belakang."Ria adalah babysitter Aira. Mega mana mau mangasuh anak seorang diri. Menyusui anakku saja tidak. Katanya takut tubuhnya rusak. Entah kenapa pikirannya bisa seperti itu. "Ta-tapi ada masalah serius ini." "Nanti saja lah Mas, aku pusing di rumah terus."Mega dan Sasya segera berlalu dari hadap
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status